TEMPO.CO, Jakarta - Mengenakan baju dan celana hitam, Wakil Menteri Pekerjaaan Umum Diana Kusumastuti memasuki gedung Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung pada pukul 09.04 Rabu, 4 Juni 2025. Ia datang untuk memenuhi panggilan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur soal pengusutan korupsi pengadaan rumah mantan pejuang Timor Timur.
Saat tiba, Dian hanya melempar senyum dan langsung memasuki gedung Pidsus Kejagung. Dugaan korupsi ini dilaporkan oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) ke Kejati NTT pada Maret 2025. PKP merupakan pecahan dari Kementerian PUPR di era Presiden Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Zet Tadung Allo telah melakukan inspeksi ke lokasi pembangunan 2.100 unit rumah khusus untuk mantan pejuang Timor Timur tersebut. Rumah itu beridiri di Desa Oebola Dalam, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, NTT. Saat proyek ini diadakan, Dian menjabat sebagai Dirjen Cipta Karya PUPR.
Kejati NTT menduga ada indikasi korupsi pada proyek tersebut. Zet Tadung dalam kunjungannya pada 22 Februari 2025 mengatakan, banyak kondisi rumah yang sudah retak padahal belum dihuni. Proyek ini menggunakan anggaran APBN periode 2022 dan 2023.
Pembangunan rumah ini menggunakan teknologi Rumah Tahan Gempa (RTG) tipe RISHA 36 yang dirancang untuk ketahanan lebih baik. Proyek tersebut dikerjakan oleh empat BUMN, yakni PT Brantas Abipraya (Persero), PT Nindya Karya (Persero), PT Adhi Karya (Persero), dan PT Yodya Karya (Persero).
Dalam kontrak kerja, PT Brantas Abipraya menangani Paket I dengan nilai Rp 133,7 miliar (addendum Rp 141,9 miliar) untuk 727 unit rumah, PT Nindya Karya mengerjakan Paket II dengan kontrak Rp 129,5 miliar (addendum Rp 136,9 miliar) untuk 687 unit rumah. Kemudian PT Adhi Karya mengerjakan Paket III dengan nilai kontrak Rp 129,5 miliar (addendum Rp 143,8 miliar) untuk 686 unit rumah.
Yohanes Seo berkontribusi dalam penulisan ini