TEMPO.CO, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat ada lonjakan 91,42 persen atau 52.850 penerima program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sepanjang Januari-April 2025. Padahal, sepanjang 2024 hanya ada ada 57.960 penerima JKP.
Pejabat Sementara Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Abdul Rahman Irsyad mengatakan melambungkan jumlah klaim JKP ini tak lepas dari pemutusan hubungan kerja yang massif terjadi sejak awal tahun ini. “Peningkatan signifikan penerima manfaat JKP pada Maret 2025,” kata Abdul saat rapat dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Selasa, 20 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara nilai, Abdul mengatakan penerima JKP pada Januari-April 2025 sebesar Rp 258,61 miliar. Penerima JKP tertinggi berasal dari pekerja di aneka industri, perdagangan dan jasa, serta industri barang konsumsi.
Abdul menambahkan, pada 2025 ini ada 2 juta peserta baru dalam program JKP. Per April 2025 telah ada 16,47 juta peserta atau naik dari 14,44 juta orang pada tahun sebelumnya. Dia mengatakan meningkatnya jumlah peserta ini dilatarbelakangi karena terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2025 tentang JKP.
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional Nunung Nuryartono mengatakan rata-rata klaim JKP tiap bulan mencapai 13.210 orang. Karena itu, secara agregat jumlah klaim JKP mencapai 52.850 orang sepanjang Januari-April 2025. “Ini mengalami kenaikan yang tajam, secara berturut-turut. Ini memberikan indikasi bahwa terjadi pemutusan hubungan kerja yang cukup signifikan,” kata dia dalam acara yang sama.
Data Dewan Jaminan Sosial Nasional menunjukkan jumlah klaim itu memang meroket sejak empat tahun lalu. Pada 2022 ada 844 klaim, 2023 ada 4.478 klaim, 2024 ada 4.816 klaim, dan 2025 ada 52.840 klaim JKP.
Nunung mengatakan jumlah peserta JKP sepanjang Januari-April 2025 juga meningkat hingga 2 juta. Bertambahnya peserta ini dianggap bagian dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2025 yang menghapus syarat JKP. “Di dalam situasi ekonomi saat ini program JKP tidak hanya memberi kepastian, juga jaring bagi pekerja terdampak PHK,” kata Nunung.
Rasio klaim JKP sepanjang empat bulan tahun ini juga meningkat 25 persen dibandingkan 13 persen pada 2023-2024. Lonjakan ini terjadi karena meningkatnya jumlah kalim dan besaran manfaat tunai.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, menyampaikan bahwa jumlah pekerja yang terdampak PHK dari Januari-April 2025 mencapai 24.036 orang. Ia juga merinci daerah dengan angka PHK tertinggi, yakni Jawa Tengah dengan 10.692 orang, disusul DKI Jakarta sebanyak 4.649 orang, dan Riau sebanyak 3.546 orang.
Adapun sektor usaha yang paling banyak memberhentikan pekerja adalah industri pengolahan dengan 16.801 korban PHK, kemudian sektor perdagangan besar dan eceran sebanyak 3.622 orang, serta sektor jasa lainnya yang mencatat 2.012 orang. “Saat ini (per 23 April 2025), yang sudah terdata itu sekitar 24 ribu. Jadi, sudah sepertiga dari tahun 2024. Kalau ada yang tanya, PHK saat ini dibandingkan tahun lalu itu memang meningkat,” kata Yassierli.