TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan besaran tunjangan kinerja (tukin) dosen sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek).
Dia mengatakan besaran tukin dosen didapat dari selisih nilai tukin pada kelas jabatan dengan nilai tunjangan profesi sesuai dengan jenjang. Dia memberi contoh, jika seorang guru besar (profesor) mendapatkan tunjangan profesi sebesar Rp 6,74 juta dan tukin untuk jabatan setara eselon II adalah Rp 19,28 juta, maka nilai tukin yang diterima sebesar Rp 12,54 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi, bukan memilih. Tukinnya juga tidak sama dengan tukin Kemendiktisaintek yang struktural, yang sudah ditetapkan berdasarkan kepentingan. Tapi, tukinnya merupakan perbedaan antara yang sudah diterima dari tunjangan profesi dengan tukinnya,” kata Sri Mulyani dalam Taklimat Media di Kemendiktisaintek, Jakarta, Selasa, 15 April 2025, seperti dikutip dari Antara.
Selain itu, lanjut dia, apabila tunjangan profesi yang diperoleh dosen lebih besar daripada nilai tukin, maka yang dicairkan adalah tunjangan profesi, tanpa melakukan melakukan perhitungan selisih dengan nilai tukin.
“Kalau tunjangan profesinya lebih tinggi, sedangkan tukin (dosen) lebih rendah, maka tidak berarti dosen yang bersangkutan tukinnya menjadi negatif. Kalau tunjangan profesinya lebih besar, maka nilainya tetap. Kalau tunjangan profesi lebih kecil, kami tambahkan,” ucap Bendahara Negara.
Skema pemberian tukin itu diberikan kepada dosen berstatus aparatur sipil negara (ASN) yang berasal dari tiga golongan, yaitu satuan kerja (satker) perguruan tinggi negeri (PTN), satker PTN badan layanan umum (BLU) yang belum mendapatkan remunerasi atau penghasilan, serta lembaga layanan (LL) Dikti.
Adapun jumlah penerimanya, yaitu 31.066 dosen ASN, dengan rincian berupa 8.725 dosen satker PTN, 16.540 dosen PTN BLU yang belum memperoleh remunerasi, dan 5.801 dosen LL Dikti. Sementara dosen di PTN berbadan hukum (PTN-BH) dan PTN BLU yang sudah mengantongi remunerasi tidak mendapatkan tukin, karena sudah menerima remunerasi.
Sri Mulyani pun memastikan tukin mulai berlaku per Januari 2025 walaupun Perpres Nomor 19 Tahun 2025 baru diteken Presiden Prabowo Subianto pada Kamis, 27 Maret 2025. Nilai kebutuhan anggaran dari implementasi kebijakan tersebut diperkirakan mencapai Rp 2,66 triliun untuk 14 bulan, sudah termasuk gaji 12 bulan, tunjangan hari raya (THR) keagamaan atau gaji ke-14, dan gaji ke-13.
Anggaran untuk fasilitas tukin itu masuk dalam pos belanja pegawai Kemendiktisaintek. “Nilainya Rp 2,66 triliun yang akan kami bayarkan setelah Mendiktisaintek (Brian Yuliarto) menerbitkan peraturan menteri (permen) untuk pelaksanaannya dan juga ada petunjuk teknis (juknis) terhadap kebijakan ini,” ujar Sri Mulyani.
Adapun rincian tukin pegawai Kemendiktisaintek berdasarkan kelas jabatannya yang tercantum dalam Lampiran Perpres Nomor 19 Tahun 2025 sebagai berikut:
- Kelas jabatan 1: Rp 2.531.250.
- Kelas jabatan 2: Rp 2.708.250.
- Kelas jabatan 3: Rp 2.898.000.
- Kelas jabatan 4: Rp 2.985.000.
- Kelas jabatan 5: Rp 3.134.250.
- Kelas jabatan 6: Rp 3.510.400.
- Kelas jabatan 7: Rp 3.915.950.
- Kelas jabatan 8: Rp 4.595.150.
- Kelas jabatan 9: Rp 5.079.200.
- Kelas jabatan 10: Rp 5.979.200.
- Kelas jabatan 11: Rp 8.757.600.
- Kelas jabatan 12: Rp 9.896.000.
- Kelas jabatan 13: Rp 10.936.000.
- Kelas jabatan 14: Rp 17.064.000.
- Kelas jabatan 15: Rp 19.280.000.
- Kelas jabatan 16: Rp 27.577.500.
- Kelas jabatan 17: Rp 33.240.000.