TEMPO.CO, Jakarta - Fakta tentang judi online atau judol diungkap Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam Laporan Hasil Analisa (LHA) yang disampaikan kepada Bareskrim Polri, PPATK menyebut ada 5.885 rekening yang dijadikan penampungan hasil transaksi judol, nilainya mencapai Rp 224 miliar.
Dari jumlah tersebut, Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal atau Dittipidsiber Bareskrim Polri melaporkan baru memblokir sedikitnya 14,69 persen atau 865 rekening penampung judol. Diperkirakan total ratusan rekening yang diblokir tersebut mengandung duit senilai Rp 194,7 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sehingga sampai saat ini total rekening yang sudah ditindaklanjuti oleh bareskrim Polri sejumlah 865 rekening dengan nilai sekitar Rp 194,7 miliar,” kata Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Wahyu Widada dalam konferensi pers Jumat, 2 Mei 2025.
Fenomena banjir rekening untuk menampung duit judol hingga lima ribuan lebih ini menunjukkan bahwa bisnis haram tersebut masih gencar dilakukan di Tanah Air. Namun, tidak ada penjual jika tidak ada pembelinya. Artinya, hadirnya judol juga tak terlepas dari banyaknya peminat. Walau terbukti membuat rugi, para pemain judol tampaknya tak kapok.
Judi online memang membuat candu. Kepala Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta, Kristiana Siste Kurniasanti mengatakan, efek candu yang ditimbulkan judol sebelas-dua belas dengan narkoba. Perbedaannya hanya terletak pada mekanisme penyebabnya.
“Kalau narkoba itu ada zat yang masuk ke dalam otak sedangkan pada judi online tidak ada zat fisik yang masuk. Namun, aktivitas berjudi mengaktifkan sistem reward di otak yang memproduksi zat kimia bernama dopamin,” jelasnya.
Dopamin adalah neurotransmiter atau pembawa pesan yang menciptakan rasa senang dan euforia. Ketika orang berjudi dan menang, lonjakan dopamin memberikan kepuasan yang luar biasa dan mendorong pelaku untuk terus berjudi demi mengejar sensasi tersebut. Inilah yang menyebabkan pemain judol ketika kalah penasaran, namun saat menang merasa kurang.
Padahal banyak pihak mengingatkan bahwa kemenangan dalam judol sudah diatur oleh algoritma. Biasanya pemain judol mendapatkan kemenangan besar di awal sebagai pancingan untuk terus bermain. Kendati begitu kemenangan itu hanyalah semu, sebab niat bandar judol bukan memperkaya pemain, tetapi mengeruk keuangan mereka.
Wasilah jangan main judol di antaranya digaungkan oleh Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada baru-baru ini. Ia mengatakan nahwa algoritma situs judi online telah di-setting agar para pemain tidak bisa menang. Menurut dia, secara tidak langsung para pemain judi online telah dibohongi sebuah sistem yang telah dikustomisasi.
“Tidak ada cerita main judi itu menang. Iming-iming itu hanya sebuah kebohongan,” kata Wahyu dalam konferensi pers tentang judi online di Jakarta Barat pada Jumat, 2 Mei 2025.
Dalam menggaet mangsanya, Wahyu menyampaikan, operator judol akan memperdaya para pemain untuk terus bertaruh dengan perang psikologis. Padahal, apabila diakumulasi, satu kemenangan yang diperoleh mungkin diawali dan akan terus diikuti kerugian yang berkali-kali lipat jumlahnya.
“Kalau pasang satu dapat lima, pasang satu dapat tiga, pasang satu dapat sepuluh. Ini semua ‘kalau’ iya kan, faktanya itu tidak terjadi,” ujarnya.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat di Gedung Bareskrim Polri, Jumat, 2 Mei 2025 juga menyampaikan peringatan serupa, bahwa tidak ada pemain judi yang menang. Sejatinya, algoritma judi online sudah didesain oleh pelaku untuk tidak memenangkan pemain yang telah mengeluarkan banyak uang.
“Pemain jual dua mobil mewah dan uangnya digunakan untuk judi online. Lalu, menang dan dapat satu motor. Mereka lupa kalau sudah hilang dua mobil mewah. Habis itu, mereka main lagi, hilang lagi uang seharga tiga mobil,” ujarnya, seperti dilansir dari Antara.
Peringatan dari pejabat Tanah Air mungkin tak mempan. Tapi wanti-wanti tak main judi online sebenarnya juga pernah disampaikan Lektor kepala psikologi di Wesleyan University, Connecticut, Amerika Serikat, Mike Robinson. Ia mengatakan permainan judi slot sudah diatur sedemikian rupa agar bandarnya selalu untung, sedangkan pemainnya jarang sekali menang.
Ketua Sobat Cyber Indonesia, Miqdad Nizam Fahmi, menjelaskan hasil statistik mencatat pengakuan yang pernah bermain yang selalu rugi karena ada algoritma. Ia menegaskan judol tidak akan membuat kaya karena jika berbicara dari sudut pandang keamanan siber, dengan berjudi online justru akan membuat para pemain rugi, baik secara finansial maupun adanya kebocoran data.
Beberapa penyintas judi online pernah menceritakan pengalamannya kepada Tempo. Salah satunya Reza Fauzi pada 2023 lalu. Tergiur dengan keuntungan yang besar, ia penasaran dengan beberapa model judi online. Setelah berkali-kali merugi, Reza memutuskan berhenti pada 2021. Ia mulai bermain judi online pada 2015, karena melihat teman-temannya di bangku kuliah juga banyak yang bermain.
“Dulu 2015 itu sudah ada judi online,” ujar dia kepada Tempo pada Sabtu, 21 Oktober 2023.
Saat itu, permainan di judi online yang banyak dimainkan adalah ceme atau kartu gaple, togel, dan judi bola. Semua permainan itu pernah dijajalnya. Modalnya pun tidak banyak, paling besar Rp 200 ribu. Bahkan ketika judi slot booming, Reja juga ikut bermain. Dia sempat menang besar yakni Rp 2 juta dengan modal tersebut.
Pegawai swasta asal Cirebon, Jawa Barat, itu juga pernah mengalami kerugian, paling besar yang dia tanggung Rp 500 ribu. Namun, dinamika permainan judi online itu berakhir. Menurut dia, secara logis untuk kemenangan mungkin diberikan sekali dua kali oleh bandarnya. Tapi secara keseluruhan, Reza mencatat kekalahannya lebih banyak.
“Sekarang sudah nggak alhamdulillah. Soalnya gimana pun kita nggak bakal menang. Karena bandar judi online punya setting-annya sendiri,” kata Reja.
Berbeda dengan Reza, Ade Setiawan (bukan nama sebenarnya) terjerumus bertahun-tahun ke dalam jerat judi online sebelum akhirnya memutuskan berhenti pada 2023. Berawal dari iseng, Ade mulanya menjajal platform perjudian pada 2012. Kala itu, da baru lulus kuliah dan belum bekerja. “Awalnya hanya mengisi waktu luang,” kata dia kepada Tempo, Jumat 20 Oktober 2023.
Dari iseng tersebut, Ade semakin getol main slot dan qiu-qiu—jenis permainan judi online—lantaran sempat meraup untung. Bermodalkan Rp 50 ribu, dia sempat mencapai untung hingga Rp 1 juta. Dari berjudi pula, pria asal Majalengka, Jawa Barat itu sempat mendapat untung hingga Rp 3 juta dalam sekali main. Namun, kemenangan itu ternyata diikuti kekalahan. Ujung-ujungnya, dari kiprah perjudiannya itu, Ade malah membukukan boncos hingga Rp 5 juta. Kalah bertubi-tubi, dia akhirnya bertobat.
“Sekarang pola judinya sudah ketahuan, saya enggak pernah menang-menang lagi,” kata dia.
Hanin Marwah, M. Faiz Zaki, dan Melynda Dwi Puspita berkontribusi dalam penulisan artikel ini.