TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan Badan Pangan Nasional (Bapanas) berencana menyalurkan 180 ribu ton beras selama dua bulan untuk bantuan sosial. “Selama 2 bulan total menjadi 360 ribu ton kita akan bagi ke masyarakat tidak mampu,” kata Amran dalam keterangan tertulis, Senin, 2 Juni 2025.
Amran menyatakan penyaluran beras itu akan diprioritaskan pada daerah non-produsen beras seperti Papua dan Maluku. Selain itu, beras juga akan dibagikan pada wilayah perkotaan besar yang tidak memproduksi beras.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak ketinggalan, Amran akan menyalurkan bantuan itu kepada daerah penghasil beras dengan nilai yang sudah melampaui harga pembelian pemerintah (HPP), khususnya di Pulau Jawa. Adapun strategi penyaluran bansos beras itu dilakukan untuk menjaga nilai tukar petani (NTP). "Strategi kita lakukan untuk menjaga harga di tingkat petani tetap baik juga di tingkat konsumen juga tetap baik.”
Ia memastikan strategi distribusi bantuan pangan akan dilakukan secara terukur dan selektif. Pemerintah, kata dia, berkomitmen menjaga keseimbangan antara kesejahteraan petani dan keterjangkauan harga beras bagi masyarakat, khususnya kelompok miskin dan rentan.
Amran menyatakan jumlah beras bansos itu tidak akan mengganggu stok di Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog. Berdasarkan laporan real-time Kementerian Pertanian per Kamis, 29 Mei 2025 pukul 21.41 WIB, serapan setara beras oleh Perum Bulog mencapai 2.407.257 ton. Adapun stok beras nasional tercatat sebesar 4.001.059 ton. Ia memprediksi serapan beras pada bulan ini mencapai 400 hingga 500 ribu ton. “Cadangan tetap aman dan harga di tingkat petani tetap terjaga,” tutur dia.
Amran mengatakan, capaian ini tak lepas dari arahan Presiden Prabowo Subianto yang mendorong produksi dalam negeri. Kebijakan yang dimaksud Amran yakni penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen sebesar Rp 6.500 per kilogram dan penghapusan sistem rafaksi. “Petani kini menikmati harga jual yang menguntungkan, bahkan di saat panen raya,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Jumat, 30 Mei 2025.
Akhir Januari lalu, pemerintah mencabut ketentuan rafaksi atas gabah hasil produksi petani yang diserap Bulog. Dengan kebijakan baru ini, perusahaan pelat merah itu wajib menyerap gabah kering panen (GKP) dari petani dengan kondisi apa pun.
Gabah yang diserap Bulog sebelumnya memiliki ketentuan kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen. Gabah di luar ketentuan itu diberi kelonggaran rafaksi alias penyesuaian harga agar masih dapat diserap Bulog.
Tapi aturan lama ini ditengarai mengakibatkan harga gabah anjlok di tingkat petani. Pasalnya, petani menjual gabah di bawah kualitas yang telah ditetapkan pemerintah.
Kebijakan baru ihwal serapan gabah tertuang dalam Keputusan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala Bapanas Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras.
Han Revanda berkontribusi dalam penulisan artikel ini.