Review Dendam Malam Kelam: Estetika Film Noir yang Gelap

1 day ago 7

DARI menit pertama, Dendam Malam Kelam tak memberi waktu untuk bernapas. Sutradara Danial Rifky langsung menggiring penonton ke atmosfer cerita yang suram seperti adegan menegangkan di kamar mayat. Film ini merupakan adaptasi dari El Cuerpo atau The Body (2012), film thriller psikologis Spanyol yang sebelumnya juga diadaptasi di India, Korea Selatan, hingga Italia.

Pilihan Editor: Marissa Anita Pelajari Literatur Klasik Demi Peran di Dendam Malam Kelam

Namun versi Indonesia ini hadir dengan rasa yang khas: berbalut nuansa horor lokal dan atmosfer investigasi yang intens. Misteri dimulai dari hilangnya jenazah Sofia (Marissa Anita), 50 tahun, yang meninggal karena serangan jantung dan belum sempat diautopsi. Ketika jasadnya lenyap dari ruang forensik kepolisian, penonton diajak menebak-nebak siapa dalang dari peristiwa ganjil ini. Kecurigaan kemudian menguat: ada yang sengaja mencuri jenazah Sofia.

Condong ke Drama Kriminal daripada Horor

Meskipun dipasarkan sebagai film horor, Dendam Malam Kelam lebih mengarah ke drama kriminal dengan nuansa film noir yang identik dengan investigasi. Hal ini terlihat dari atmosfer kelam sepanjang film, konflik moral, hingga penokohan yang terjerat dalam lingkaran kriminal, rasa bersalah, hingga tekanan psikologis.

Kisah dibangun dari hubungan gelap penuh manipulasi, dengan suasana dingin secara visual maupun emosional. Teror yang menghantui para tokoh bukan berasal dari makhluk supranatural, melainkan dari bayang-bayang kejahatan dan kebohongan yang mereka sembunyikan. Investigasi yang dilakukan kepolisian juga menjadi tulang punggung narasi, dengan tokoh penyidik dan alur maju-mundur yang membongkar satu per satu rahasia kelam.

Cerita kemudian berkembang sebagai kisah perselingkuhan penuh rasa bersalah. Jefri, lelaki muda yang hidup dalam dominasi bayang-bayang istrinya, menjalin hubungan gelap dengan Sarah (Davina Karamoy). Mereka merancang alibi untuk menutupi pembunuhan Sofia.

Aspek Visual dalam Dendam Malam Kelam

Secara visual, sinematografi Dendam Malam Kelam tampil dengan komposisi warna gelap yang mendominasi, memberi kesan dingin dan mencekam. Terlihat dari tata cahaya, komposisi bayangan, serta ritme visual yang lambat dan penuh tekanan. Tata artistik ini menjadi salah satu kekuatan film, meskipun gaya serupa sudah banyak digunakan dalam horor lokal.

Potongan adegan dirangkai untuk memunculkan rasa was-was, seakan penonton ikut masuk ke dalam labirin dendam dan rahasia para tokohnya. Atmosfer gelap yang ditawarkan cukup kuat untuk membawa penonton masuk ke dalam dunia yang tidak nyaman, penuh rahasia dan dendam. Sebagai adaptasi, Dendam Malam Kelam juga tak jauh dari cerita film aslinya. Meskipun dalam beberapa poin, tetap disesuaikan dengan latar film lokal.

Kualitas Akting Para Pemeran

Arya Saloka memberikan performa yang solid sebagai Jefri: manipulatif sekaligus rapuh. Ini mungkin salah satu peran tergelapnya. Ia berhasil membawakan karakter yang tersiksa oleh rahasia dan dihantui oleh perasaan bersalah. Karakter Jefri yang kompleks—suami yang berselingkuh, pelaku pembunuhan, sekaligus korban dari hubungan rumah tangga diperankan dengan cukup menjanjikan.

Marissa Anita juga layak mendapatkan pujian sebagai Sofia, figur dengan aura femme fatale yang tetap dominan dan intimidatif bahkan setelah kematian. Karakternya menjadi pusat dari dendam dan teror yang membayangi cerita. Sementara Davina Karamoy cukup memikat sebagai Sarah, meskipun perannya lagi-lagi sebagai perempuan ketiga. Ia menyimpan potensi besar yang layak mendapat peran dengan pengembangan karakter yang lebih eksploratif di film-film mendatang.

Penambahan karakter penyidik Arya (Bront Palarae) juga memberi lapisan investigatif yang mengimbangi konflik internal. Bront tampil apik dalam film ini. Tokoh yang ia perankan membongkar satu per satu simpul misteri dan menjadi penyeimbang ketegangan. Sosok ini membawa narasi tetap bergerak tanpa terjebak dalam melodrama yang turut disisipkan dalam film ini.

Dendam Malam Kelam memang tidak menawarkan terobosan baru dalam struktur cerita, karena memang diangkat dari film Spanyol. Namun, film dengan balutan noir cukup jarang diangkat di industri film Tanah Air. Danial Rifky berhasil menyuguhkan adaptasi dengan identitas sendiri, meskipun hanya ada sedikit aspek horor yang ditawarkan. Diproduksi Falcon Pictures, film ini tayang mulai hari ini, 28 Mei 2025 di seluruh bioskop Indonesia.

Pilihan Editor: Mengapa Film Horor Tak Mati-mati

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |