YLBHI: Omon-Omon Pengusutan Korupsi Tata Kelola Sawit oleh Kejaksaan Agung

1 day ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum atau YLBHI mempertanyakan kelanjutan penanganan korupsi tata kelola sawit yang sempat diusut oleh Kejaksaan Agung. “Kami mendesak ini diteruskan penyidikannya dan dibawa ke pengadilan, jangan sampai jadi omon-omon ramai di awal,” ujar Ketua YLBHI Muhammad Isnur, Jumat, 30 Mei 2025.

Perkara yang dimaksud oleh Isnur adalah soal penggeledahan yang pernah dilakukan oleh penyidik Kejagung pada 3 Oktober 2024 di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Saat itu, masih di era Presiden Joko Widodo, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih digabung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat itu Kejaksaan Agung menyatakan, mereka tengah mengusut dugaan tindak pidana korupsi tata kelola sawit periode 2005 -2024. Ketika itu penyidik Kejaksaan menggeledah Gedung Manggala Wanabakti di Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat dari pukul 09.00 hingga pukul 00.30.

Berdasarkan pengamatan Tempo di lokasi saat itu, penyidik keluar dengan membawa empat boks beserta dua kardus kecil. Boks yang disita berisi berkas atau data dari beberapa ruangan KLHK. Salah satu kotak dengan tutup oranye bertuliskan disita dari ruang kerja Sub-Direktorat Perubahan, Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan di lantai 2. Kotak lain dari ruang Biro Hukum 1 dan 2. 

Namun 8 bulan sejak melakukan penggeledahan, belum ada kejelasan atas perkembangan pengusutan tindak pidan tersebut. Meski pada awal Januari 2025 dalam konferensi pers rakor desk koordinasi pencegahan korupsi dan perbaikan tata kelola di gedung Kejagung, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sempat menyampaikan pihaknya sudah mengantongi tersangka di kasus korupsi tata kelola sawit di KLHK.

"Untuk melakukan penggeledahan syaratnya harus sudah ada tersangka, itu aturan kami," ujar Sanitiar saat ditanya perkembangan usai penggeledahan kantor KLHK oleh wartawan, Kamis, 2 Januari 2025.

Di sisi lain mekanisme penyelesaian denda administratif dalam kasus ini terus digencarkan. Hal itu tampak sejak presiden mengeluarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025. Melalui Perpres tersebut, Presiden membentuk Satgas Penertiban Kawasan Hutan atau PKH. Satgas ini dipimpin langsung oleh Menteri Pertahanan.

Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian RI sebagai Wakil Ketua Pengarah. Sementara ketua pelaksana harian Satgas dipimpin langsung oleh Jampidsus Kejagung, yakni Febrie Adriansyah. Dari tampak luar, ruangan Satgas PKH yang ada di kompleks gedung Kejagung itu, memang tidak pernah sepi sejak Satgas tersebut dibentuk. 

Melalui Satgas ini, 216 ribu hektar lahan sawit yang ada di dalam Kawasan hutan dikuasai lagi oleh negara dan diberikan kepada PT Agrinas Palma Nusantara selaku Badan Usaha Milik Negara. Lewat Satgas ini pula, 221 ribu hektar lahan sawit dalam kawasan hutan yang dikuasai oleh Duta Palma Group  diserahkan ke Agrinas. 

Isnur menegaskan, bahwa penyelesaian denda administratif dan pidana adalah hal yang berbeda. “Korupsi adalah hal yang berbeda, harusnya lebih cepat. Kalau enggak ada proses kelanjutan wajar masyarakat mempertanyakan,” ujar Isnur. Kalau memang kejaksaan tidak bisa membuktikan adanya korupsi di kasus ini, menurut Isnur harus diterbitkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3. 

Isnur mengatakan, korupsi tata kelola sawit termasuk mega korupsi. Jika memang kejaksaan tidak bisa membuktikan, maka Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK harus turun tangan untuk mengusut kasus ini.

Terlebih menurutnya, Jaksa Agung sudah pernah membocorkan bahwa sudah ada tersangka di kasus ini. Dengan tidak kunjung diungkapnya siapa tersangka, wajar jika memunculkan keraguan pada masyarakat atas penanganan kasus korupsi tata kelola sawit. 

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |