TEMPO.CO, Jakarta - Chile mengumumkan akan menarik atase militer, pertahanan, dan angkatan udaranya dari Israel pada Rabu, dengan alasan kondisi kemanusiaan yang mengerikan yang dihadapi rakyat Palestina di Gaza.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) seperti dilansir Anadolu mengatakan bahwa keputusan untuk menarik atase militer, pertahanan, dan angkatan udaranya dari Kedutaan Besar Chile di Tel Aviv telah dikomunikasikan kepada otoritas Israel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemlu menyatakan bahwa keputusan ini, yang dikoordinasikan dengan Kementerian Pertahanan, berasal dari "situasi kemanusiaan yang sangat serius yang saat ini dialami oleh penduduk Palestina di Jalur Gaza."
Secara khusus disebutkan "operasi militer yang tidak proporsional dan tidak pandang bulu oleh tentara Israel," serta "hambatan terus-menerus untuk mengizinkan bantuan" masuk ke wilayah Palestina yang terkepung.
Menurut situs web Kemlu, para pejabat yang ditarik termasuk Atase Pertahanan dan Angkatan Udara Kolonel Christian Stuardo Nunez, Atase Militer Kolonel Marcelo Elo Rodriguez, dan Atase Angkatan Laut Kapten Pedro Perez Flores.
Tindakan terbaru ini menyoroti pola ketegangan diplomatik antara pemerintahan Presiden Gabriel Boric dan Israel sejak ia menjabat. Gesekan signifikan muncul pada September 2022 ketika Boric menolak bertemu dengan Duta Besar Israel Gil Artzyeli di Istana La Moneda untuk menerima surat kepercayaannya.
Ketegangan kembali berkobar pada April 2024, ketika Boric melarang Israel menghadiri Pameran Udara dan Antariksa Internasional (FIDAE), yang ditafsirkan Tel Aviv sebagai sanksi politik, yang semakin memperburuk hubungan bilateral.
Boric kemudian memanggil Duta Besar Chile untuk Israel untuk konsultasi pada November 2023, setelah pengeboman kamp pengungsi, dan mengumumkan dukungan pemerintahnya terhadap gugatan Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ).
Dalam pernyataan tersebut, pemerintah Chile menegaskan kembali tuntutannya agar Israel "menghentikan operasi militernya di Wilayah Palestina yang Diduduki, mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan, dan menghormati hukum internasional dan hukum humaniter internasional."
Sebelumnya pada Rabu, sedikitnya 24 warga Palestina tewas dalam serangkaian serangan udara mematikan Israel di Jalur Gaza, menandai hari ke-600 konflik mematikan tersebut.