Wamendikdasmen Bicara Kendala Penganggaran Sekolah Swasta Gratis

1 day ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sekolah swasta gratis sejalan dengan amanat konstitusi. Namun, ia menyebut tantangan utama dalam pelaksanaan kebijakan ini terletak pada pengalokasian anggaran yang belum fokus.

“Putusan MK itu bukan sesuatu yang baru. Wajib belajar memang semestinya gratis. Tapi yang jadi masalah adalah bagaimana penganggarannya,” kata Atip saat dihubungi Tempo, Sabtu, 31 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Atip, persoalan utama bukan pada besar kecilnya anggaran pendidikan, melainkan pada distribusinya yang tersebar di banyak kementerian dan lembaga. “Anggaran pendidikan 20 persen dari APBN kalau dialokasikan dengan tepat, bisa memenuhi amanat undang-undang. Tapi sekarang hanya sekitar 4,6 persen yang dikelola Kemendikdasmen,” ujar dia.

Atip mencontohkan, banyak kementerian mengklaim memiliki fungsi pendidikan dan menggunakan alokasi anggaran untuk pelatihan atau sekolah kedinasan. “Kita perlu refocusing. Perlu penataan ulang agar 20 persen anggaran itu betul-betul dipakai untuk penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah,” ujarnya.

Ia mengatakan, pihaknya belum membahas tindak lanjut putusan MK bersama presiden, dan baru akan memulai kajian internal. “Kami akan membahas ini lebih lanjut secara internal. Karena putusan MK telah menyatakan Pasal 34 ayat 2 inkonstitusional, perlu penyesuaian dalam pengaturan teknis dan detail pelaksanaannya,” kata Atip.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan uji materi Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas. MK memutuskan agar pemerintah pusat dan daerah menggratiskan sekolah negeri dan swasta untuk jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP).

Melalui putusan yang dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 27 Mei 2025, MK menyatakan frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas telah menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

Mahkamah mengubah norma frasa tersebut menjadi, “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.”

Sapto Yunus berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |