TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aviliani menyarankan agar pemerintah memberlakukan relaksasi perbankan apabila beberapa perusahaan di Indonesia terkena imbas kebijakan tarif timbal balik Amerika Serikat.
“Jangan sampai nanti efeknya default (tidak bisa membayar pinjaman), jadi debiturnya yang sudah hancur tambah hancur,” kata dia ketika ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian usai rapat koordinasi antar kementerian dan asosiasi usaha pada Senin, 7 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aviliani menjelaskan, apabila kebijakan tarif resiprokal sebesar 32 persen mempengaruhi ekspor dalam negeri, perusahaan bisa mengalami peningkatan non-performing loan (NPL). Dengan memberlakukan relaksasi, menurut dia, perusahaan bisa diberi jangka waktu tertentu untuk bisa membayar kredit. Dengan begitu, NPL bank tidak naik dan perusahaan juga tidak langsung default.
Pemerintah, melalui Otoritas Jasa Keuangan, pernah menerapkan kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit pada masa pandemi COVID-19. Ketika itu, debitur yang bisa mengajukan restrukturisasi adalah yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit serta memiliki prospek usaha yang baik atau dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah kredit restrukturisasi.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan sektor ekspor utama Indonesia yang bakal terhantam tarif Trump tersebut adalah produk tekstil, pakaian, dan alas kaki. Dia mencatat ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat mencapai 61,4 persen dan alas kaki sebesar 33,8 persen. “Begitu kena tarif yang lebih tinggi, brand itu akan menurunkan jumlah order atau pemesanan ke pabrik Indonesia,” kata Bhima, Kamis, 3 April 2025, dikutip dari Antara.
Kenaikan tarif impor diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump pada Rabu, 2 April 2025. Menurut unggahan Gedung Putih di Instagram, Indonesia berada di urutan ke delapan daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32 persen. Adapun sekitar 60 negara bakal dikenai tarif timbal balik separuh dari tarif yang mereka berlakukan terhadap AS. Berdasarkan daftar tersebut, Indonesia bukan negara satu-satunya di kawasan Asia Tenggara yang menjadi korban dagang AS. Selain itu ada Malaysia, Kamboja, Vietnam, serta Thailand dengan masing-masing kenaikan tarif 24 persen, 49 persen, 46 persen dan 36 persen.