TEMPO.CO, Jakarta -- Forum Purnawirawan Prajurit (FPP) Tentara Nasional Indonesia (TNI) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memposisikan sebagai representasi rakyat di parlemen. Sebab, dari delapan poin yang dituntut FPP TNI, tidak seluruhnya aspirasi para prajurit.
"DPR adalah representasi rakyat. Maka dari itu, DPR seharusnya memahami akan posisinya," kata Letnan Jenderal Purnawirawan Suharto, anggota FPP TNI, di kediaman mantan Wakil Presiden Try Sutrisno pada Jumat, 30 Mei 2025."Tuntutan Forum Purnawirawan dihimpun dari berbagai aspirasi masyarakat yang menginginkan terciptanya pemerintahan bersih, adil, dan makmur."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa pengurus FPP TNI menyambangi kediaman Try Sutrisno. Mereka adalah mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Purnawirawan Slamet Soebijanto; mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Mayor Jenderal Purnawirawan Soenarko. Kemudian, mantan Komandan Korps Marinir Letnan Jenderal Purnawirawan Suharto; Marsekal Muda Purnawirawan Amien Syahbudiono, dan penggagas FPP TNI Dwi Tjahyo Soewarsono. Pada pertemuan ini, mereka membawa map biru yang diserahkan kepada Try Sutrisno untuk ditandatangani sebelum diberikan kepada DPR.
FPP TNI akan mengirimkan surat kepada DPR. Surat tersebut berisikan delapan poin tuntutan, salah satunya perlunya dilakukan pemeriksaan kembali proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi wakil presiden.
Menurut Suharto, apa yang dilakukan Gibran dalam proses pencalonan melanggar regulasi di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Apalagi, putusan MK tercoreng oleh tindakan hakim konstitusi Anwar Usman, yang tak lain Paman Gibran, karena dijatuhi sanksi etik.
Dia menjelaskan, untuk menjadi seorang wakil presiden, seharusnya Gibran menempuh jalan sesuai dengan konstitusi, yaitu mematuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pemilu. Masalahnya, Suharto menilai, Gibran mencalonkan diri dengan cara yang tidak elegan, yaitu cara yang sarat akan kepentingan politik kekuasaan. "Kalau putusan MK dianggap membuka kesempatan bagi semua, seharusnya ada banyak pemuda yang mencalonkan diri, bukan hanya Gibran seorang," kata Suharto.
Mekanisme pemakzulan diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 7a UU mengatur syarat pemberhentian presiden atau wakilnya, yaitu harus terbukti melakukan pelanggaran hukum; pengkhianatan terhadap negara; melakukan perbuatan tercela; hingga tidak lagi memenuhi syarat.
Menanggapi hal tersebut, Guru besar Hukum Tata Negara dari Universitas Padjajaran Susi Dwi Harijanti mengatakan, tuntutan pemakzulan Gibran sangat bergantung pada bagaimana sikap DPR. Dia menjelaskan, Pasal 7b ayat (3) UUD 1945 menyebutkan, pengajuan permintaan DPR kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna.
Dari delapan fraksi partai di DPR, kata Susi, hanya fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang belum menyatakan sikap politiknya terhadap pemerintahan, baik sebagai pendukung maupun partai di luar pemerintahan. "Biarpun PDIP memiliki jumlah legislator terbanyak saat ini, persetujuan dari fraksi lain amat dibutuhkan untuk menindaklanjuti tuntutan para purnawirawan," kata dia.
Merujuk Pasal 7b ayat (4), Susi melanjutkan, setelah 2/3 anggota DPR menyepakati tuntutan pemakzulan, usulan mesti disampaikan kepada MK. Tujuannya, memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden atau wakilnya paling lama 90 hari setelah usulan diterima MK.
Susi menjelaskan, apabila MK memutuskan terdapat pelanggaran, hasil sidang akan disampaikan kepada DPR untuk dihelat sidang paripurna yang kemudian diteruskan kepada MPR agar digelar sidang istimewa. Di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), kata dia, akan dihelat rapat untuk memberhentikan presiden atau wakilnya. Pengambilan keputusan harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 anggota dan disetujui oleh 2/3 anggota yang hadir. "Prosesnya sangat panjang," ujar Susi.
Try Sutrisno mengatakan telah merestui tindaklanjut FPP TNI yang akan mengirimkan surat kepada DPR ihwal 8 poin tuntutan. "Saya mendoakan, semoga DPR hatinya terbuka," kata Tri kepada Tempo, Jumat, 30 Mei 2025. Dia berharap, DPR dapat mengakomodasi surat FPP TNI. Sebab, menurut dia, apa yang diusulkan FPP TNI menyangkut persoalan penting bagi bangsa dan negara. Delapan butir tuntutan itu telah ditandatangani oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, 91 kolonel, serta diketahui langsung Try Sutrisno.
Adapun Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, fraksi Partai Golkar menghormati delapan tuntutan FPP TNI. Tetapi, tidak dengan tuntutan pemakzulan Gibran. Menurut dia, terdapat aturan konstitusi yang wajib dipenuhi terlebih dahulu sebelum meminta DPR untuk menindaklanjuti surat FPP TNI. "Apakah ada syarat yang dilanggar sehingga kemudian tuntutan ini harus ditindaklanjuti? Itu yang harus dipahami dulu," ujar Doli.