Jakarta (ANTARA) - Setiap 21 September, dunia memperingati Hari Perdamaian Internasional atau International Day of Peace (IDP) yang ditetapkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Peringatan ini menjadi momentum bagi masyarakat global untuk meneguhkan komitmen terhadap perdamaian, toleransi, serta penghentian kekerasan dan konflik.
Hari Perdamaian Internasional pertama kali ditetapkan pada 1981 oleh Majelis Umum PBB. Dua dekade kemudian, pada 2001, majelis tersebut dengan suara bulat mendeklarasikan 21 September sebagai hari gencatan senjata dan tanpa kekerasan selama 24 jam penuh.
Tujuan dari penetapan ini adalah mengingatkan masyarakat dunia untuk menempatkan perdamaian di atas segala perbedaan, serta mengajak semua pihak berkontribusi dalam membangun budaya damai. Mantan Direktur Jenderal UNESCO, Irina Bokova, menegaskan pentingnya solidaritas global dalam menjaga perdamaian.
“Hambatan perdamaian itu rumit dan curam, tidak ada negara yang bisa menyelesaikannya sendirian. Untuk itu diperlukan bentuk baru solidaritas dan aksi bersama, dimulai sedini mungkin,” kata Bokova dalam sidang Majelis Umum PBB pada 2016.
Baca juga: Sejarah tercetusnya perayaan Hari Perdamaian Internasional
Tema 2025: "Act Now for a Peaceful World"
Untuk tahun 2025, PBB mengangkat tema “Act Now for a Peaceful World” atau “Bertindak Sekarang untuk Dunia yang Damai”. Tema ini menekankan pentingnya aksi nyata di tengah kondisi dunia yang penuh gejolak, ketidakpastian, serta meningkatnya konflik dan diskriminasi.
PBB menegaskan bahwa setiap orang memiliki peran untuk menciptakan perdamaian, mulai dari penjaga perdamaian di garis depan konflik, anggota komunitas lokal, hingga para pelajar di ruang kelas. Masyarakat didorong untuk bersuara menentang kekerasan, ujaran kebencian, diskriminasi, dan ketidakadilan, sekaligus menumbuhkan sikap saling menghormati serta merayakan keberagaman.
Berbagai tindakan sederhana dapat menjadi kontribusi nyata, seperti menggelar diskusi tentang pentingnya non-kekerasan, menjadi relawan di komunitas, mendengarkan suara yang berbeda, melawan bahasa diskriminatif di lingkungan kerja, melaporkan perundungan baik secara daring maupun luring, hingga memeriksa kebenaran informasi sebelum membagikannya di media sosial.
Selain itu, masyarakat juga dapat menunjukkan kepedulian melalui pilihan konsumsi, misalnya membeli produk dari merek yang peduli pada isu sosial, atau menyumbang kepada organisasi yang mendorong keberlanjutan dan hak asasi manusia.
Baca juga: Khofifah ajak semua pihak terus serukan perdamaian di Palestina
PBB melalui berbagai programnya terus mendorong terciptanya perdamaian dunia. Komisi Pembangunan Perdamaian PBB, yang pada 2025 genap berusia 20 tahun, berupaya menangani kemiskinan, ketidaksetaraan, diskriminasi, dan ketidakadilan yang berpotensi menjadi pemicu konflik.
Melalui 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), PBB juga mendukung negara-negara dalam meningkatkan kesejahteraan, kesehatan, standar hidup, serta menghapuskan segala bentuk diskriminasi.
Pasukan penjaga perdamaian PBB tetap bertugas di berbagai wilayah konflik dengan kondisi yang sulit, menjadi inspirasi bahwa aksi nyata dapat memberikan dampak positif. Selain itu, Pact for the Future yang baru diadopsi menegaskan komitmen PBB untuk menghadapi tantangan baru, termasuk di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi, serta memastikan keterlibatan generasi muda dalam pembangunan perdamaian.
Melalui kampanye global ActNow, PBB telah mendorong jutaan orang di berbagai negara untuk memilih isu yang mereka pedulikan, berkomitmen bertindak, dan melacak dampaknya.
Seruan bertindak
PBB menyerukan agar semua pihak, mulai dari parlemen hingga komunitas kecil, terus mengambil langkah nyata bagi perdamaian. “Buatlah tindakan kita untuk perdamaian terdengar lebih lantang daripada kata-kata,” demikian seruan PBB dalam rangka peringatan Hari Perdamaian Internasional 2025 dikutip dari laman International Day of Peace United Nations.
Baca juga: PBB beri anugerah ke satu prajurit Indonesia yang gugur saat tugas
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.