JPPI: Sekolah Rakyat Berpotensi Jadi Bancakan Baru Korupsi di Dunia Pendidikan

1 week ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyoroti rencana pemerintah membentuk sekolah rakyat bagi anak-anak keluarga miskin. Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji menilai program tersebut bukan hanya berisiko memperkuat segregasi sosial, tetapi juga membuka peluang bancakan korupsi baru di sektor pendidikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ini berpotensi menjadi ceruk baru korupsi. Kita tahu pendidikan itu masuk lima besar sektor paling korup di Indonesia,” ujar Ubaid kepada Tempo pada Selasa, 8 April 2025.

Menurut dia, dana pendidikan yang besar kerap menjadi sasaran penyelewengan di berbagai level birokrasi, dari pusat hingga daerah. Ia menyebut sejumlah kasus penyalahgunaan dana bantuan operasional sekolah, dana Program Indonesia Pintar (PIP), hingga pengadaan barang dan jasa pendidikan sebagai contoh kegagalan pengawasan yang belum juga dituntaskan.

“Mulai dari kepala sekolah sampai pejabat dinas, banyak yang tersangkut korupsi dana pendidikan. Kalau sekarang dibuat skema baru seperti sekolah rakyat, risiko penyelewengannya semakin besar,” kata dia.

JPPI turut mempertanyakan urgensi membentuk jenis sekolah baru, alih-alih memperkuat sistem pendidikan yang sudah ada. Menurut Ubaid, negara seharusnya fokus pada optimalisasi pemanfaatan sekolah negeri dan swasta yang sudah tersedia, serta memperbaiki tata kelola pembiayaannya.

“Misalnya di Jakarta, sekolah negeri hanya menampung 35 persen anak SMA. Sisanya 65 persen harus masuk swasta. Nah, kenapa pemerintah tidak bekerja sama dengan sekolah swasta dan membantu pembiayaannya? Itu lebih efektif ketimbang bikin skema baru yang pengelolaannya bisa ruwet dan rawan diselewengkan,” katanya.

Ia juga mengkritik ide Presiden Prabowo Subianto yang memberikan kewenangan kepada Kementerian Sosial dalam inisiasi sekolah rakyat. Menurut dia, kementerian tersebut tidak memiliki rekam jejak dalam pengelolaan pendidikan. Ubaid menyebut hal itu bisa memperburuk tata kelola sektor yang sudah carut-marut.

“Kementerian Dikdasmen yang dari dulu urus pendidikan saja masih terseok-seok. Apalagi ini kementerian baru yang belum pernah punya pengalaman mengelola pendidikan. Potensi masalahnya akan makin besar,” kata Ubaid.

Selain soal tata kelola dan risiko korupsi, JPPI juga menyoroti ketiadaan pelibatan publik dalam penyusunan kebijakan sekolah rakyat. Hingga kini, kata Ubaid, JPPI sebagai koalisi masyarakat sipil dengan 30 lembaga anggota, belum pernah diajak berdiskusi oleh pemerintah mengenai konsep tersebut.

“Untuk (diskusi) soal sekolah rakyat belum pernah ya. Dililbatkan soal uji publik konsep sekolah rakyat ini, belum. Kalau yang lain saya tidak tahu,” ujarnya.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf menanggapi soal anggapan program sekolah rakyat yang berpotensi untuk jadi bancakan atau “proyek-proyekan” kementerian. “Enggak ada itu kalau dibilang ini proyek-proyekan kementerian. Saya juga tidak punya kepentingan. Ini murni ide dari Pak Presiden. Yang mengerjakan juga bukan dari Kemensos saja. Ada dari kementerian yang beririsan yang ikut dilibatkan,” kata dia.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |