DPR Kritik Usul Dedi Mulyadi Soal Vasektomi Jadi Syarat Bansos

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi XIII DPR bidang Hak Asasi Manusia (HAM) Pangeran Khairul Saleh mengkritik kebijakan Vasektomi sebagai syarat penerima bantuan sosial yang diusulkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Ia menilai, menjadikan vasektomi sebagai syarat menerima bansos adalah hal yang cacat dan melanggar prinsip HAM serta hak konstitusional warga negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Prosedur medis yang bersifat pribadi dan permanen tidak boleh dikaitkan dengan bansos. Ini menabrak prinsio HAM dan kemanusiaan," kata Pangeran dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 6 Mei 2025.

Ia menegaskan, vasektomi adalah pilihan masing-masing pribadi yang tidak boleh dipaksakan hanya karena dalil pengendalian kelahiran. Apalagi, kebijakan ini dikaitkan dengan penerimaan bansos yang menjadi hak konstitusional masyarakat.

Menurut dia, pada masa pemerintahan Orde Baru, pemerintah sempat menerbitkan kebijakan Keluarga Berencana alias KB yang diterapkan dnegan tekanan administratif dan minim partisipasi publik.

Kebijakan tersebut, kata dia, akhirnya menimbulkan trauma panjang kepada pengguna yang menjadi korban diskriminatif tanpa menimbang prinsip HAM dan kemanusiaan.

"Pendekatan seperti ini seharusnya tidak boleh diulang," ujar Politikus Partai Amanat Nasional itu.

Sebelumnya, Dedi Mulyadi mengusulkan agar vasektomi dijadikan sebagai syarat menerima bansos bagi masyarakat prasejahtera di Jawa Barat.

Nantinya, kata dia, masyarakat yang bersedia atau mengikuti kebijakan tersebut akan menerima insentif sebesar Rp 500 ribu. Alasannya, Dedi mengklaim kerap dimintai bantuan untuk membiayai biaya kelahiran anak yang mencapai Rp 25 juta.

"Lahiran itu enggak tanggung-tanggung loh Rp 25 juta, Rp 15 juta karena rata-rata caesar dan itu rata-rata anak keempat, anak kelima," kata dia usai rapat koordinasi di ruang Edelweis lantai 5 Gedung Balai Kota Depok, Selasa, 29 April 2025.

Mantan Bupati Purwakarta itu melanjutkan, dari sisi tanggung jawab, ketika seseorang menikah, maka dia harus bertanggung jawab atas kehamilan, kelahiran, dan pendidikan anak-anaknya.

"Nah, kalau orang tidak punya kemampuan untuk membiayai kelahiran, membiayai kehamilan, membiayai pendidikan, ya jangan dulu ingin menjadi orang tua dong," kata dia.

Karena itu, agar kelahirannya diatur dan angka kemiskinan turun, dia ingin vasektomi menjadi syarat untuk menjadi penerima bantuan sosial.

"Karena hari ini kan yang cenderung anaknya banyak tuh cenderung miskin," ujar Politikus Partai Gerindra itu.

Ketua Majelis Ulama Indonesia Jawa Barat, Rahmat Syafei, menegaskan bahwa vasektomi dalam Islam hukumnya haram apabila dilakukan tanpa alasan syariat yang jelas, seperti alasan kesehatan yang mengancam jiwa. 

Fatwa itu, kata dia, sejalan dengan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang digelar di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, pada 2012.

"Pada intinya vasektomi itu haram karena merupakan bentuk sterilisasi permanen. Islam tidak membolehkan pemandulan secara mutlak tanpa alasan yang dibenarkan syariat," kata Rahmat saat dikonfirmasi pada Kamis, 1 Mei 2025.

Namun ia juga menambahkan bahwa KB pria, termasuk vasektomi, bisa dibolehkan dalam kondisi tertentu. Misalnya jika ada risiko kesehatan serius, tidak menimbulkan dampak permanen, dan masih ada kemungkinan fungsi reproduksi dapat kembali seperti semula.

"Kalau untuk insentif tidak apa-apa, tapi vasektominya tetap harus memenuhi syarat-syarat yang dibolehkan secara agama," ujar dia.


Dian Rahma Fika dan Ricky Juliansyah berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |