Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan jenis tindak pidana korupsi sepanjang tahun 2024 masih didominasi oleh kasus kerugian negara. Total kerugian negara mencapai ratusan triliun rupiah.
Demikian disampaikan Staf Hukum ICW Erma Nuzulia saat memaparkan Laporan Hasil Pemantauan Tren Vonis Korupsi 2024 di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Kamis (4/12) sore.
"Berdasarkan hasil analisis ICW, jenis tindak pidana korupsi masih didominasi korupsi dengan kerugian keuangan negara (1.601 terdakwa), diikuti suap menyuap (98) dan pemerasan (28)," ujar Erma.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasal pencucian uang diterapkan pada 25 terdakwa, termasuk tiga perkara yang di-splitsing," sambungnya.
Erma mengatakan minimnya Pasal pencucian uang yang diterapkan oleh penegak hukum memperlihatkan belum adanya upaya ekstra untuk mengoptimalkan pengembalian kerugian negara.
Erma menuturkan pengembalian kerugian keuangan negara menjadi salah satu upaya pemerintah dalam memberikan rasa keadilan bagi warga terdampak korupsi.
Pada tahun 2024, terang dia, total kerugian keuangan negara yang berhasil dihitung sebesar Rp330,9 triliun.
"Namun, sayangnya, tingkat pemulihan kerugian negara masih sangat rendah yakni 4,84 persen yang terdiri dari total denda sebesar Rp316 miliar dan total uang pengganti sebesar Rp16,58 triliun," imbuhnya.
Erma mengungkapkan hal itu disebabkan karena penerapan Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang mengatur pidana uang pengganti oleh hakim tidak maksimal. Sebab, hanya 63,56 persen terdakwa yang dikenakan uang pengganti dari seluruh terdakwa (atau setara 1.158 terdakwa).
Erma menyatakan ICW berhasil mengumpulkan 1.768 putusan yang terdiri dari 1.168 putusan tingkat pertama, 358 putusan tingkat banding, 193 putusan kasasi, dan 49 putusan peninjauan kembali.
Dibandingkan dengan penyelesaian perkara dalam Laporan Tahunan Mahkamah Agung (MA) 2024, baru sekitar 49,04 persen yang dipublikasikan dengan baik dalam kanal Direktori Putusan MA.
Padahal, pada tahun yang sama MA mendapatkan Anugerah Keterbukaan Informasi Publik dengan nilai 96,09 dan memperoleh predikat sebagai Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang informatif.
Hal itu disebut menunjukkan MA tidak terbuka dalam mempublikasikan informasi berupa putusan pengadilan.
Erma menambahkan, dari seluruh putusan sebagaimana dimaksud di atas, terdapat 1.869 terdakwa. Didominasi orang perseorangan (1.865 terdakwa dan terpidana) dan hanya 6 terdakwa korporasi.
Meski MA telah mengeluarkan Perma Nomor 13 Tahun 2016 tentang pedoman pemidanaan terhadap korporasi, Erma bilang kondisi di atas menunjukkan penegak hukum belum memiliki kesamaan paradigma dalam menjerat pelaku dari korporasi pada perkara korupsi.
Di sisi lain, adanya Perma 13/2016 masih belum cukup bagi penuntut umum untuk melakukan pengusutan terhadap korporasi.
Profesi terdakwa
ICW mencatat pekerjaan terdakwa kasus korupsi paling banyak berasal dari sektor swasta (603), disusul pegawai pemerintah daerah (462) dan kepala desa (204). Sementara itu, terdakwa dari jabatan strategis seperti legislatif, kepala daerah, dan pejabat BUMN masih relatif rendah (110).
Erma menerangkan salah satu faktor rendahnya pengusutan terhadap aktor yang memiliki jabatan strategis patut diduga karena adanya Instruksi Jaksa Agung Nomor 6 Tahun 2023 yang salah satu poinnya adalah menghentikan sementara pengusutan terhadap orang-orang yang hendak mengikuti kontestasi pemilihan umum 2024.
Sementara itu, dilihat dari sebaran wilayah, Sumatera Utara menjadi provinsi dengan putusan terbanyak (148), diikuti Jawa Timur (129) dan Sulawesi Selatan (123).
Putusan paling sedikit ditemukan di Papua Barat dan Yogyakarta, masing-masing 17 putusan.
Dari kategori perkara, sektor utilitas mendominasi (322 putusan), disusul desa (310), pemerintahan (282), perbankan (153), dan pendidikan (129).
"Hal ini menunjukan bahwa korupsi di tingkat daerah masih memiliki kerentanan, terutama pada sektor utilitas dan pengelolaan anggaran desa. Pemerintah gagal menyusun mekanisme pencegahan yang konsisten untuk menekan angka korupsi," kata Erma.
(ryn/dal)

5 hours ago
1
















































