Sri Mulyani Ungkap Alasan Tidak Semua Dosen Mendapat Tukin

2 days ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memaparkan penyebab tidak semua dosen berstatus aparatur sipil negara (ASN) mendapatkan tunjangan kinerja (tukin), yang menimbulkan demonstrasi beberapa waktu lalu. Dia mengatakan, dosen ASN menerima pendapatan yang berbeda tergantung dari kebijakan perguruan tinggi tempat bekerja.

Dia menjelaskan, dosen ASN terbagi menjadi tiga kategori, meliputi dosen di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek); dosen di Kementerian Agama (Kemenag); serta dosen yang bertugas untuk perguruan tinggi di bawah kementerian dan lembaga (K/L). 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, semua dosen yang lulus sertifikasi telah memperoleh tunjangan profesi sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kemudian, dosen di perguruan tinggi K/L juga mengantongi tambahan penghasilan berupa tukin dari instansi induk. 

Sementara itu, untuk dosen di bawah Kemendikti Saintek, ada fasilitas remunerasi bagi dosen yang bertugas di perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH) dan sebagian PTN badan layanan umum (BLU). Sedangkan dosen di bawah PTN satuan kerja (satker), beberapa PTN BLU, dan lembaga layanan (LL) Dikti tidak mendapatkan tukin maupun remunerasi, karena sudah menerima tunjangan profesi. 

Bendahara Negara mengungkapkan, secara historis sejak 2013, kebijakan terkait penghasilan dosen itu berjalan dengan baik, karena nilai tunjangan profesi lebih besar dibandingkan tukin. Namun, pegawai non-dosen yang berada di posisi struktural memperoleh fasilitas tukin, di mana nilainya terus meningkat secara signifikan. 

Sementara itu, nilai tunjangan profesi cenderung stagnan. Dia memberi contoh, guru besar atau profesor menerima tunjangan profesi sebesar Rp 6,74 juta per bulan. Sedangkan pejabat eselon II yang setara dengan guru besar memperoleh tukin sebesar Rp 19,28 juta per bulan. Perbedaan tersebut yang menimbulkan aksi protes dari para dosen. 

Untuk menjawab permasalahan itu, Presiden Prabowo Subianto meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kemendikti Saintek. Adapun salah satu poin perubahan yang tercantum dalam beleid tersebut adalah dosen PTN satker, PTN BLU yang belum mendapatkan remunerasi, dan LL Dikti akan menerima tambahan fasilitas tukin. 

Besaran tukin dosen diperoleh dari formula perhitungan berupa selisih nilai tukin pada kelas jabatan dengan nilai tunjangan profesi sesuai dengan jenjang. Misalnya, jika seorang profesor mendapatkan tunjangan profesi sebesar Rp 6,74 juta dan tukin untuk pejabat eselon II di Kemendikti Saintek sebesar Rp 19,28 juta, maka tukin yang diterima guru besar yang bersangkutan adalah Rp 12,54 juta per bulan. 

Sementara itu, apabila tunjangan profesi yang didapatkan oleh dosen lebih besar daripada tukin, maka yang diberikan tetap tunjangan profesi, tanpa mengurangi dengan nilai tukin. 

“Kalau tunjangan profesi lebih tinggi, sementara tukinnya lebih rendah, bukan berarti dosen yang bersangkutan nilai tukinnya menjadi negatif. Kalau tunjangan profesi yang diperoleh lebih besar, maka nilainya tetap. Kalau tunjangan profesinya lebih kecil, maka kami tambahkan,” kata Sri Mulyani dalam Taklimat Media di Kemendikti Saintek, Jakarta, Selasa, 15 April 2025, seperti dikutip dari Antara

Dengan demikian, struktur penghasilan dosen yang berada di bawah naungan Kemendikti Saintek berdasarkan PTN, antara lain:

  • PTN-BH dan PTN BLU sudah mendapatkan remunerasi: gaji pokok (gapok), tunjangan melekat, tunjangan profesi, dan remunerasi (tidak ada perubahan).
  • PTN satker, PTN BLU yang belum menerima remunerasi, dan LL Dikti: gapok, tunjangan melekat, tunjangan profesi, dan tukin (sesuai Perpres Nomor 19 Tahun 2025). 

Pilihan Editor: Mengapa Pelonggaran TKDN Bisa Merugikan Industri

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |