TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Hakim yang mengadili perkara Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya, Erintuah Damanik, meminta agar permohonan justice collaborator-nya dikabulkan.
Hal ini disampaikan Erintuah saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan pribadinya. Mula-mula, dia mengatakan, apa yang disampaikannya bukan lah pembelaan. Sebab, dia telah mengakui perbuatannya menerima uang dari Lisa Rachmat selaku pengacara Ronald Tannur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dari semua saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum di persidangan, tidak satu pun yang mengarah kepada perbuatan terdakwa," kata Erintuah di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Selasa, 29 April 2025. Oleh sebab itu, perlu keterangan terdakwa yang bekerjasama untuk mengungkapkan kasus ini.
Jaksa Penuntut Umum atau JPU, lanjut dia, lantas menghubungi penasihat hukumnya. Ini agar Erintuah dan rekannya Mangapul mengurus justice collaborator.
Erintuah menjelaskan, Lisa Rahmat telah mencabut pernyataannya. Advokat itu tak mengakui pernah menyerahkan sejumlah uang kepadanya.
Begitu pula Heru Hanindyo, hakim anggota yang membebaskan Ronald Tannur. Heru tak mengaku pernah menerima sejumlah uang dari Lisa.
Namun, Erintuah menilai, justice collaborator itu justru tidak diapresiasi oleh Jaksa. Terbukti, surat tuntutan JPU tak mempertimbangkan permohonan tersebut, kecuali dalam hal-hal yang meringankan.
"Saya berharap dan memohon kiranya Yang Mulia Majelis Hakim dapat mempertimbangkan terdakwa dan saksi Mangapul sebagai justice collaborator dan memberikan hukuman yang seadil-adilnya, terhadap kami," tutur Erintuah.
Mangapul, dalam pleidoi pribadinya, juga mengungkapkan hal senada. Dia meminta Majelis Hakim mengabulkan permohonan justice collaborator-nya.
Sebelumnya, Erintuah Damanik dan Mangapul dituntut pidana penjara selama 9 tahun. Mereka juga dituntut membayar pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider kurungan 6 bulan.
Dalam kesempatan yang sama, Jaksa juga membacakan tuntutan terhadap Mangapul. Ia dituntut serupa seperti Erintuah Damanik, yakni pidana penjara 9 tahun dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan Heru Hanindyo dituntut lebih berat, yakni pidana penjara selama 12 tahun. Dia juga dituntut membayar pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Atas perbuatannya, ketiga hakim nonaktif itu dituntut melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.