Polemik Tanpa Dubes RI untuk AS Saat Amerika Serikat Patok Tarif Impor 32 Persen Terhadap Indonesia

10 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pihak mendesak agar pemerintah melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) setelah Presiden AS Donald Trump menetapkan kebijakan tarif impor sebesar 32 persen untuk Indonesia. Namun, di sisi lain, jabatan Duta Besar Republik Indonesia atau Dubes RI untuk AS selaku perpanjangan tangan Indonesia dengan Gedung Putih, ternyata kosong sejak dua tahun lalu.

Adapun jabatan Dubes Indonesia di AS terakhir kali dijabat oleh Rosan Roeslani yang saat ini membantu Presiden Prabowo Subianto sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi. Rosan mengakhiri masa tugasnya di Washington pada 17 Juli 2023 saat mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menunjuknya menjadi Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Padahal, menurut dosen dan peneliti Universitas Islam Indonesia atau UII, Listya Endang Artiani, salah satu langkah pertama yang harus diambil pemerintah Indonesia dalam menanggapi kebijakan tarif impor atau tarif Trump ini adalah negosiasi ulang dengan pemerintah AS. Listya mengatakan negosiasi ini dilakukan untuk mencari solusi yang lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak.

“Mengingat pentingnya hubungan perdagangan bilateral dengan AS, perundingan yang cermat dapat mengurangi dampak lebih lanjut yang dirasakan oleh sektor-sektor ekspor Indonesia,” kata Listya, dikutip dari tulisan ilmiahnya, ‘Impor Trump: Benturan Kepentingan dan Ancaman bagi Ekonomi Indonesia’ yang diterima Tempo, Ahad, 6 April 2025.

Tanpa Dubes untuk AS, saat ini tugas sebagai perwakilan pemerintah Indonesia di Washington diemban oleh chargé d’affaires atau kuasa usaha ad interim. Posisi ini dijabat Ida Bagus Made Bimantara atau Sade Bimantara, seorang diplomat karier yang sebelumnya berperan sebagai Wakil Duta Besar RI untuk AS saat Rosan mengundurkan diri.

Setelah Trump mengumumkan tarif baru untuk Indonesia, lembaga riset ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) meminta Prabowo segera menunjuk Dubes RI untuk AS definitif pengganti Rosan yang sudah vakum hampir dua tahun. Peneliti INDEF, Andry Satrio Nugroho, mengatakan ketiadaan perwakilan diplomatik tersebut menghambat lobi-lobi yang mesti disegerakan.

“Sudah hampir dua tahun kita tidak punya wakil di Washington, padahal AS mitra dagang kedua terbesar Indonesia. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi pengabaian terhadap kepentingan nasional,” kata Andry pada Kamis, 3 April 2025. “Tidak ada mekanisme lobi dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat. Itu yang menyebabkan AS bisa mengambil alasan-alasan (penerapan tarif) yang menurut saya bisa terbantahkan.”

Senada dengan Andry, Anggota Komisi bidang Luar Negeri DPR Tubagus Hasanuddin juga meminta pemerintah untuk segera menempatkan figur laik di jabatan Dubes RI untuk AS. Menurut Tubagus, kekosongan posisi tersebut akan mempengaruhi hubungan bilateral antara Jakarta dan Washington. Sebab, komunikasi antar negara umumnya dijembatani melalui masing-masing Kedutaan Besar.

“Hemat saya, ini tidak bagus. Makanya, harus segera dipilih figur untuk mengisi kekosongan ini,” kata politikus PDIP itu.

Sementara itu, menanggapi kekosongan Dubes RI di negeri Abang Sam, Wakil Ketua Komisi bidang Luar Negeri DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengklaim, status kemitraan AS amat penting bagi Indonesia. Menurut Dave, AS merupakan salah satu negara yang menjadi mitra penting bagi Indonesia selama ini, terutama dalam sektor ekonomi, pertahanan, dan lain sebagainya.

“Jadi, kalau ada anggapan Amerika Serikat itu tidak penting karena posisi Dubes kosong, itu anggapan yang salah,” kata Dave melalui pesan singkat, Senin, 7 April 2025.

Dave kemudian memberikan alasan perihal Rosan dari kedudukan Dubes RI untuk AS dua tahun lalu. Menurut politikus Partai Golkar ini, pada saat itu dilakukan penarikan karena ada kepentingan negara yang membutuhkan kemampuan mantan Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran itu. Namun demikian pihaknya kembali menegaskan kemitraan dengan AS juga penting.

“Ditarik karena ada tugas yang lebih penting untuk dilakukan di Indonesia. Namun, sekali lagi, bukan karena Amerika dianggap tidak penting,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi dalam keterangan tertulis pada Jumat, 4 April 2025 mengatakan pemerintah mengirimkan tim lobi ke AS untuk merundingkan tarif impor yang ditetapkan Presiden Trump kepada Indonesia.

“Pemerintah mengirimkan tim lobi tingkat tinggi untuk bernegosiasi dengan pemerintah US (United States),” kata Hasan Nasbi.

Hasan mengatakan saat ini pemerintah sedang menghitung dampak dari penerapan tarif resiprokal atau timbal balik yang dikenakan pemerintah AS sebesar 32 persen kepada Indonesia tersebut. Sebagai respons awal, ia menuturkan Pemerintah Indonesia sedang menerapkan penyederhanaan regulasi agar produk domestik bisa lebih kompetitif di pasar global.

Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi PCO, Noudhy Valdryno, mengatakan Kepala Negara sudah sejak jauh-jauh hari sudah mempersiapkan tiga gebrakan besar untuk menghadapi berbagai gejolak perubahan kebijakan global. Tiga gebrakan tersebut yaitu memperluas mitra dagang Indonesia, mempercepat hilirisasi sumber daya alam, dan memperkuat resiliensi konsumsi dalam negeri.

“Dalam menghadapi tantangan global, termasuk kebijakan tarif baru Amerika Serikat, Presiden Prabowo menunjukkan ketajaman melihat dinamika geopolitik,” kata Noudhy dalam keterangan resmi tertulis PCO, 3 April 2025.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump merilis kebijakan tarif impor baru yang dinamakan ‘Reciprocal Tariffs’ atau disingkat tarif Trump, pada 2 April 2025. Kebijakan ini akan memberlakukan tarif tambahan terhadap produk impor dari berbagai negara, tak terkecuali pada beberapa negara Asia, termasuk Indonesia.

Dalam pengumuman kebijakan perdagangan baru di Rose Garden Gedung Putih pada Rabu sore waktu setempat, Presiden Trump menyatakan AS akan menerapkan tarif impor minimum 10 persen untuk semua produk impor. Selain itu, beberapa negara tertentu akan dikenakan tarif resiprokal (timbal balik) yang lebih tinggi sebagai bagian dari kebijakan baru ini.

Achmad Giffary Mannan, Andi Adam Faturahman, Eka Yudha Saputra, dan Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |