TEMPO.CO, Jakarta - Seorang dokter Persada Hospital dilaporkan oleh satu tim advokat ke Markas Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang Kota pada Jumat sore, 18 April 2025, atas dugaan pencabulan yang dilakukan AYP terhadap seorang pasien perempuan.
Aksi pencabulan oleh AYP diduga dilakukan saat korban dirawat di ruang naratama atau VIP pada 27 September 2022. Korban seorang selebgram yang berasal dari Serang, Provinsi Banten, dan berdomisili di Bandung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Satria Manda Adi Marwan, sang ketua tim penasihat hukum korban, AYP akhirnya dilaporkan ke Polresta Malang karena dianggap tidak punya iktikad baik dari terduga pelaku untuk bertanggung jawab menyelesaikan persoalan tersebut.
“Hari ini, dengan terpaksa kami akhirnya melaporkan dokter Yoga ini ke pihak kepolisian. Kami pikir setelah banyak pemberitaan muncul, ia akan menyerahkan diri atau merasa bersalah dan meminta maaf kepada klien kami. Tapi nyatanya tidak,” kata Satria kepada para wartawan.
Tiadanya permintaan maaf dari terduga pelaku disebut Satria sebagai sikap pengecut yang sangat keterlaluan dan memalukan. Ia juga menyebut pernyataan manajemen Persada Hospital yang hanya menyesal dan prihatin sebagai sikap sombong dan sangat tidak beretika.
Padahal, dalam acara jumpa pers pada hari yang sama, manajemen Persada Hospital sudah mengakui adanya pelanggaran etika dan kedisiplinan oleh AYP.
Bahkan, dokter AYP diganjar sanksi berat berupa pemberhentian sementara sehingga AYP dilarang bekerja di lingkungan Persada Hospital hingga investigasi internal menyeluruh selesai dilakukan.
Jumpa pers yang dimaksud Satria digelar manajemen Persada Hospital di lantai 7, yang diwakili oleh Anggota Subkomite Etika dan Disiplin Profesi Persada Hospital dokter Galih Endradita dan Supervisor Humas Persada Hospital Sylvia Kitty Simanungkalit.
Dalam jumpa pers pihak Persada Hospital menyampaikan sedang menunggu momentum untuk dapat berkomunikasi langsung dengan korban. Padahal, kata Satria, pihak rumah sakit seharusnya berinisiatif menghubungi korban.
“Harusnya mereka yang proaktif dan legawa meminta maaf kepada klien kami. Kami anggap pihak rumah sakit telah bersikap sangat sombong dan tidak peduli pada pasien. Bisa dibayangkan, klien kami yang dirawat di ruang VIP (ruang naratama) saja diperlakukan begitu, bagaimana lagi jika korbannya dari ruang perawatan yang lebih murah,” kata Satria.
Dokter AYP dilaporkan ke polisi dengan tuduhan melanggar ketentuan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Isi Pasal 6 huruf c Undang-Undang TPKS: setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 300 juta.
“Kami juga mempertimbangkan akan melaporkan pihak rumah sakit karena dokter Yoga pegawai mereka dan mereka gagal memberikan rasa aman dan nyaman pada klien kami, lalu tidak adanya niat baik dan sikap proaktif untuk meminta maaf pada klien kami. Sikap mereka terkesan sangat sombong dan ingin lepas tanggung jawab,” ujar Satria.
Alasan lain, pihak Persada Hospital hendak mempertemukan korban dengan dokter AYP terkait pernyataan dokter AYP yang menganggap pemeriksaan terhadap diri korban sebuah tindakan wajar. Apalagi AYP membantah telah berbuat cabul. Hal ini disampaikan AYP dalam pemeriksaan internal yang dilakukan manajemen Persada Hospital.
“Itu sangat menyalahi aturan dalam UU TPKS. Konfrontasi, mempertemukan pelaku dengan korban itu tidak boleh,” ujar Satria.
Kata Satria, tim penasihat mempunyai barang bukti berupa dokumen dan keterangan pendukung yang diserahkan kepada polisi. Namun, Satria belum bisa menyebutkan secara spesifik barang bukti yang diserahkan karena proses pemeriksaan sedang berlangsung.
“Mohon maaf soal barang bukti yang ditanyakan. Yang jelas, klien kami masih mengalami trauma dan tekanan psikologis. Kadang, kalau pas melamun, memori kejadian itu muncul. Dia juga masih gelisah dan bertanya-tanya apakah langkah melapor ini sudah tepat.”
Satria berharap keberanian korban melaporkan dokter AYP bisa menginspirasi korban TPKS lainnya di Indonesia untuk berani menyuarakan kebenaran dan membela dirinya.
Pemeriksaan oleh polisi terhadap korban berakhir pada pukul 21.00 WIB. Polisi juga memeriksa seorang saksi untuk mengonfirmasi cerita dari korban. Selanjutnya, korban akan menjalani visum psikiatri.