Vientiane, Laos (ANTARA) - "Setiap pulang dari luar negeri, keluh kesahnya adalah susah cari makanan Indonesia, sekalinya ada, mahal," tutur Reinhard Renov, pemilik restoran Indonesia bernama Rempah di Vientiane, ibu kota negara Laos, awal November 2024 kepada ANTARA.
Ungkapan Reinhard itu menggambarkan kerinduan para perantau terhadap cita rasa autentik Nusantara yang sulit ditemukan di mancanegara.
Bagi Reinhard, restoran Rempah yang didirikan tahun lalu adalah jawabannya, membawa aroma rempah-rempah khas Indonesia ke tengah masyarakat Laos sekaligus menjadi pengobat rindu bagi diaspora Indonesia di sana tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam.
Di Vientiane, selain restoran lokal, ada sejumlah restoran yang menjual makanan khas negara-negara lain di Asia, seperti restoran Jepang, Korea, juga India.
Rempah memang bukan restoran Indonesia pertama, bisa dibilang tempat ini adalah tempat kedua yang memperkenalkan masakan Indonesia.
Namun, konsepnya adalah restoran yang bisa dijadikan tempat berkumpul bersama rekan-rekan senegara, atau bahkan mengajak penikmat kuliner dari negara lain untuk mencicipi masakan Indonesia.
Sesuai dengan namanya, restoran Rempah memang menyajikan hidangan Nusantara dengan rempah yang membuatnya terasa otentik.
"Spice Up the World with Rempah" menjadi jargon dari restoran yang buka tiap Selasa-Minggu ini.
Meski berdiri sejak 2023, Rempah baru meresmikan restoran yang bisa disambangi penikmat kuliner pada akhir Oktober 2024, antara lain oleh Duta Besar RI untuk Lao PDR, Grata Endah Werdaningtyas.
Sebelumnya, Rempah bekerjasama dengan layanan pemesanan makanan Foodpanda di Laos. Bila ingin menikmati hidangan di sana, konsumen cukup memesannya melalui aplikasi di ponsel, nantinya makanan akan dikirim ke alamat yang telah ditentukan.
Selain itu, restoran ini juga menyediakan makanan untuk delegasi Indonesia di konferensi internasional yang digelar di Laos, salah satunya Sekretariat Wakil Presiden Indonesia di Asean Summit.
Akhirnya, pada November 2024, Rempah meresmikan restoran yang berlokasi di Khunta Residence, Vientiane. Walau baru dibuka beberapa hari saat ANTARA berkunjung, tak sulit menemukan lokasinya saat memesan layanan taksi daring yang ada di Laos.
Bangunan baru bernuansa putih dan minimalis langsung menyambut pandangan. Ruangannya luas dengan pencahayaan sinar matahari terang benderang berkat jendela-jendela lebar yang memperlihatkan heritage house khas Laos, yang serupa dengan rumah gadang Indonesia.
Restoran ini memuat kursi dan meja kayu yang bisa memuat tamu dengan rombongan besar, atau mereka yang ingin makan sendirian.
Ada pula sofa-sofa empuk yang bisa membuat pengunjung makin asyik berlama-lama makan sambil bercengkrama. Mata pun dimanjakan dengan dekorasi batik Indonesia dan kain Sin dari Laos.
Ruangan terasa hangat karena diramaikan oleh diaspora Indonesia yang sudah memesan tempat, ada pula pengunjung dari kedutaan besar negara lain yang menikmati hidangan.
Di sela kesibukannya memasak pesanan untuk tamu, Reinhard mengatakan rendang jadi menu yang paling dipromosikan sebagai salah satu kuliner Indonesia yang tersohor. Itulah mengapa, rendang ada di halaman pertama buku menu Rempah.
"Tapi yang paling populer selama setahun (belakangan) adalah ayam penyet, sangat dicintai masyarakat Laos karena selera sama, sama-sama suka terasi," jelas dia.
Bahan halal
Sebagai negara yang sama-sama ada di Asia Tenggara, sebagian bumbu yang dipakai di masakan Indonesia juga bisa ditemui di Laos. Tapi ada juga bumbu-bumbu dapur yang hanya bisa diboyong dari Indonesia.
"Kemiri, kecap manis, sama daun salam, itu harus dibawa dari Indonesia," ungkap Reinhard yang belajar bisnis dari Surabaya.
Tak hanya bumbu khas di masakan Indonesia, bahan-bahan halal juga didatangkan dari luar negara yang mayoritas masyarakatnya menganut agama Buddha.
Sertifikat halal memang belum disematkan di restoran ini, tapi ia memastikan seluruh produk yang dipakai halal.
Pemasok yang menyediakan bahan halal atau bahan impor dari Thailand jadi kunci untuk menyajikan makanan Indonesia yang halal. Kelak, saat ada kesempatan untuk mendapatkan sertifikasi halal, dia mengatakan akan segera mengurusnya agar Rempah punya sertifikat halal secara resmi.
Masakan di restoran Rempah dimasak sendiri oleh Reinhard dan juga sang ibu.
Mereka saling berbagi tugas. Reinhard memasak makanan seperti ayam di dapur yang terletak di bagian belakang restoran, sementara ibunya memasak makanan yang beraroma tajam seperti ikan di dapur yang terpisah dari restoran.
Reinhard tidak punya latar belakang sekolah kuliner, tapi keluarganya memang punya usaha katering. Rupanya, bakat memasak itu juga menurun kepadanya.
Aneka masakan Indonesia yang disuguhkan di Rempah sangat beragam, tak hanya bersumber dari satu wilayah. Dia memang ingin menyajikan variasi kelezatan kuliner Nusantara.
"Karena Indonesia itu kan Sabang sampai Merauke, sebegitu banyaknya makanan kita," kata pebisnis yang ibunya berasal dari Papua, sementara ayahnya berasal dari Bukittinggi, Sumatera Barat.
Setiap akhir pekan, ada menu-menu istimewa yang bisa dicoba. Menu ini akan silih berganti, misalnya bakso, soto, hingga sayur lodeh. Jadi, konsumen yang datang setiap pekan tak akan merasa bosan karena bisa mencoba makanan yang berbeda-beda.
Penuh rempah
ANTARA mencicipi sejumlah menu andalan dari Rempah yang menimbulkan kerinduan untuk segera pulang ke kampung halaman.
Sembari menunggu makanan tiba, kami membasuh dahaga dengan teh khas Indonesia juga teh sereh yang segar.
Makanan pertama yang kami cicipi adalah Nasi Dendeng Batokok, terdiri dari nasi dengan pugasan bawang goreng, dendeng batokok lengkap dengan sambal balado, juga terong dengan sambal gurih.
Daging sapi masakan khas Sumatera Barat ini terasa lembut karena sudah dipukul-pukul agar jadi lembut dan bisa menyerap bumbu. Kombinasi daging, sambal, dan nasi terasa pas.
Menu lainnya adalah Nasi Ikan Goreng Dabu-Dabu dan Nasi Ikan Goreng Balado. Pembeda dari keduanya adalah saus yang dipakai. Ikan nila yang digoreng terasa gurih dan bikin ketagihan.
Paduan sambal balado yang pedas sama cocoknya dengan sambal dabu-dabu yang terbuat dari potongan tomat, cabai, bawang putih dan perasan jeruk nipis.
Kami pun mencoba hidangan yang jadi favorit, yakni ayam penyet dan ayam bakar. Porsinya besar-besar, pasti kenyang! Sambal ayam penyetnya betul-betul pedas, sementara ayam bakar lebih cocok untuk para penyuka manis.
Jangan lupa pesan juga Pecel Sayur ya! Cita rasa manis dari sayur rebus, tahu goreng, dan telur rebus dengan saus pecel autentik ini bisa sedikit mengusir pedasnya sambal balado, sambal penyet, dan sambal dabu dabu yang sebelumnya kami santap.
Buat pencinta sambal, jangan khawatir, sebab Anda bisa memesan sambal secara terpisah, yakni sambal ijo, sambal balado, sambal dabu-dabu, juga sambal terasi.
Potongan rempeyek yang tentunya sulit ditemukan di Laos menjadikannya lebih istimewa. Menurut Reinhard, rasa pecel sayur ini mirip dengan pecel Madiun.
Masih belum kenyang? Ada banyak camilan yang bisa Anda pesan, seperti kentang goreng, sayap ayam goreng, jagung keriting, lumpia, tahu isi, juga kue seperti carrot cake yang lembut.
Paket nasi dan lauk bisa Anda nikmati dengan kisaran harga 80.000-120.000 kip (sekitar Rp58.000-Rp86.000).
Jika Anda sedang berada di Vientiane atau rindu dengan masakan Indonesia, tempat ini wajib untuk disambangi!
Baca juga: Kominfo: "Indonesia Spice Up the World" tunjukkan keragaman kuliner
Baca juga: Kemenparekraf kembangkan bisnis restoran Indonesia di mancanegara
Baca juga: Kemenparekraf: 295 restoran Indonesia telah beroperasi di Belanda
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2024