Balapan Ketat Kecerdasan Buatan: OpenAi, DeepSeek, Manus, MetaAI

3 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan ini, dunia kecerdasan buatan disingkat AI makin ramai dengan persaingan antarperusahaan teknologi besar.

Nama-nama seperti OpenAI, Meta, DeepSeek, hingga pendatang baru seperti Manus, saling berlomba menghadirkan model AI yang paling canggih dan mudah diakses. Masing-masing punya pendekatan berbeda, dari yang tertutup dan eksklusif, sampai yang terbuka dan bisa dimodifikasi sendiri oleh pengembang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tetapi kompetisi ini bukan hanya soal perusahaan. Banyak negara juga mulai serius terlibat dalam strategi pengembangan AI, karena teknologi ini sekarang dianggap penting untuk urusan ekonomi, keamanan, dan posisi mereka di panggung global. Amerika Serikat, Tiongkok, Inggris, hingga Uni Emirat Arab punya kebijakan masing-masing untuk tetap kompetitif dalam perlombaan ini.

Empat nama besar tengah menonjol dalam babak terbaru persaingan ini, yakni OpenAI, DeepSeek, Manus, dan Meta AI. Masing-masing hadir dengan pendekatan dan ambisi yang berbeda, namun semuanya merepresentasikan arah baru perkembangan teknologi AI yang semakin terbuka, cepat, dan global.

OpenAI

OpenAI merupakan perusahaan di balik ChatGPT yang telah lama menjadi simbol dari AI generatif yang canggih. Namun, dikutip dari SCMP, ketergantungan pada model closed-source mulai dipertanyakan, terutama oleh klien besar yang khawatir soal kendali dan keamanan data.

Di tengah tekanan dari para pesaing yang menawarkan model terbuka, serta kritik publik dari tokoh seperti Elon Musk, OpenAI kini mulai membuka diri terhadap pengembangan model yang lebih bisa diakses publik. Langkah ini mencerminkan perubahan strategi yang signifikan, sekaligus menunjukkan bahwa, bahkan pemain terbesar pun harus beradaptasi dalam ekosistem yang kian kompetitif.

DeepSeek

Dari Tiongkok, DeepSeek muncul sebagai penantang yang makin diperhitungkan. Start-up ini menggebrak industri pada awal 2025 lewat peluncuran R1, yakni model open-source yang secara mengejutkan menyamai, bahkan melampaui, beberapa model terbaik milik OpenAI di beberapa tolok ukur.

Tak berhenti di sana, DeepSeek baru-baru ini memperkenalkan versi terbaru mereka, DeepSeek-V3-0324, yang diklaim memiliki peningkatan besar dalam kemampuan penalaran dan pengkodean. Selain itu, DeepSeek memiliki keunggulan efisiensi, biaya pelatihan modelnya jauh lebih murah, sehingga menjadikannya solusi menarik bagi pasar global.

Meski demikian, menurut Forbes, DeepSeek juga menghadapi resistensi politik, terutama di Amerika Serikat. Beberapa lembaga federal sudah membatasi penggunaannya karena kekhawatiran keamanan, dan rancangan undang-undang untuk melarang DeepSeek di perangkat pemerintah tengah dibahas di Kongres.

Manus

Tidak kalah menarik, Tiongkok kembali membuat gebrakan lewat peluncuran Manus pada Maret 2025. Tidak seperti chatbot biasa, Manus diklaim sebagai agen AI otonom, yakni sistem yang dapat mengambil keputusan dan mengeksekusi tugas secara mandiri tanpa harus diarahkan terus-menerus.

Manus dikembangkan oleh Beijing Butterfly Effect Technology Ltd dan berkolaborasi dengan Alibaba melalui integrasi model Qwen. Peluncuran awal dilakukan secara terbatas dan eksklusif lewat undangan, namun antusiasme tinggi di media sosial Tiongkok menunjukkan potensi besar yang dimiliki teknologi ini.

Dengan pendekatan otonom, Manus membawa kembali perbincangan tentang pencapaian AGI (Artificial General Intelligence). Beberapa pihak memprediksi bahwa AGI bukan lagi sekadar konsep futuristik, tapi bisa terwujud dalam waktu dekat.

Meta AI

Sementara itu, Meta sebagai induk perusahaan Facebook mengalami gejolak internal di divisi riset AI mereka, Fundamental AI Research (FAIR). Dulu menjadi jantung inovasi AI terbuka, FAIR kini kalah pamor oleh tim GenAI yang lebih fokus pada produk komersial, seperti seri Llama.

Dikutip dari Fortune, peluncuran Llama 4 justru dilakukan oleh tim GenAI, bukan FAIR. Hal ini menyenggol sejumlah peneliti FAIR, termasuk Joelle Pineau, yang sebelumnya memimpin lab tersebut. FAIR disebut sedang kehilangan arah, meskipun tokoh senior seperti Yann LeCun menyatakan ini adalah fase kebangkitan kembali untuk fokus pada riset jangka panjang.

Meski Meta berencana menginvestasikan hingga $65 miliar untuk AI tahun ini, muncul kekhawatiran bahwa riset eksploratif mulai dikesampingkan demi kebutuhan pasar.

Persaingan AI saat ini bukan hanya tentang siapa tercepat, tapi siapa yang bisa memadukan inovasi, efisiensi, dan kepercayaan publik. Dengan pendekatan yang beragam, berbagai perusahaan AI berlomba-lomba untuk menunjukkan bahwa masa depan AI akan dibentuk oleh teknologi serta strategi.

Ni Made Sukmasari turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor:

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |