Jakarta (ANTARA) - Sudah lebih dari setengah abad Fort Knox menjadi simbol kekayaan dan kekuasaan Amerika Serikat.
Terletak di Kentucky, instalasi ini diklaim sebagai salah satu tempat paling aman di muka bumi, dijaga militer, dan dilindungi oleh dinding baja setebal hampir satu meter.
Di baliknya tersimpan berton-ton emas batangan, angka resmi dari U.S. Department of the Treasury menyatakan bahwa Fort Knox menyimpan 147,3 juta troy ounces atau sekitar 4.582 metrik ton emas. Angka itu sejak lama menjadi referensi publik, tetapi tidak pernah benar-benar diverifikasi secara terbuka.
Fort Knox didirikan pada tahun 1930-an untuk melindungi emas dari potensi serangan asing. Pengiriman emas pertama tiba pada tahun 1937 melalui Layanan Pos Amerika Serikat dari Percetakan Uang Philadelphia dan Kantor Uji New York.
Selama Perang Dunia II, Fort Knox digunakan untuk menyimpan dokumen-dokumen penting Amerika Serikat, termasuk Deklarasi Kemerdekaan, Konstitusi, dan Bill of Rights.
Tempat ini juga pernah menjadi tempat penyimpanan harta karun dunia, seperti Magna Carta serta mahkota, pedang, tongkat kerajaan, bola emas, dan jubah St. Stephen, Raja Hongaria, sebelum dikembalikan pada tahun 1978.
Audit terakhir yang dikenal publik terjadi pada 23 September 1974. Hari itu, sekelompok kecil anggota Kongres, didampingi media, diizinkan masuk untuk melihat sebagian emas.
Namun, yang mereka lihat bukanlah keseluruhan koleksi. Tak ada dokumentasi menyeluruh, tak ada uji kemurnian, dan tentu saja, tak ada pencocokan nomor seri secara detail.
Publik diberi kesan transparansi, tapi justru dari situ muncul kecurigaan. Mengapa hanya sebagian kecil? Mengapa tidak ada audit menyeluruh?
Semenjak itu, Fort Knox nyaris menjadi simbol kekebalan. Meski berbagai pihak, termasuk ekonom dan aktivis transparansi keuangan internasional, mendesak audit terbuka, suara mereka seolah menguap di lorong baja Fort Knox.
Ketegangan memuncak pada 2013, ketika Bundesbank Jerman, bank sentral yang terkenal konservatif, mengumumkan akan memulangkan 300 ton emas mereka dari New York Federal Reserve.
Langkah itu dilakukan tanpa banyak pernyataan politik, tetapi cukup untuk memicu pertanyaan global tentang ada apa sebenarnya dengan cadangan emas dunia?
Klaim bahwa pengangkutan dilakukan menggunakan kapal perang memang menarik imajinasi publik, tetapi yang lebih nyata adalah tingkat kerahasiaan dan kecepatan operasi itu.
Proses pemulangan ini dilakukan dengan pengamanan tinggi, dan pada 2017, seluruh 674 ton emas yang direncanakan berhasil direpatriasi ke Frankfurt. Secara keseluruhan, Jerman membawa pulang lebih dari 1.200 ton emas dari luar negeri.
Dalam narasi resmi, langkah ini dilakukan demi meningkatkan kontrol nasional atas cadangan devisa mereka. Namun dalam diplomasi, yang tidak diucapkan jauh lebih penting daripada yang diumumkan.
Apapun alasannya, keputusan Jerman menjadi alarm bagi komunitas keuangan global. Ia menyampaikan satu pesan halus tapi kuat tentang kepercayaan, bahkan terhadap mitra transatlantik sekalipun, memiliki batas. Jika Jerman mulai memikirkan skenario "what if", negara lain juga bisa saja melakukannya.
Baca juga: Pentingnya rekening emas di bullion bank
Audit Live Streaming
Pertanyaan lebih besar pun muncul, jika Jerman bisa mengambil emasnya kembali, berapa banyak negara lain yang juga memiliki emas di AS? Dan apakah seluruh emas itu benar-benar masih ada?
Pekan lalu, dunia maya sempat dibuat riuh oleh Elon Musk. Ia menggoda warganet dengan ide gila untuk mengaudit Fort Knox secara live streaming.
Entah sarkasme atau tantangan serius, idenya langsung menyedot perhatian global. Musk, CEO Tesla dan SpaceX itu, tetap punya satu kekuatan, mengubah percakapan publik hanya dengan satu kalimat.
Sebagian orang menganggapnya sebagai sarkasme, sebagian lain membaca pesan yang lebih dalam. Tapi seperti biasa, Musk bukan hanya bicara soal emas. Ia sedang menantang sistem. Ia layaknya menertawakan mitos.
Dan dalam dunia di mana narasi lebih kuat dari fakta, pernyataannya itu mengguncang sebab ia menyentuh saraf paling sensitif dalam sistem moneter global yakni soal kepercayaan.
Yang pasti, misteri Fort Knox belum usai. Apakah emas itu masih utuh di sana, atau telah lama menjadi mitos dalam sistem keuangan global yang dibangun atas kepercayaan semu?
Dalam dunia pasca-pandemi, di mana narasi tentang Great Reset, dominasi dolar, dan aset-aset digital terus mencuat, Fort Knox bukan lagi sekadar bangunan dengan dinding baja.
Ia adalah simbol dari pertanyaan paling mendasar tentang kepercayaan, apakah emas itu benar-benar ada?
Baca juga: Bank Emas Indonesia dan dampaknya terhadap ekonomi domestik
Baca juga: J Resources catat kenaikan cadangan emas enam kali lipat
Narasi Keraguan
Perlu diingat, sejak Amerika Serikat secara resmi meninggalkan standar emas pada 1971 di bawah Presiden Nixon, dolar AS telah menjadi fiat currency. Nilainya tidak lagi didukung emas secara langsung, melainkan oleh kekuatan ekonomi, militer, dan kepercayaan global terhadap stabilitas institusi AS. Fort Knox menjadi simbol dari warisan era emas itu, reliquia dari masa ketika uang adalah kertas yang benar-benar bisa ditukar emas.
Namun, di era pasca-pandemi, ketika likuiditas global membengkak, utang membubung, dan aset digital seperti Bitcoin serta CBDC (central bank digital currency) mulai menggeser lanskap moneter, emas kembali mendapatkan tempatnya sebagai jangkar nilai.
Dan ketika jangkar itu sendiri tertutup rapat dalam lemari baja tanpa audit, dunia mulai bertanya tentang apakah emas itu benar-benar ada?
Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin sempat mengunjungi Fort Knox pada 2017, menyebutnya sebagai “tempat yang sangat aman.” Namun kunjungan tersebut tidak disertai audit terbuka.
Tak ada laporan rinci yang dipublikasikan. Sementara itu, berbagai teori konspirasi berkembang, mulai dari dugaan bahwa sebagian emas telah dipindahkan, dijual diam-diam, hingga tuduhan bahwa tidak ada apa-apa di balik pintu raksasa itu.
Tentu banyak dari klaim itu tidak berdasar. Tapi yang menarik adalah, ketertutupan justru memupuk ketidakpercayaan.
Dalam dunia yang semakin multipolar, kepercayaan tidak bisa lagi dibangun dengan simbolisme semata.
Ketika negara-negara BRICS secara terbuka menyerukan dedolarisasi dan memperkuat cadangan emas mereka, ketika perdagangan minyak mulai dilakukan dengan yuan dan bukan dolar, maka transparansi cadangan emas Amerika tidak lagi menjadi isu domestik. Ia adalah pertaruhan reputasi global.
Mungkin bukan kebetulan bahwa Musk mengangkat isu ini sekarang. Ia membaca gejolak yang sedang berlangsung di dunia moneter.
Ia tahu bahwa dalam era informasi, kepercayaan bisa dibangun dan diruntuhkan dalam hitungan detik. Maka pertanyaannya kini bukan lagi "apakah emas itu ada", melainkan "mengapa kita tidak boleh melihatnya?"
Jika Amerika Serikat benar-benar yakin pada kekuatannya, maka tidak ada alasan untuk menghindari audit terbuka Fort Knox.
Sebaliknya, jika terus ditutup, narasi keraguan akan terus berkembang. Dan dalam ekonomi global yang makin bergantung pada psikologi pasar, narasi bisa menjadi senjata.
Fort Knox, dengan semua kemegahannya, bukan hanya bangunan. Ia adalah cermin dan di dalam cermin itu, dunia melihat, apakah kepercayaan yang menjadi dasar sistem keuangan global selama ini adalah realitas atau sekadar refleksi dari sesuatu yang tak pernah ada?
Baca juga: Lima penimbun emas terbesar di dunia, AS pertama Rusia kelima
Copyright © ANTARA 2025