TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas) kembali menolak pengusulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 itu. Aliansi ini telah menyerahkan surat terbuka kepada Kementerian Sosial yang tengah membahas sejumlah nama untuk diberi gelar pahlawan nasional. Adapun Soeharto merupakan salah satu kandidat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jane Rosalina menyatakan penolakan ini didasarkan pada rekam jejak buruk Soeharto selama 32 tahun menjabat sebagai presiden. “Pengusulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto bermasalah serta merupakan upaya penghapusan sejarah dan pemutihan atas berbagai kejahatan yang dilakukan Soeharto,” tutur Jane dalam keterangan resmi, dikutip Jumat, 11 April 2025.
Soeharto, ujar Jane, telah melakukan kekerasan terhadap warga sipil, pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM), penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Jane mengatakan rekam jejak buruk Soeharto tersebut pun telah diakui oleh negara melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) No. IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004 dan TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Maka dari itu, bersama dengan keluarga korban pelanggaran HAM dan jaringan masyarakat sipil, Jane mendatangi kantor Kementerian Sosial pada Kamis kemarin. Adapun secara spesifik, Jane menujukan surat terbuka itu kepada Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih.
Jane menyampaikan, saat ini Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) tengah mengkaji 10 nama yang direkomendasikan untuk diberi gelar pahlawan nasional, termasuk dua mantan presiden, Soeharto dan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Adapun Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih mengatakan dari 10 nama yang masuk, empat nama merupakan usulan baru, sedangkan enam nama lainnya telah diajukan dari tahun-tahun sebelumnya.
“Untuk tahun 2025, sampai dengan saat ini, memang sudah ada proposal yang masuk ke kami, itu ada sepuluh. Empat pengusulan baru, dan enam adalah pengusulan kembali di tahun-tahun sebelumnya,” kata Mira, dikutip dari keterangan tertulis pada Selasa, 18 Maret 2025.
Beberapa tokoh yang kembali diusulkan antara lain Gus Dur oleh Provinsi Jawa Timur, Soeharto oleh Jawa Tengah, Bisri Sansuri oleh Jawa Timur, Idrus bin Salim Al-Jufri oleh Sulawesi Tengah, Teuku Abdul Hamid Azwar oleh Aceh, dan Abbas Abdul Jamil oleh Jawa Barat.
Sementara itu, empat nama baru yang diusulkan tahun ini yakni Anak Agung Gede Anom Mudita oleh Provinsi Bali, Deman Tende oleh Sulawesi Barat, Midian Sirait oleh Sumatera Utara, dan Yusuf Hasim oleh Jawa Timur.
Gelar pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang merupakan Indonesia. Ia yang menerima gelar pahlawan nasional harus telah gugur atau meninggal demi membela negara, atau semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan maupun menghasilkan “prestasi dan karya yang luar biasa” bagi pembangunan dan kemajuan Indonesia.
Untuk memperoleh gelar pahlawan nasional, tanda jasa, dan tanda kehormatan, seseorang harus memenuhi beberapa syarat umum dan syarat khusus. Beberapa di antaranya yakni memiliki integritas moral dan keteladanan, berjasa terhadap bangsa dan negara, berkelakuan baik, setia, serta tidak mengkhianati bangsa dan negara.
Dian Rahma Fika berkontribusi dalam penulisan artikel ini.