Jakarta (ANTARA) - Gerakan non-blok (GNB) merupakan sebuah aliansi global yang dibentuk oleh negara-negara yang memilih untuk tidak berpihak pada kekuatan besar mana pun. Aliansi ini muncul sebagai respons terhadap ketegangan Perang Dingin, ketika dunia terbagi antara blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan blok Timur yang dipimpin Uni Soviet.
Sejak berdiri pada 1-6 September 1961 di Beograd, Yugoslavia, GNB telah berkembang pesat dan bertransformasi dari sekadar langkah diplomatik menjadi kekuatan utama bagi negara-negara berkembang. Indonesia menjadi salah satu negara pendiri dan berperan aktif dalam mendorong solidaritas serta kerja sama global yang lebih adil.
Sejarah awal GNB
Awal mula GNB berakar dari Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang diselenggarakan pada tahun 1955 di Bandung. Konferensi ini digagas oleh Presiden Soekarno bersama para pemimpin dunia seperti Jawaharlal Nehru dari India, Gamal Abdel Nasser dari Mesir, Josip Broz Tito dari Yugoslavia, dan Kwame Nkrumah dari Ghana.
Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin negara-negara Asia dan Afrika sepakat untuk mengadopsi “Dasasila Bandung”, yang menjadi landasan utama bagi prinsip non-blok. Kesepakatan ini menegaskan pentingnya kerja sama internasional tanpa harus berpihak pada blok kekuatan besar mana pun yang tengah bersaing dalam Perang Dingin.
Enam tahun kemudian, ide dari KAA tersebut diwujudkan melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I GNB yang digelar di Beograd pada 1–6 September 1961. Pertemuan bersejarah ini dihadiri oleh 25 negara, termasuk Indonesia sebagai salah satu negara pendiri, dan menandai lahirnya Gerakan non-blok secara resmi.
Baca juga: Zulhas: Prabowo ke Rusia tunjukkan Indonesia nonblok dan berdaulat
Tujuan GNB
Menurut sejumlah dokumen resmi, GNB didirikan dengan beberapa tujuan utama.
• Menjunjung tinggi kemerdekaan dan kedaulatan negara anggota.
• Menentang imperialisme, kolonialisme, apartheid, dan dominasi asing.
• Mendorong pelucutan senjata dan penyelesaian konflik secara damai.
• Menghindari intervensi asing dan pakta militer multilateral.
• Mengembangkan kerjasama internasional berbasis kesetaraan.
• Mendukung restrukturisasi sistem ekonomi global agar lebih adil.
Peran Indonesia yang fundamental
Indonesia mengambil peran vital dalam GNB sejak awal:
• Pelopor Internasional: Soekarno ikut mendirikan GNB, dan Indonesia menyiapkan KAA Bandung sebagai momentum awal gerakan.
• Tuan Rumah Diplomasi: Indonesia menjadi tuan rumah KAA tahun 1955 dan KTT GNB ke-10 di Jakarta–Bogor pada 1–6 September 1992, yang meningkatkan posisi diplomatik nasional.
• Ketua GNB: Pada KTT ke-10, Presiden Soeharto dipercaya sebagai Ketua GNB, menunjukkan pengakuan global atas peranan RI.
• Inisiatif Teknis dan Ekonomi: Bersama Brunei, Indonesia mendirikan Pusat Kerja Sama Teknik Selatan–Selatan GNB di Jakarta, mendukung pembangunan, pengentasan kemiskinan, dan teknologi.
• Mediator Global: Indonesia aktif meredakan ketegangan internasional seperti konflik di bekas Yugoslavia dan memperjuangkan isu utang negara berkembang melalui GNB.
Baca juga: Kadin: Posisi non-blok RI ideal di tengah perang dagang AS-China
Dampak dan relevansi global
Dengan lebih dari 120 anggota dan 17 negara pengamat, Gerakan Non-Blok (GNB) kini mewakili sekitar 57 persen populasi global. Keberadaan GNB tetap relevan dalam menghadapi berbagai tantangan dunia modern, seperti imperialisme baru, ketimpangan ekonomi, hingga krisis kesehatan global seperti pandemi Covid-19.
Salah satu contohnya terlihat pada KTT tahun 2021 di Belgrade, di mana negara-negara anggota secara tegas mendesak distribusi vaksin Covid-19 yang adil serta peningkatan alokasi dana untuk penanganan krisis iklim. Seruan ini memperkuat kembali semangat solidaritas global, khususnya di antara negara-negara di kawasan selatan dunia.
Dengan demikian, sejarah panjang GNB tidak lepas dari kontribusi kuat Indonesia sejak era Presiden Soekarno hingga saat ini. Indonesia memainkan peran penting dalam pembentukan, kepemimpinan, dan berbagai inisiatif strategis GNB. Keikutsertaan aktif ini menjadikan Indonesia bukan sekadar anggota, tetapi juga motor penggerak utama dalam perjalanan gerakan tersebut.
Di tengah tantangan global abad ke-21, seperti perubahan iklim, krisis kesehatan, dan perkembangan teknologi, posisi GNB menjadi semakin vital. Dukungan konsisten dari Indonesia memperkuat upaya GNB dalam mewujudkan tatanan dunia yang lebih adil, setara, dan damai, terutama bagi negara-negara berkembang yang ingin memperjuangkan kedaulatan dan keadilan global.
Baca juga: Relevansi Dasasila Bandung dan rekonstruksi tatanan dunia
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.