Pengelola Pasar Induk Kramat Jati Akui Ada Setoran Bulanan dari PKL ke Ormas

4 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur mengeluhkan adanya pemalakan dari preman berkedok anggota organisasi masyarakat (ormas). Mereka menyebut nominal yang perlu dikeluarkan sekitar Rp 1,6 juta per bulan.

Kepala Sekuriti Pasar Induk Kramat Jati, Teguh, mengatakan praktik PKL membayar anggota ormas memang kerap terjadi di pasar. Ia membenarkan nominalnya bisa mencapai Rp 1 juta per bulan per lapak, dengan cicilan setiap hari. “Prakti begitu pasti ada. Ya bisa segitu (Rp 1 juta). Tapi saya tidak tahu pastinya karena itu transaksi antara PKL dengan oknum itu,” kata Teguh saat ditemui di kantornya pada Jumat, 16 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Teguh, kasus semacam itu sulit dideteksi lantaran bukti transaksi sukar dijumpai. “Kalau kami menindak itu harus berdasar bukti, harus ada korban, kalau yang sering terjadi itu sulit,” ujar pensiunan polisi ini.

Sebelumnya, PKL di Pasar Induk Kramat Jati menyebut pemungutan itu dilakukan dengan dalih sewa lapak dan jaminan agar tak menjadi sasaran penertiban. “Setiap bulan harus membayar Rp 1 juta. Tapi nanti setiap hari juga harus bayar uang harian Rp 20 ribu. Kalau tidak setor, tidak boleh jualan di sini,” kata salah satu PKL, Karsidi, Rabu, 14 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara.

Karsidi menyebut ada sekitar 150 PKL yang berjualan di kawasan tersebut. Ia memperkirakan pungutan liar dari ormas bisa mencapai Rp 1,6 juta per pedagang per bulan. “Kalau ditotal, berarti Rp 225 juta per bulan,” ujarnya.

Berdasarkan pantauan Tempo di lapangan, sejumlah pedagang yang memiliki lapak bercerita hanya membayar uang kebersihan kepada pengelola pasar. Sementara itu, sejumlah PKL mengaku membayar ke pemilik lapak karena menggunakan sebagian area untuk berjualan. “Saya bayarnya ke pemilik lapak karena saya pakai sebagaian tempat milik dia,” kata Toha, seorang penjual daun salam di los sayur, Jumat.

Toha enggan menyebut nominalnya. Sementara itu, seorang PKL bernama Paijem mengaku tidak ditarik biaya oleh pihak mana pun saat berjualan buah di emperan pasar. Perempuan kelahiran Solo ini mengaku awalnya berjualan dengan menyewa sudut lapak milik orang lain. “Tapi karena lapaknya lagi direnovasi, sementara saya jualan di sini,” ujarnya.

Menurut Teguh, saat ini pengelola Pasar Induk Kramat Jati sedang melakukan penataan PKL secara bertahap. Sejumlah PKL yang berada di lokasi tak resmi bakal dipindahkan ke beberapa titik yang sudah dipersiapkan.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |