TEMPO.CO, Jakarta - Cina mengaktifkan reaktor nuklir berbasis thorium, atau garam cair thorium, dan mengklaimnya sebagai energi nuklir bersih pertama di dunia. Lokasi unit reaktor thorium itu di Gurun Gobi, di mana tim ilmuwan Cina berhasil mengisi ulang bahan bakar thorium ke dalam reaktor itu tanpa menghentikan operasinya.
Apa yang dilakukan tersebut menandai sebuah langkah maju yang sangat penting untuk penggunaan thorium sebagai alternatif dari uranium yang lebih aman dan berlimpah dalam energi nuklir. Capaian itu diungkap langsung ketua tim ilmuwan dalam proyek rektor thorium Xu Hongjie dalam sebuah pertemuan tertutup Akademi Ilmu Pengetahuan Cina pada 8 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Disebutkan, unit reaktor eksperimen berlokasi di Gurun Gobi itu memiliki kapasitas bangkitan 2 megawatt (MW) energi panas. Reaktor ini menggunakan thorium sebagai sumber bahan bakar radioaktifnya, sedangkan garam cair sebagai kendaraan bahan bakar itu dan mengelola panasnya (pendingin).
Xu Hongjie mengatakan bahwa reaktor thorium tersebut akan mencapai operasi penuh pada Juni 2024, dan menyelesaikan pengisian bahan bakar empat bulan kemudian. Adapun titik kritikal dari reaktor diklaim telah dilalui pada Oktober 2023 lalu.
"Kami sekarang memimpin di garis depan global," ujar Xu seperti dilansir sejumlah situs berita seperti Daily Times dan Interesting Engineering pada 17 April 2025, yang mengutip Guanming Daily.
Kenapa Beralih dari Uranium ke Thorium?
Menurut Xu, ilmuwan di dunia memilih thorium sebagai alternatif yang lebih menguntungkan daripada uranium. Pertama, thorium lebih berlimpah dalam kerak bumi dan memproduksi limbah radioaktif dengan umur lebih pendek. Sebagian ahli memperkirakan satu tambang thorium di Mongolia Dalam sudah cukup, secara teori, menyuplai kebutuhan energi Cina selama puluhan ribu tahun.
Ilustrasi zat radioaktif thorium. Shutterstock
Kedua, thorium kurang cocok, dibandingkan uranium, untuk dijadikan senjata. Ini mengurangi risiko di bidang keamanan. Lalu, ketika dipasangkan dengan teknologi garam cair, reaktor bisa dioperasikan pada kondisi tekanan atmosfer yang secara alami membatasi panas berlebih, menjadikan secara keseluruhan memperbaiki tingkat keselamatan reaktor nuklir.
Mengembangkan Riset yang Ditelantarkan Amerika
Xu dan timnya di Institut Fisika Terapan Shanghai, Akademi Ilmu Pengetahuan Cina, membangun teknologi ini berdasarkan penelitian di Amerika Serikat yang telah dideklasifikasi. Dipaparkan Xu Hongjie para peneliti di AS telah sejak 1960-an membangun dan menguji teknologi awal reaktor garam cair namun tak mengembangkannya lebih jauh karena memilih ke teknologi uranium.
"Mereka meninggalkan risetnya itu tersedia bagi publik, menunggu datang penerusnya yang tepat, dan kitalah penerusnya itu," kata dia dalam pertemuan tertutup tersebut. "Kami pelajari semua teknik dalam literatur yang ada--lalu mengembangkannya."
Xu Hongjie menyebut pembangunan reaktor eksperimen di Gurun Gobi dimulai pada 2018 lalu. Menurutnya, timnya pun tumbuh dari awalnya puluhan orang, kini lebih dari 400. Mereka bahkan sudah mulai membangun sebuah reaktor thorium yang lebih besar, kapasitas daya 10 MW, dan diyakini akan mencapai titik kritikalnya pada 2030.
Lebih jauh, rencana untuk kapal kargo bertenaga thorium juga sedang dikembangkan untuk mengurangi emisi secara signifikan untuk kebutuhan transportasi laut. Xu menyoroti sifat simbolis dari proyek ini, dengan mengaitkan waktunya dengan pencapaian penting dalam sejarah nuklir Cina.