TEMPO.CO, Jakarta - Kerajaan Arab Saudi belum mengeluarkan visa haji furoda tanpa penjelasan hingga batas akhir layanan, sehingga banyak jemaah jalur ini kemungkinan gagal berangkat. Direktur Jenderal PHU Kementerian Agama Hilman Latief, menyatakan dari kuota haji reguler 203.320 jemaah, visa yang diterbitkan hanya 203.279.
"Saat ditutup, masih ada 41 visa yang masih dalam proses pemvisaan. Ini artinya sudah tidak memungkinkan dilanjutkan prosesnya," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief dikutip dari laman Kementerian Agama pada Kamis, 28 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari Antara, Selasa, 27 Mei 2025, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa keterlambatan penerbitan visa haji furoda tidak hanya dialami oleh jemaah asal Indonesia, tetapi juga terjadi di sejumlah negara lain. Ia menegaskan bahwa Kementerian Agama terus menjalin komunikasi dengan otoritas Arab Saudi untuk mencari kejelasan atas masalah ini.
Meskipun sempat terjadi keterlambatan di awal keberangkatan, ia memastikan bahwa visa untuk jemaah haji reguler kini sudah seluruhnya diterbitkan. Nasaruddin juga menambahkan bahwa kewenangan penerbitan visa sepenuhnya berada di tangan otoritas Saudi, bukan Kemenag.
Haji Khusus oleh Pemerintah Arab Saudi
Menurut laman Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), haji furoda adalah program haji yang diselenggarakan langsung oleh Pemerintah Arab Saudi melalui undangan khusus atau visa mujamalah. Program ini tidak menggunakan kuota haji reguler maupun kuota haji plus nasional.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, warga negara Indonesia (WNI) yang mendapatkan undangan visa haji furoda dari Kerajaan Arab Saudi wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), yaitu lembaga berbadan hukum yang telah mendapat izin dari Menteri Agama untuk menyelenggarakan haji khusus. PIHK yang memberangkatkan jemaah haji furoda juga diwajibkan melaporkan kegiatannya kepada Menteri Agama, dan jika tidak dipatuhi, akan dikenakan sanksi administratif.
“Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. penghentian sementara kegiatan; dan/atau d. pencabutan izin,” demikian bunyi Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) Muhammad Firman Taufik, menyebutkan bahwa pada tahun 2024, biaya untuk menjalankan haji furoda berkisar antara Rp 373,9 juta hingga Rp 975,3 juta. Sementara itu, untuk haji khusus atau Ongkos Naik Haji Plus (ONH Plus), biayanya berada di rentang Rp 159,7 juta hingga Rp 958,4 juta.
Dengan angka tersebut, haji furoda menjadi salah satu program haji dengan biaya tertinggi dibandingkan haji plus maupun haji reguler. Meski begitu, besarnya biaya haji mujamalah ini bervariasi tergantung pada jenis paket yang dipilih serta fasilitas yang ditawarkan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus.
Alasan Visa Haji Furoda Tidak Terbit
Anggota Tim Pengawas Haji DPR Marwan Dasopang, mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada kejelasan mengenai alasan visa haji furoda tidak dikeluarkan oleh otoritas Kerajaan Arab Saudi. Ia menyebut, kejadian ini merupakan yang pertama terjadi menjelang puncak pelaksanaan ibadah haji yang dijadwalkan berlangsung pekan depan.
Menanggapi situasi tersebut, Ketua Komisi VIII DPR yang membidangi urusan keagamaan itu menyatakan bahwa pihaknya akan mengakomodasi isu terkait haji furoda dalam revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU). Tujuannya adalah agar DPR dan pemerintah memiliki kewenangan untuk turut memastikan penyelenggaraan ibadah berjalan sesuai aturan.
Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj, mengimbau masyarakat untuk tidak menyalahkan pemerintah atas belum terbitnya visa jemaah haji furoda pada musim haji tahun ini. Ia menegaskan bahwa persoalan ini berada di luar tanggung jawab pemerintah karena sepenuhnya merupakan urusan bisnis antara jemaah dan pihak penyelenggara perjalanan.
“Visa haji furoda belum dikeluarkan oleh otoritas Arab Saudi hingga batas akhir pelayanan. Karena berada di luar kuota resmi, hal ini bukan tanggung jawab pemerintah,” ujarnya dalam pernyataan di Jakarta, Jumat, 30 Mei 2025.