Wuhan (ANTARA) - Sembilan tahun yang lalu, ketika Li Li memutuskan untuk mengubah vila milik keluarganya menjadi sebuah penginapan di pinggir jalan raya provinsi di Lvcongpo yang terletak di wilayah Badong, Provinsi Hubei, China tengah, dia hanya berharap bisa mendapatkan penghasilan yang cukup dari para pelancong yang mampir.
Namun, musim dingin kala itu menghadirkan cerita yang berbeda. Cuaca dingin yang menusuk tulang membuat pipa-pipa air membeku, sehingga memaksa wanita berusia 51 tahun itu menutup usaha penginapannya. Akan tetapi kini, musim dingin menjadi musim tersibuk baginya.
Tahun ini menandai tahun kesembilan sejak Li mulai menjalankan bisnis penginapannya. Dia yakin pembukaan Resor Ski Lvcongpo pada 2019-lah yang mengubah hidupnya.
"Saat itu, saya bahkan tidak tahu apa itu ski," kenang Li. Kini, penginapannya ramai dikunjungi oleh para pemain ski yang datang untuk menikmati berseluncur di lereng. "Pendapatan tahunan saya meningkat dua kali lipat sejak resor ski ini dibuka," aku Li.
Dia juga telah meningkatkan fasilitas penginapannya dan bahkan mengganti mobil van lamanya dengan dua mobil baru yang lebih lapang untuk melayani para pengunjung yang datang, imbuhnya.
Saat jam makan siang, ruang makan di penginapan Li, yang diberi nama Lijin Vacation Resort, ramai oleh para pemain ski dan wisatawan yang menikmati hidangan lokal di dekat tungku kayu bakar. Obrolan ceria sesekali disela oleh pengunjung baru yang menanyakan apakah ada meja kosong, yang oleh Li dijawab sambil tersenyum, "Kami sudah penuh, silakan kembali lagi lain waktu."
Sebelumnya, resor-resor ski banyak dibangun di China utara, yang iklim dinginnya secara alamiah mendukung olahraga musim dingin luar ruangan (outdoor). Secara khusus, Harbin, ibu kota Provinsi Heilongjiang, China timur laut, menarik pengunjung dengan festival esnya yang terkenal, patung-patung salju yang rumit, dan berbagai resor ski yang besar.
"Wisatawan membantu merevitalisasi ekonomi kami. Sementara itu, jalan-jalan diaspal lebih lebar, rumah-rumah direnovasi, dan banyak anak muda yang dulu mencari peluang kerja di kota-kota besar kini kembali untuk memulai bisnis di rumah," tutur Mu.
Namun, ketika Olimpiade Musim Dingin Beijing memicu antusiasme terhadap olahraga musim dingin di seluruh China, industri ini mulai berkembang meluas. Daerah China bagian selatan, dengan lanskapnya yang beragam, mulai membangun resor-resor ski indoor maupun outdoor. Oleh karena itu, olahraga ski pun hadir di daerah-daerah subtropis seperti Hubei.
Resor Ski Lvcongpo adalah contoh khas dari gelombang baru ini. Terletak di ketinggian 1.800 meter, resor ini memiliki sembilan jalur sepanjang 5 kilometer dan menerima rata-rata lebih dari 1.000 pengunjung setiap hari selama musim puncak, kata Mu Zhe, sekretaris Partai kota tersebut. Untuk musim salju kali ini, hotel-hotel di Lvcongpo melaporkan tingkat okupansi di atas 80 persen, sebuah peningkatan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya.
Satu dekade yang lalu, Lvcongpo lebih dikenal dengan industri pertambangan batu bara yang mulai lesu dan industri pertanian yang kurang berkembang. "Saat itu, musim dingin sangat keras, dan kota ini seperti tak bernyawa," kenang Mu, seraya menambahkan bahwa kebangkitan olahraga musim dingin telah mengubah hidup.
"Wisatawan membantu merevitalisasi ekonomi kami. Sementara itu, jalan-jalan diaspal lebih lebar, rumah-rumah direnovasi, dan banyak anak muda yang dulu mencari peluang kerja di kota-kota besar kini kembali untuk memulai bisnis di rumah," tutur Mu.
Manfaat ekonomi juga meluas hingga melebihi sektor pariwisata. Sekitar 600 penduduk setempat mendapatkan pekerjaan di resor atau memulai bisnis sendiri, seperti penyewaan peralatan dan toko-toko khusus lokal. Hingga saat ini, industri ski telah menghasilkan lebih dari 200 juta yuan (1 yuan = Rp2.224) atau sekitar 27 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp16.236) per tahun untuk wilayah tersebut.
Pengunjung seperti Huang Chao, yang datang dari Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, menikmati kenyamanan dan keterjangkauan Lvcongpo. "Saya mulai bermain ski setelah Olimpiade Musim Dingin Beijing, dan saya telah mengunjungi banyak resor ski di Hubei serta Heilongjiang dan Xinjiang," tutur Huang yang berusia 40 tahun.
"Bermain ski membuat saya ketagihan. Biasanya, saya bermain ski empat sampai lima kali dalam setahun, dan setiap kali bermain menghabiskan waktu lebih dari tiga hari. Heilongjiang memiliki salju berkualitas tinggi, namun suhu di luar ruangan bisa mencapai minus 20 hingga 30 derajat Celsius," jelas Huang. "Sementara di sini, di Lvcongpo, suhunya sekitar nol derajat Celsius, yang jauh lebih nyaman, dan biayanya pun hanya sepersepuluh dari biaya di Xinjiang."
Pada 2020, Lvcongpo hanya memiliki satu hotel dan enam penginapan. Per Juli 2024, jumlah tersebut telah bertambah menjadi tujuh hotel dan 156 penginapan.
Manfaat ekonomi juga meluas hingga melebihi sektor pariwisata. Sekitar 600 penduduk setempat mendapatkan pekerjaan di resor atau memulai bisnis sendiri, seperti penyewaan peralatan dan toko-toko khusus lokal. Hingga saat ini, industri ski telah menghasilkan lebih dari 200 juta yuan (1 yuan = Rp2.224) atau sekitar 27 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp16.236) per tahun untuk wilayah tersebut
Meskipun musim ski sangat menguntungkan, ada juga tantangannya. "Wisata musim dingin memang bagus sekali, tetapi mengandalkan satu musim saja dapat menjadi sebuah keterbatasan," kata Mu.
Oleh karena itu, Lvcongpo mendiversifikasi penawarannya. Setelah salju mencair, resor ski akan berubah menjadi tempat bermain ski rumput dan taman bunga, dengan atraksi tambahan seperti kebun sayuran dataran tinggi.
"Kami tidak lagi bergantung pada musim dingin saja. Inisiatif ini mengubah Lvcongpo menjadi destinasi sepanjang tahun, yang menawarkan rekreasi selama musim semi dan musim gugur serta tempat peristirahatan di musim panas, dan penduduk setempat dapat memperoleh penghasilan tetap sepanjang tahun," ujar Mu.
Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2025