Pengamat: Pendidikan Barak Militer ala Dedi Mulyadi Bagus untuk Jangka Pendek

7 hours ago 1

TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerhati pendidikan yang juga Dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Nur Rizal menyoroti program Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengirim siswa bermasalah ke barak militer.

Rizal mengatakan jika program itu diterapkan untuk jangka pendek mungkin bisa berdampak positif dalam mengubah mental siswa. Namun, jika program itu diterapkan secara luas bagi seluruh sekolah dan juga diandalkan untuk jangka panjang, menurutnya, akan berpotensi buruk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Program itu kalau jangka pendek mungkin bagus, seperti ketika kita sakit pergi ke dokter, disuntik, diberi obat-obatan lalu sembuh," kata Rizal di Yogyakarta, Selasa, 20 Mei 2025.

Rizal mengatakan ada banyak faktor yang membuat seorang siswa terlibat perilaku-perilaku yang akhirnya membuatnya dianggap sebagai sosok bermasalah.

Menurut Rizal, ada tiga variabel yang  bisa menjadi pemicu siswa jadi bermasalah, yaitu latar belakang keluarga yang juga bermasalah atau kurang harmonis satu sama lain; pengaruh lingkungan sekitarnya yang menjejali dengan hal-hal melenceng dari normal sosial; dan pengaruh dari lingkungan sekolah yang membuat siswa itu merasa tak nyaman belajar sehingga bosan dan akhirnya mencari cara lain mengaktualisasikan diri. "Variabel-variabel pemicu siswa bermasalah ini kan tidak semua bisa diselesaikan dengan pergi ke barak," ujarnya.

"Untuk mengubah mental siswa itu dari bermasalah menjadi tak bermasalah butuh pendidikan yang saling terkoneksi dengan lingkungan siswa itu bersama-sama," ujar pendiri komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan itu.

Dia mencontohkan, ketika siswa itu selesai mengikuti program di barak militer beberapa saat, namun tetap menemukan tren perundungan (bullying) di lingkungan pergaulannya atau menemukan kondisi keluarganya yang broken home, maka mentalnya dapat terpengaruh kembali seperti sebelum masuk barak.

Di satu sisi Rizal menyoroti ketika siswa sekolah bermasalah itu dikirim ke barak artinya membuka akses pola pembelajaran ala militer yang notabene sangat berbeda dengan pola dunia pendidikan atau sekolah.

"Corak dunia militer menerapan sistem komando yang menuntut kepatuhan, conformity (penyeragaman perilaku), sedangkan dunia pendidikan mendorong siswa berbeda, memiliki pemikiran beragam yang terbuka dan bebas," kata dia.

Rizal menambahkan, jika ingin siswa-siswa bermasalah itu kembali memiliki mentalitas yang diharapkan, maka sekolah, keluarga, dan lingkungan perlu membangun atmosfer pendidikan positif yang membangun mental siswa itu.

Ia mencontohkan, di sekolah para guru harus bisa menjadi fasilitator agar suasana belajar menjadi menyenangkan bagi siswa. Sekolah juga harus mendorong guru agar tak sekadar menjejali materi kepada siswa atau mengejar ketuntasan kurikulum, namun bisa menjadi guru yang lebih tahu tentang kebutuhan siswa dan lebih melibatkan siswa dalam proses pembelajaran dua arah. "Sekolah perlu menjembatani agar guru-guru juga bisa bertransformasi dalam berinteraksi dengan anak didiknya," kata Rizal.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |