MK Kabulkan Uji Materi UU Sisdiknas, SD - SMP Swasta Gratis?

6 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) frase "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya".

Uji materi ini diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga pemohon lainnya, yang berharap negara membiayai pendidikan dasar di sekolah atau madrasah negeri maupun swasta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mahkamah Konstitusi pun menyatakan, frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Sisdiknas telah menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

Karena itu, MK mengubah norma frasa tersebut menjadi, “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Ini artinya, pemerintah pusat dan daerah harus menggratiskan pendidikan dasar di SD, SMP, dan madrasah atau sederajat, baik di sekolah negeri maupun swasta, namun secara bertahap.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan hukum Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 di MK RI, Jakarta, Selasa, 27 Mei 2025, mengatakan bahwa pendidikan dasar tanpa biaya merupakan bagian dari pemenuhan hak atas ekonomi, sosial dan budaya (ekosob).

Berbeda dengan pemenuhan hak sipil dan politik yang bersifat segera, pemenuhan hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak ekosob dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi kemampuan negara.

Sebab, menurut Enny, pemenuhan hak ekosob senantiasa berkaitan dengan ketersediaan sarana, prasarana, sumber daya, dan anggaran negara.

“Oleh karena itu, perwujudan pendidikan dasar yang tidak memungut biaya berkenaan dengan pemenuhan hak ekosob dapat dilakukan secara bertahap, secara selektif, dan afirmatif tanpa memunculkan perlakuan diskriminatif,” kata Enny.

Namun Mahkamah Konstitusi juga memutuskan bahwa sekolah atau madrasah swasta, yang menawarkan kurikulum tambahan selain kurikulum nasional dan sekolah swasta yang selama ini tidak menerima bantuan anggaran dari pemerintah, masih bisa memungut biaya dari peserta didik.

“Dalam kasus ini, peserta didik secara sadar memahami konsekuensi pembiayaan yang lebih tinggi sesuai dengan pilihan dan motivasinya ketika memutuskan untuk mengikuti pendidikan dasar di sekolah/ madrasah tertentu,” kata Enny.

Oleh karena itu, dalam rangka menekan pembiayaan yang dapat membebani peserta didik, MK menegaskan bahwa negara harus mengutamakan alokasi anggaran pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan dasar, termasuk sekolah swasta, dengan mempertimbangkan faktor kebutuhan dari sekolah swasta tersebut.

MK pun menekankan, terkait dengan bantuan pendidikan untuk kepentingan peserta didik di sekolah swasta tetap hanya dapat diberikan kepada sekolah yang memenuhi persyaratan atau kriteria tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.

“Hal ini untuk menjamin bahwa sekolah/madrasah swasta yang memperoleh bantuan pendidikan tersebut dikelola sesuai dengan standar yang diatur dalam peraturan perundang-undangan serta memiliki mekanisme tata kelola dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pendidikan,” kata Enny.

Di sisi lain, berkenaan dengan kebutuhan bantuan pemerintah, Mahkamah mendapati bahwa terdapat pula sekolah swasta yang tidak pernah atau tidak bersedia menerima bantuan anggaran dari pemerintah.

Sekolah tersebut, ucap Enny, menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan berbasis pembayaran dari peserta didik sepenuhnya. Terhadap sekolah swasta demikian, menurut MK, menjadi tidak tepat dan rasional jika dipaksakan tidak boleh lagi memungut biaya kepada peserta didik.

Terlebih, di sisi lain, kemampuan fiskal pemerintah untuk memberikan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan dasar bagi sekolah swasta yang berasal dari APBN dan APBD  masih terbatas.

Oleh karena itu, meski tidak melarang sekolah swasta membiayai dirinya sendiri, MK meminta sekolah swasta untuk tetap memberikan kesempatan kepada peserta didik di lingkungannya dengan memberikan skema kemudahan pembiayaan tertentu.

“Terutama bagi daerah yang tidak terdapat sekolah/madrasah yang menerima pembiayaan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah,” ucap Enny.

Sejarah Baru

Pemohon uji materiel Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebut putusan Mahkamah Konstitusi itu merupakan sejarah baru bagi dunia pendidikan Indonesia.

“Keputusan MK ini bikin sejarah baru bahwa sejak diputuskan tadi itu berarti kita mestinya sudah tidak punya masalah lagi dengan pendidikan dasar,” kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji saat ditemui di MK RI, Jakarta, usai sidang pengucapan putusan.

Menurut Ubaid, putusan MK mewajibkan pemerintah pusat dan daerah untuk mengatur ulang skema pembiayaan pendidikan dasar yang diselenggarakan di SD, SMP, dan madrasah, baik negeri maupun swasta.

JPPI setidaknya menyarankan empat hal, yakni pertama, pemerintah perlu segera mengintegrasikan sekolah swasta yang menyelenggarakan pendidikan dasar ke dalam sistem penerimaan murid baru (SPMB) berbasis online yang dikelola pemerintah.

“Ini memastikan transparansi, kesetaraan akses, dan implementasi nyata dari putusan MK bahwa pendidikan dasar bebas biaya juga mencakup sekolah swasta,” tutur Ubaid.

Kedua, realokasi dan optimalisasi anggaran pendidikan. Menurut JPPI, anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD harus segera diaudit, direalokasi, dan dioptimalkan secara transparan.

Prioritas utama dinilai perlu diarahkan pada pembiayaan operasional sekolah, tunjangan guru, dan penyediaan fasilitas yang menunjang pendidikan dasar bebas biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta.

“Ini termasuk menghentikan praktik anggaran yang tidak relevan dengan pendidikan,” katanya.

Ketiga, pengawasan ketat perlu dilakukan terhadap pungutan. Pemerintah diminta untuk meningkatkan pengawasan terhadap segala bentuk pungutan di sekolah dasar, baik negeri maupun swasta, disertai sanksi tegas.

Keempat, pemerintah perlu melakukan sosialisasi menyeluruh kepada publik dan sekolah mengenai implikasi putusan MK ini. Sekolah dan orang tua harus memahami hak dan kewajiban baru terkait pembiayaan pendidikan.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Tunggu Salinan

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti menyatakan siap membahas putusan Mahkamah Konstitusi apabila sudah mendapatkan berkas salinan lengkapnya.

“Kami baru akan membahas kalau sudah mendapatkan berkas salinan putusan lengkap,” kata Abdul Mu'ti di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan sejauh Kementeriannya masih memaknai kewajiban negara untuk membiayai pendidikan dasar, baik bagi sekolah negeri maupun swasta sebagaimana tercantum pada Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) adalah dengan menyesuaikan pada kemampuan fiskal pemerintah.

“Inti dari putusan itu memang menyatakan bahwa pasal di UU Sisdiknas harus dimaknai punya kewajiban untuk membiayai pendidikan dasar, bukan hanya sekolah negeri, tetapi juga sekolah/madrasah swasta. Namun, pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan fiskal pemerintah,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya sejauh ini juga masih memahami bahwa sekolah swasta tetap dapat memungut biaya pendidikan dari masyarakat meski ada bantuan pembiayaan dari pemerintah.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |