Jakarta (ANTARA) - Setelah langit malam sebelumnya dihiasi oleh Bulan yang tampak lebih terang dan besar akibat fenomena supermoon atau purnama perige pada Rabu (8/10), kini langit akan kembali menampilkan panoramanya yang menakjubkan.
Panorama tersebut yakni terjadinya fenomena hujan meteor orionid, yang diprediksi akan menghiasi langit malam dengan kilauan cahaya meteor mirip seperti bintang jatuh dengan jumlah yang lebih banyak.
Meskipun selalu disebut “bintang jatuh”, sebenarnya meteor tidak ada kaitannya dengan bintang. Istilah itu muncul karena meteor yang memasuki atmosfer Bumi tampak seperti garis cahaya terang melintas di langit dan terlihat menyerupai jatuhnya bintang.
Berdasarkan laporan NASA, hujan meteor orionid sendiri berlangsung cukup lama, yakni mulai 26 September hingga 22 November 2025, dan puncaknya diperkirakan terjadi pada 21 Oktober 2025.
Apa itu hujan meteor orionid dan penyebab terjadi fenomena ini?
Nama “orionid” berasal dari konstelasi orion, karena titik asal hujan meteor ini tampak berada di sekitar Bintang Betelgeuse yang berwarna merah terang di wilayah “gagang” orion. Kendati demikian, meteor orionid dapat muncul dari arah mana saja di langit.
Orionid termasuk salah satu meteor tercepat, dengan kecepatan sekitar 66 kilometer per detik.
Selain cepat, meteor ini juga dikenal sangat terang dan sering meninggalkan jejak gas terionisasi di langit yang dapat bertahan selama beberapa detik setelah meteor menghilang.
Hujan meteor orionid terjadi ketika Bumi telah melintasi kumpulan partikel debu yang ditinggalkan oleh Komet Halley (1P/Halley).
Kemudian, partikel-partikel tersebut terbakar di atmosfer Bumi dan menghasilkan cahaya yang tampak seperti meteor jatuh.
Sama seperti Bumi, Komet Halley juga mengelilingi Matahari, namun dalam periode yang jauh lebih panjang, yakni sekitar 76 tahun sekali. Setiap kali melintas, Komet Halley meninggalkan partikel debu dari inti kometnya di sepanjang orbitnya.
Saat Bumi melewati lintasan orbit itu, partikel debu tersebut memasuki atmosfer dan bergesekan dengan partikel udara, memanas, lalu menghasilkan kilatan cahaya yang kita kenal sebagai hujan meteor orionid.
Komet Halley terakhir kali mendekati Bumi pada tahun 1986 dan diperkirakan baru akan kembali pada 2061 mendatang.
Meskipun jarak waktunya cukup lama, Bumi tetap melintasi orbit bekas lintasan komet tersebut setiap akhir Oktober, sehingga fenomena meteor orionid bisa disaksikan setiap tahun.
Hujan meteor Orionid biasanya dapat menjatuhkan sekitar 20 meteor per jam di langit malam. Selain itu, fenomena ini juga akan terlihat lebih jelas karena bertepatan dengan fase bulan baru di bulan Oktober.
Pada fase itu, posisi Bulan berada di antara Bumi dan Matahari, sehingga Bulan tidak akan tampak di langit. Kondisi langit akan lebih gelap dan memudahkan pengamat melihat hujan meteor orionid dengan lebih jelas.
Bagi Anda yang ingin menyaksikan puncak hujan meteor orionid pada 21 Oktober, waktu terbaik untuk melihatnya dengan mata telanjang adalah mulai dari sebelum tengah malam hingga menjelang fajar pukul 2 pagi. Lalu, carilah lokasi yang nyaman dan gelap setelah matahari terbenam.
Baca juga: Mengenal ciri-ciri dan dampak jika meteor Jatuh ke bumi
Baca juga: Ini cara meteor terbentuk dan ragam jenisnya di alam semesta
Baca juga: Mengapa meteor bisa jatuh ke bumi? Ini alasan dan proses terjadinya
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.