TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 15 pekerja bantuan kemanusiaan ditemukan tewas dan dikubur di kuburan massal setelah serangan militer Israel di distrik Tel al-Sultan, Rafah, Gaza selatan. Para pekerja tersebut menghilang sejak Ahad, 23 Maret saat mereka berusaha menyelamatkan korban serangan Israel di daerah tersebut.
Seperti dilansir Anadolu dan 1news, insiden ini menjadi salah satu serangan paling mematikan terhadap personel kemanusiaan dalam beberapa tahun terakhir dan memicu kecaman keras dari berbagai organisasi internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala bantuan PBB pada Senin mengecam pembunuhan yang dilakukan Israel terhadap paramedis dari Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS), responden pertama dari Pertahanan Sipil Gaza, dan seorang anggota staf PBB yang tewas saat menjalankan tugas darurat di Jalur Gaza selatan.
Sebanyak "15 pekerja darurat dan bantuan di Gaza – dari Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina, Pertahanan Sipil Palestina, dan PBB - ditemukan terkubur di dekat kendaraan mereka yang rusak dan bertanda jelas," tulis Tom Fletcher di X, saat ia menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban.
Pada Ahad, Jonathan Whittall, pejabat senior urusan kemanusiaan di OCHA di wilayah Palestina yang diduduki, mengatakan "jenazah delapan PRCS, enam Pertahanan Sipil, dan satu staf PBB" telah ditemukan setelah serangan Israel sekitar seminggu yang lalu.
"Mereka tewas saat mengenakan seragam mereka. Mengemudikan kendaraan yang diberi tanda dengan jelas. Mengenakan sarung tangan. Dalam perjalanan untuk menyelamatkan nyawa," kata Whittall di X.
Para petugas medis menjadi sasaran pada tanggal 23 Maret saat mereka menuju untuk memberikan pertolongan pertama kepada orang-orang yang terluka akibat penembakan Israel di daerah Al-Hashashin.
"Mereka tewas oleh pasukan Israel saat mencoba menyelamatkan nyawa. Kami menuntut jawaban dan keadilan," kata Fletcher.
Palang Merah Internasional/Bulan Sabit Merah menegaskan bahwa ini merupakan serangan paling mematikan terhadap personel mereka dalam delapan tahun terakhir.
Raed al-Nimis, juru bicara Bulan Sabit Merah di Gaza, menyatakan, "Mereka dibunuh dengan darah dingin oleh pendudukan Israel, meskipun misi kemanusiaan mereka jelas."
Kronologi Tragedi
Pada Ahad 23 Maret 2024, sekitar tengah hari, tim darurat dari Bulan Sabit Merah Palestina dan Pertahanan Sipil Gaza berangkat menuju distrik Tel al-Sultan di Rafah selatan.
Misi mereka adalah menyelamatkan korban setelah pasukan Israel melancarkan serangan ke daerah tersebut. Sebelumnya, militer Israel telah menyerukan evakuasi area itu dengan alasan pejuang Hamas beroperasi di sana.
Peringatan dari Pertahanan Sipil pada saat itu menyebutkan bahwa para pengungsi Palestina yang berlindung di daerah tersebut telah terkena serangan dan sebuah tim yang pergi untuk menyelamatkan mereka, "dikepung oleh pasukan Israel".
PBB dalam pernyataannya mengatakan, "Informasi yang tersedia menunjukkan bahwa tim pertama dibunuh oleh pasukan Israel pada 23 Maret."
Tim darurat selanjutnya yang berusaha menyelamatkan tim pertama juga mengalami nasib serupa.
Mereka "diserang satu demi satu selama beberapa jam," menurut laporan PBB. Semua tim keluar pada siang hari dan dengan kendaraan yang jelas menunjukkan identitas mereka sebagai petugas kemanusiaan.
Militer Israel memberikan penjelasan berbeda mengenai kejadian tersebut. Pada Ahad, mereka mengklaim bahwa pada 23 Maret, tentara menembaki kendaraan yang "bergerak dengan mencurigakan" ke arah mereka tanpa sinyal darurat.
Israel menyatakan bahwa berdasarkan "penilaian awal", pasukan mereka menewaskan seorang anggota Hamas bernama Mohammed Amin Shobaki dan delapan militan lainnya.
Mereka juga mengingatkan bahwa di masa lalu telah menyerang ambulans dan kendaraan darurat lainnya dengan tuduhan bahwa militan Hamas menggunakannya sebagai alat transportasi.
Namun, klaim ini dipertanyakan karena tidak ada satu pun staf dari Bulan Sabit Merah dan Pertahanan Sipil yang tewas memiliki nama tersebut.
Selain itu, tidak ada mayat lain yang dilaporkan ditemukan di lokasi tersebut, sehingga menimbulkan keraguan terhadap dugaan militer Israel bahwa para tersangka militan termasuk di antara para pekerja penyelamat.
Penemuan Kuburan Massal
Selama berhari-hari setelah insiden, pasukan Israel tidak mengizinkan akses ke lokasi di mana tim darurat menghilang. PBB melaporkan bahwa pada Rabu, sebuah konvoi mereka mencoba untuk mencapai lokasi tersebut, namun bertemu dengan pasukan Israel yang menembaki mereka.
Konvoi tersebut melihat seorang wanita yang tertembak tergeletak di jalan. Video dasbor menunjukkan para staf berbicara tentang menyelamatkan wanita itu.
Kemudian dua orang terlihat berjalan menyeberang jalan. Suara tembakan terdengar dan mereka melarikan diri. Seorang tersandung, tampaknya terluka, sebelum ditembak dan jatuh tertelungkup ke tanah. PBB mengatakan bahwa tim tersebut mengambil mayat wanita tersebut dan pergi.
Baru sepekan kemudian, tim PBB dapat mencapai lokasi setelah militer Israel menginformasikan di mana mereka menguburkan mayat-mayat tersebut, di daerah tandus di tepi Tel al-Sultan.
Rekaman yang dirilis oleh PBB menunjukkan para pekerja dari PRCS dan Pertahanan Sipil, mengenakan masker dan rompi oranye terang, menggali bukit-bukit tanah yang tampaknya telah ditimbun oleh buldoser Israel.
Rekaman menunjukkan mereka menggali beberapa mayat yang mengenakan rompi darurat berwarna oranye. Beberapa mayat ditemukan bertumpuk satu sama lain.
Pada satu titik, mereka mengeluarkan sebuah mayat dengan rompi Pertahanan Sipil dari dalam tanah, dan ternyata mayat tersebut adalah tubuh tanpa kaki. Beberapa ambulans dan sebuah kendaraan PBB, semuanya rusak berat atau terkoyak, juga terkubur di dalam tanah.
Jonathan Whittall, dari kantor kemanusiaan PBB, OCHA, yang berbicara di lokasi dalam video tersebut menyatakan, "Mayat-mayat mereka dikumpulkan dan dikuburkan di kuburan massal ini. Kami menggali mereka dengan seragam mereka, dengan sarung tangan. Mereka berada di sini untuk menyelamatkan nyawa."
Pemakaman dan Duka Mendalam
Kerumunan besar berkumpul pada Senin, 24 Maret di luar kamar mayat Rumah Sakit Nasser di kota selatan Khan Younis, saat jenazah delapan pekerja PRCS yang terbunuh dibawa keluar untuk dimakamkan.
Jenazah mereka dibaringkan di atas tandu yang dibungkus dengan kain putih dengan logo Bulan Sabit Merah dan foto-foto mereka, sementara keluarga dan orang lain mengadakan doa pemakaman. Pemakaman untuk tujuh orang lainnya menyusul.
Peristiwa ini semakin menambah daftar panjang petugas medis dan kemanusiaan yang tewas dalam konflik Gaza.
Pasukan Israel telah membunuh sedikitnya 30 petugas medis Bulan Sabit Merah selama perang berlangsung.
Di antaranya, dua petugas terbunuh pada Februari 2024 ketika mereka mencoba menyelamatkan Hind Rajab, seorang anak perempuan berusia 5 tahun yang terbunuh bersama enam kerabatnya. Mereka terjebak di dalam mobil di bawah tembakan ratusan peluru Israel di Gaza utara.
Reaksi dan Kecaman Internasional
Dari Jenewa, kepala Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, Jagan Chapagain, menekankan bahwa staf yang terbunuh "mengenakan lambang yang seharusnya melindungi mereka; ambulans mereka ditandai dengan jelas."
Peristiwa ini terjadi dalam konteks yang lebih luas dari kampanye militer Israel di Gaza. Setelah gencatan senjata yang berlangsung selama kurang lebih dua bulan, Israel meluncurkan kembali operasi militernya di Gaza pada 18 Maret. Sejak saat itu, pengeboman dan serangan darat baru telah menewaskan lebih dari 1.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Dampak Terhadap Upaya Kemanusiaan
Insiden ini menambah keprihatinan yang semakin dalam tentang keselamatan pekerja kemanusiaan di Gaza. Sejak awal perang di Gaza 18 bulan lalu, Israel telah menewaskan lebih dari 100 petugas pertahanan sipil dan lebih dari 1.000 petugas kesehatan, menurut data PBB.
Para pekerja bantuan melaporkan bahwa tim ambulans dan staf kemanusiaan telah menjadi sasaran dalam serangan terbaru ini. Selain 15 korban dalam insiden ini, seorang pekerja dari lembaga amal World Central Kitchen tewas pada Jumat akibat serangan Israel yang menghantam dapur yang membagikan makanan gratis.
Serangan tank Israel pada 19 Maret di sebuah kompleks PBB juga menewaskan seorang staf asal Bulgaria, kata PBB, meskipun Israel membantah berada di balik ledakan tersebut.
Situasi ini semakin mempersulit upaya bantuan kemanusiaan yang sudah sangat terbatas di Gaza, di tengah krisis kemanusiaan yang terus memburuk dengan ribuan warga sipil terbunuh dan jutaan lainnya terlantar akibat konflik yang berkelanjutan.