TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait alias Ara mempertimbangkan kenaikan batas harga rumah subsidi menjadi Rp 250 juta per unit. Batas maksimal ini diusulkan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia atau Apersi.
“Nanti kami pelajari,” kata Ara kepada wartawan usai acara Silaturahmi Nasional Apersi di Jakarta Pusat, pada Senin, 21 April 2025.
Menurut Ara, pemerintah akan lebih dulu menyelesaikan aturan tentang kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) penerima rumah subsidi.
Untuk wilayah Jabodetabek, rencananya Ara melonggarkan batas maksimal penghasilan MBR penerima rumah subsidi untuk yang sudah menikah menjadi Rp 14 juta, sedangkan lajang Rp 12 juta. Sebelumnya, batas maksimal penghasilan untuk lajang diatur maksimal Rp 7 juta sedangkan yang sudah menikah maksimal Rp 8 juta.
Seiring kelonggaran batas penghasilan itulah, Ketua Umum Apersi Junaidi Abdillah mengusulkan agar harga rumah subsidi ditetapkan menjadi maksimal Rp 250 juta per unit. Adapun dalam aturan yang berlaku saat ini, harga rumah subsidi di Jawa dan Sumatera (di luar Jabodetabek dan daerah khusus) ditetapkan maksimal Rp 166 juta.
“Apersi usulkan Rp 250 juta. Batas maksimal saja, supaya pasar yang mengatur,” kata Junaidi.
Junaidi juga mengusulkan agar pemerintah membagi kuota sasaran penerima. Untuk masyarakat berpenghasilan Rp 14 juta, misalnya, pemerintah cukup mengalokasikan sebesar 30 persen. Sedangkan 70 persen lainnya dijatah untuk masyarakat berpenghasilan maksimal Rp 8 juta.
“Supaya visi subsidi tidak hilang, tetap melekat ke masyarakat tidak mampu,” kata Junaidi. “Jangan sampai masyarakat kecil malah tidak dapat.”
Pilihan Editor: Maruarar Sirait soal Bantuan Konglomerat dalam Proyek 3 Juta Rumah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini