Shanghai (ANTARA) - Berbagai lokasi di Indonesia disebut potensial untuk menjadi lokasi syuting serial mikro drama yang membutuhkan biaya lebih murah dibanding film layar lebar.
"Ciri serial mikro drama adalah produksinya lebih cepat dan biayanya lebih rendah, dan biaya syuting di Indonesia hanya sepertiga dari biaya syuting di Amerika Serikat atau negara lainnya, jadi sangat potensial," kata Wakil Presiden Shanghai Vancouver Film School Chen Xiaoda di kampus Shanghai Vancover Film School, Shanghai, China pada Kamis.
Chen Bo menyampaikan hal tersebut dalam diskusi "Constructing Cinematic Futures: Film Oriented Destinations, Global Film Education & AI" yang diselenggarakan oleh Badan Perfilman Indonesia dan Shanghai Vancover Film School.
Serial mikro drama yang dimaksud Chen adalah drama bersambung yang ditonton secara vertikal di layar ponsel. Untuk dapat menonton keseluruhan episode drama, masyarakat harus membayar sejumlah uang.
Menurut Chen, pasar serial mikro drama di China pada 2025 mencapai lebih dari 50 miliar RMB (sekitar Rp110 triliun) dan secara pasar global diperkirakan mencapai 8 miliar RMB (sekitar Rp17,6 triliun) dengan tiga aplikasi utama yaitu DramaBox, ReelShort dan ShortMax.
"Mungkin tidak banyak yang tahu judul-judul dramanya tapi secara keseluruhan sudah ada 35.527 judul serial mikro drama dan drama-drama tersebut saat ini secara visual maupun plot cerita juga semakin baik kualitasnya karena masukan penonton," tambah Chen.
Baca juga: Indonesia siap perkuat kerja sama perfilman dengan China
Dari judul-judul serial mikro drama, sudah ada 14,486 juta pengunduhan hanya pada Mei 2025 atau jauh melebihi gabungan penayangan OTT Netflix dan HBO.
"Dengan lebih dari 50 juta pengunduhan pada 2024, Indonesia mencapai peringkat pertama di Asia Tenggara dan kedua secara global setelah Amerika Serikat sebagai pasar serial mikro drama ini dengan aplikasi DramaBox, Micro Drama dan FlickReels sebagai ketiga terbanyak digunakan, unggul jauh dibanding Netflix atau bahkan TikTok," jelas Chen.
Salah satu serial yang populer di pasar Indonesia menurut Chen berjudul "Membangun Cinta di Era 80-an" yang membawa kesamaan budaya ditambah adanya unsur nilai keluarga dan historis sehingga mendapat perhatian Indonesia.
"Karena itu Indonesia juga bisa menjadi tempat syuting serial mikro drama karena Indonesia punya banyak tempat dengan pemandangan alam yang eksotik dan cantik. Lokasi ini dapat digunakan untuk beberapa judul mikro drama sekaligus karena inti dari serial ini adalah harus efisien," ungkap Chen.
Sedangkan Direktur Film, Musik dan Seni Kementerian Kebudayaan Syaifullah Agam yang ikut memberikan sambutan melalui sambungan "video conference" mengatakan pemerintah mengamati industri film Tiongkok sebagai salah satu yang terbesar di dunia.
"Kami berharap hubungan kedua negara ini mendorong kemajuan juga dalam industri perfilman. Kami tidak hanya merayakan seni dan sinema tapi juga dengan keunggulan budaya dan sejarah maka Indonesia dapat menjadi laboratorium kisah epik kuno dan masih konteksutal dengan budaya ketimuran," kata Syaifullah.
Baca juga: DKI rancang "Jakarta Film Commission" untuk wujudkan kota sinema
Syaifullah mengungkapkan Indonesia juga terbuka untuk dapat melakukan produksi film bersama dan distribusi panggung digital.
"Film bukan sekadar hiburan tapi juga sumber budaya yang strategis, kitaa ingin kedua negara dapat memproleh manfaat yang signifikan dari industri konten ini, meski secara fisik jarak Indonesia dan China cukup jauh," ungkap Syaifullah.
Sedangkan "Industry Training Supervisor" di Shanghai Vancouver Film School Fan Yibo menyoroti apa saja yang harus dipersiapkan bila produser dari China ingin melakukan syuting di Indonesia, misalnya di Gunung Bromo.
"Saya tidak mungkin membawa seluruh kru dari China jadi pasti ada kru dari pihak lokal tapi saya tentu harus memastikan profesionalitasnya," kata Fan Yibo.
Hadir juga dalam acara tersebut Ketua Umum Badan Perfilman Indonesia (BPI) Gunawan Paggaru, Sekretaris Umum BPI Judith Dipodiputro, Wakil Ketua bidang Penelitian dan Pengembangan BPI Tito Imanda, perwakilan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Shanghai, mahasiswa baik dari Indonesia maupun Tiongkok, serta komunitas film.
Baca juga: Kemenbud gelar kompetisi produksi film pendek Layar Indonesiana 2025
Baca juga: Badan Perfilman Indonesia jajaki kerja sama film dengan sineas China
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.