TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan praktik gratifikasi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. Penyelidikan ini dilakukan setelah KPK menerima laporan hasil investigasi dari Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum.
Dalam keterangan tertulis yang disampaikan pada Jumat, 30 Mei 2025, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa modus gratifikasi yang diusut melibatkan permintaan uang oleh salah satu penyelenggara negara atau pegawai negeri kepada pegawai di bawah jajarannya. Uang tersebut diduga diminta untuk digunakan bagi kepentingan pribadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Modus permintaan uang oleh salah seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri, kepada pegawai di jajarannya, yang akan digunakan untuk kepentingan pribadi," tulis Budi dalam keterangan tersebut.
KPK menyatakan akan menjalin koordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum terkait laporan dugaan gratifikasi yang diterima dari Inspektorat Jenderal. Kerja sama ini bertujuan untuk menganalisis dan menindaklanjuti hasil temuan terkait praktik gratifikasi yang terjadi di lingkungan kementerian tersebut.
Sementara itu, Kementerian Pekerjaan Umum mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima laporan dari Inspektorat Jenderal mengenai dugaan gratifikasi. Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo, menyampaikan bahwa pihaknya telah meminta jajaran di bawahnya untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut.
Ia juga menyebut hingga saat ini belum menerima laporan lanjutan dari Inspektorat Jenderal. "Belum terima laporan lebih lanjutnya dari Pak Irjen," ujar Dody di kantornya pada Rabu, 28 Mei 2025. Selain itu, Dody turut menyatakan bahwa kementeriannya saat ini tengah memproses laporan dugaan gratifikasi yang terjadi di internal lembaganya, namun enggan membeberkan lebih lanjut identitas pejabat yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
"Kalau misalnya dirasa sama Irjen itu nanti memang ada unsur pidana, pasti dia limpahkanlah ke KPK, kejaksaan, atau kepolisian untuk tindak lanjut secara pidananya," katanya.
Apa itu Gratifikasi?
Menurut informasi dari laman resmi KPK, gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas yang mencakup uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, wisata, layanan kesehatan gratis, dan bentuk fasilitas lainnya. Tidak semua gratifikasi dilarang, tergantung pada konteks dan hubungan antara pemberi dan penerima.
Gratifikasi menjadi dilarang jika diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara ketoka berkaitan dengan jabatan serta bertentangan dengan tugas dan kewajibannya.
Dalam hal ini, gratifikasi dikategorikan sebagai suap sebagaimana diatur dalam Pasal 12B ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Setiap penerimaan gratifikasi yang termasuk dalam kategori tersebut wajib dilaporkan kepada KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja sejak diterima. Jika tidak dilaporkan dalam batas waktu tersebut, maka gratifikasi tersebut dianggap sebagai suap sebagaimana ditegaskan dalam Pedoman Pengendalian Gratifikasi.
Mengapa Pejabat Tidak Boleh Menerima Hadiah?
Para pejabat publik memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Mereka tidak berhak menuntut atau menerima imbalan tambahan hanya karena telah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Baik diminta maupun tidak, para pejabat tetap wajib bekerja melayani masyarakat. Sebab, sebagai aparatur negara, mereka telah memperoleh kompensasi yang sah berupa gaji, tunjangan, dan hak-hak lainnya sesuai ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Aturan mengenai penerimaan hadiah oleh pejabat, termasuk anak pejabat, diatur secara ketat dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, terutama untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Berikut adalah Peraturan terkait Gratifikasi mengutip dari situs resmi Kementerian Keuangan :
- Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya".
- Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001 yang berbunyi "Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK".
- Pasal 12C ayat (2) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001 dengan bunyi "Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima".
- Pasal 16, 17, 18 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- PMK Nomor 7/PMK.09/2017 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Sanksi Gratifikasi
Sanksi bagi penerima gratifikasi diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam ketentuan tersebut, disebutkan bahwa setiap orang yang menerima gratifikasi yang dianggap sebagai suap dapat dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup.
Pelaku juga dapat dikenai pidana penjara dengan durasi paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun. Tidak hanya hukuman penjara, sanksi berupa denda juga diberlakukan, yakni paling sedikit sebesar Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
M. Raihan Muzzaki berkontribusi dalam penulisan artikel ini.