Runtuhnya sistem logistik ancam pengiriman bantuan di Gaza

3 weeks ago 23

Markas PBB, New York (ANTARA) - Di tengah sejumlah laporan mengenai korban jiwa dan luka-luka di kalangan warga sipil saat berusaha mendapatkan makanan di Gaza, para aktivis kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu(11/6) memperingatkan bahwa runtuhnya sistem logistik, termasuk bahan bakar dan telekomunikasi, mengancam pengiriman makanan yang sangat vital.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA) mengatakan pihaknya terus menerima laporan jatuhnya korban.

Peristiwa mematikan terjadi ketika kerumunan warga sipil mencoba untuk mencapai sejumlah pusat distribusi bantuan baru yang disponsori oleh Amerika Serikat (AS) dan disetujui oleh Israel melalui zona militer. Sistem tersebut berbeda dengan metode PBB dan para mitra dalam menyalurkan bantuan kepada warga Gaza di komunitas setempat mereka.

"Kami tekankan kembali dengan tegas bahwa tak seorang pun seharusnya dipaksa mempertaruhkan nyawanya demi menerima bantuan, di saat orang-orang di seluruh Gaza terancam kelaparan," kata OCHA.

Warga meratapi korban yang tewas dalam serangan udara Israel, di Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza, Palestina (10/6/2025). ANTARA/Xinhua/Mahmoud Zaki/aa.

Lembaga tersebut mengingatkan bahwa kekurangan bahan bakar yang tersedia dapat menyebabkan penutupan lebih banyak fasilitas kesehatan, air, dan sanitasi. Hal itu akan berdampak pada program bantuan paling mendasar. Sebagai contoh, vaksin membutuhkan bahan bakar untuk sistem rantai dingin.

"Runtuhnya sistem telekomunikasi, konektivitas internet, dan sistem komunikasi darurat merupakan ancaman nyata. Hal ini akan melumpuhkan koordinasi penyelamatan nyawa dan mencegah masyarakat yang terdampak untuk mendapatkan informasi penting," sebut OCHA.

OCHA menyatakan upaya PBB untuk mengakses stok bahan bakar yang tersedia di Rafah terus ditolak.

Kantor tersebut mengatakan bahwa antara 13 April hingga 9 Juni, sebanyak 29 dari 35 upaya untuk mengakses bahan bakar ditolak oleh pihak berwenang Israel. Bahkan, sebuah misi yang dijadwalkan pada Rabu pagi waktu setempat juga ditolak.

OCHA menambahkanpada Selasa (10/6) saja, setidaknya 12 dari 24 upaya untuk mengoordinasikan gerakan kemanusiaan di dalam Gaza ditolak oleh pihak berwenang Israel, termasuk upaya-upaya baru untuk mengangkut air minum bagi orang-orang yang rentan yang masih berada di Gaza utara, mengambil bahan bakar penting dan pasokan nutrisi dari Rafah di selatan serta memperbaiki jalan-jalan penting.

Tenda sementara bagi pengungsi berdiri di antara puing bangunan di Kota Gaza, Palestina (8/6/2025). ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad/aa.


OCHA menyerukan terciptanya lingkungan yang memungkinkan untuk operasi bantuan di Gaza, termasuk akses yang aman, cepat, dan tanpa hambatan agar para pekerja kemanusiaan dapat memenuhi kebutuhan yang sangat besar bagi lebih dari 2 juta orang.

"Hukum kemanusiaan internasional sangat jelas, yakni jika penduduk tidak mendapatkan pasokan yang memadai untuk kelangsungan hidup mereka, Israel harus menyetujui bantuan kemanusiaan dan memfasilitasinya dengan semua cara yang dimilikinya," kata OCHA.

Farhan Haq, Wakil Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan sejak dimulainya kembali bantuan kemanusiaan secara terbatas ke Gaza pada 19 Mei lalu, Program Pangan Dunia (World Food Programme/WFP) melaporkan bahwa pihaknya hanya dapat membawa sejumlah kecil makanan dan bantuan yang dapat menyelamatkan nyawa. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh penundaan atau penolakan izin.

Haq dalam sebuah taklimat rutin mengatakan perluasan operasi militer disebut-sebut sebagai alasan penolakan tersebut.

WFP mengatakan hingga Selasa, pihaknya diizinkan mengangkut sekitar 700 truk bantuan ke perlintasan perbatasan Kerem Shalom/Karem Abu Salem pada periode 19-30 Mei. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan dengan 600 hingga 700 truk per hari yang masuk selama gencatan senjata pada awal tahun ini. Ke-700 truk tersebut mengangkut lebih dari 11.000 metrik ton makanan, namun hanya 6.000 metrik ton yang diizinkan masuk ke Gaza. Jumlah itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan harian kurang dari 300.000 orang selama sebulan.

Mohammad Abu Ouda (pakaian biru) membawa kue kering di tempat penampungan sementara di Kota Gaza, Palestina (9/6/2025). ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad/aa.

"Ini adalah sebagian kecil dari apa yang dibutuhkan untuk populasi 2,1 juta orang dan terlalu lambat untuk memenuhi kebutuhan yang sangat besar," kata WFP.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan mitra lainnya terus menyuarakan kekhawatiran akan menyusutnya akses ke fasilitas kesehatan yang tersisa di Gaza, terutama rumah sakit Al Amal dan Al Nasser di Khan Younis.

WHO menyatakan Rumah Sakit Al Amal, meskipun masih beroperasi sebagian, tidak dapat menerima pasien baru karena adanya pertempuran dan lokasinya yang berada di dalam sebuah area yang berada di bawah perintah pengungsian. WHO menegaskan fasilitas perawatan kesehatan tidak boleh dimiliterisasi dan harus selalu dilindungi.

Koordinator khusus sementara PBB untuk proses perdamaian Timur Tengah, Sigrid Kaag bersama wakil koordinator khusus dan koordinator residen PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki, Sarah Poole mengunjungi Gaza City. Dalam kunjungan tersebut, mereka bertemu dengan para mitra untuk mendiskusikan berbagai tantangan dan keterlibatan PBB di semua tingkat guna mendorong peningkatan dukungan dan akses kemanusiaan yang berarti di Gaza.

Pewarta: Xinhua
Editor: Benardy Ferdiansyah
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |