Inggris Dilaporkan akan Batalkan Pengiriman Pasukan Perdamaian ke Ukraina

4 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Inggris kemungkinan akan membatalkan rencana pengiriman ribuan pasukan perdamaian ke Ukraina, yang awalnya disebut merupakan keinginan Prancis, karena risikonya terlalu tinggi. Hal ini diungkapkan surat kabar Times seperti dikutip Kyiv Independent pada Kamis.

Rencana awal, yang mencakup perlindungan kota, pelabuhan, dan pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina, sedang dipertimbangkan kembali demi kehadiran pasukan yang lebih terbatas dan strategis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Risikonya terlalu tinggi dan pasukannya tidak memadai untuk tugas seperti itu. Ini selalu menjadi pemikiran Inggris. Prancis-lah yang menginginkan pendekatan yang lebih kuat," kata seorang sumber yang terlibat dalam diskusi tentang "koalisi kesediaan" (untuk membantu Ukraina).

Pemberitaan yang mengutip sumber-sumber dari Inggris itu mengemukakan bahwa komitmen keamanan terhadap Ukraina akan difokuskan pada pembentukan ulang dan persenjataan kembali angkatan bersenjata Ukraina.

"Para pelatih diharapkan 'menenangkan' dengan kehadiran mereka di sana, tetapi bukan pasukan pencegah atau perlindungan," ujar sumber itu, yang menyatakan kekhawatiran bahwa setiap kegagalan dalam gencatan senjata dapat meningkat menjadi konflik yang lebih luas.

Pendekatan yang direvisi akan mengalihkan fokus ke arah pembangunan kembali dan perlengkapan militer Ukraina, dengan pengiriman senjata berkelanjutan dan langkah-langkah perlindungan udara dan laut yang menjadi tulang punggung dukungan di masa mendatang.

Pada 15 Maret, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyampaikan rencana untuk mengirim 10.000 pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina dalam pertemuan puncak virtual tingkat tinggi di London.

Misi penjaga perdamaian akan menjadi "kekuatan yang signifikan dengan sejumlah besar negara yang menyediakan pasukan dan kelompok yang jauh lebih besar yang berkontribusi dengan cara lain," kata seorang sumber senior pemerintah kepada Sunday Times.

Alih-alih menempatkan pasukan di dekat garis depan, Inggris dan Prancis sekarang bertujuan untuk mengirim pelatih militer ke Ukraina bagian barat, memenuhi komitmen untuk mengerahkan personel tanpa terlibat dalam peran pertahanan langsung.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan setelah menjadi tuan rumah pertemuan puncak "koalisi kesediaan" di Paris pada 27 Maret bahwa sejumlah negara ingin mengirim pasukan ke Ukraina sebagai "pasukan efek jera."

Macron mengatakan bahwa inisiatif bersama Inggris-Prancis itu tidak akan menggantikan pasukan Ukraina atau pasukan penjaga perdamaian.

Namun, tujuan dari pengiriman pasukan tersebut adalah untuk menghalangi Rusia dengan menempatkan pasukan di lokasi-lokasi strategis.

Operasi Interflex, misi pelatihan domestik Inggris untuk pasukan Ukraina, diperkirakan akan berakhir pada akhir tahun, dengan operasi dipindahkan ke pangkalan dekat Lviv. Namun, pejabat Ukraina tetap berhati-hati, mengingat bagaimana pelatih Barat menarik diri tepat sebelum invasi skala penuh Rusia pada 2022.

"Masalah kami sekarang adalah mencoba dan menemukan zona pendaratan di mana Ukraina tidak harus melanggar semua garis merahnya," kata seorang sumber diplomatik Inggris.

Pejabat Eropa dan Inggris juga bekerja di belakang layar untuk memajukan pembicaraan damai, berharap untuk mengatur pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Volodymyr Zelensky di Roma setelah pemakaman Paus.

"Kami akan mengubah posisi kami, tetapi kami ingin Moskow melanggar garis merah mereka," seorang sumber diplomatik menjelaskan.

Dorongan itu muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa dukungan AS dapat goyah jika Ukraina menolak untuk membuat konsesi. Terutama karena Trump mempertahankan sikap yang lebih keras terhadap Zelensky daripada terhadap Putin, menurut pejabat Inggris.

Ukraina masih berada di bawah tekanan untuk menanggapi rencana perdamaian AS yang lebih luas yang pertama kali diajukan di Paris pada 17 April. Menurut Wall Street Journal, rencana tersebut mencakup pengakuan AS atas aneksasi Rusia atas Krimea pada 2014 dan larangan Ukraina bergabung dengan NATO — dua tuntutan Kremlin yang telah lama ada.

Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan bahwa kehadiran militer asing di Ukraina akan dipandang sebagai ancaman bagi Rusia, serta berisiko menimbulkan bentrokan militer langsung.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |