Jayapura (ANTARA) - Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) kini telah diterapkan di berbagai daerah di Indonesia termasuk di Provinsi Papua.
Pemerintah daerah Papua bertekad dapat menyukseskan program MBG melalui beberapa cara, di antaranya dengan melakukan uji coba pemberian makanan bergizi gratis di beberapa lokasi.
Untuk mewujudkan program tersebut Pemprov Papua bersama 9 kabupaten /kota di daerah ini mengoptimalkan pemanfaatan pangan lokal yang bergizi guna lebih menghemat anggaran.
Sebab, kabupaten/kota di Provinsi Papua selama ini masih mendatangkan komoditas pertanian dan beberapa bahan pokok lainnya itu dari luar kota maupun luar daerah, sehingga cukup memakan biaya.
Oleh karena itu, Pemprov Papua kini mengintensifkan penanaman bahan pangan lokal. Cara itu dilakukan guna menyiapkan kebutuhan pangan yang relatif murah untuk mendukung program MBG.
“Yang menjadi kendala kami saat ini adalah harga program MBG bagi anak-anak di Provinsi Papua. Menurut pemerintah kabupaten setempat tidak cukup. Oleh sebab itu, perlu ada inovasi dan kerja sama tim,” kata Penjabat Gubernur Papua Ramses Limbong.
Biaya makan bagi anak-anak sekolah di Papua idealnya berkisar dari Rp25-45 ribu/anak, tergantung daerah masing-masing.
Untuk menyiasati hal itu, Pemerintah kini berupaya membangun koordinasi dengan instansi terkait serta mulai melakukan penanaman tanaman lokal berikut pemetaan bahan makanan apa yang dapat disubstitusi, namun tidak mengurangi kandungan gizinya.
Di Kabupaten Sarmi, misalnya. Daerah ini terkenal dengan hasil laut, sayuran, umbi-umbian dan juga daging. Hasil-hasil inilah yang harus dikelola oleh pemerintah setempat agar menjadi menu yang disukai anak-anak.
Lalu, di Kabupaten Keerom yang sulit hasil ikan maka dapat diganti protein dengan daging atau telur. Begitu juga di kabupaten lainnya yang memiliki karakter masing-masing.
“Dengan upaya seperti ini maka kami yakin program MBG akan berjalan lancar. Oleh sebab itu, seluruh Pemda, TNI-Polri serta instansi terkait lainnya harus terus mengawal supaya jangan sampai gagal. Karena ini penting bagi pemenuhan gizi anak-anak di Papua,” ujar Ramses Limbong.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Papua pada 2020,, luas perkebunan di Provinsi Papua tercatat sebesar 152.555 hektare. Sagu menjadi tanaman perkebunan terluas yakni mencapai 54.657 hektare dengan produksi sebesar 67.913 ton per tahun.
Selain itu, pada sektor peternakan, populasi unggas di Provinsi Papua pada 2021 mencapai 7.558.989 ekor, dengan unggas terbanyak adalah ayam pedaging atau atam potong dengan jumlah populasi mencapai 3.282.917 ekor, sedangkan populasi itik sebanyak 192.743 ekor.
Hasil produksi daging di Provinsi Papua pada 2022, dari sapi potong sebanyak 2.616.770,82 kilogram, daging kuda 17.250,00 kilogram, daging unggas yang didominasi oleh ayam kampung sebanyak 5.045.489,13 kilogram dan daging itik sebanyak 124.065,35 kilogram.
Sedangkan produksi hasil perikanan tangkap pada 2021 sebanyak 247.238 ton. Produksi hasil perikanan tangkap tertinggi terdapat di Kabupaten Merauke sebanyak 44.786 ton. Sementara produksi hasil perikanan budi daya di Provinsi Papua pada 2021 sebanyak 22.144 ton dari hasil pembesaran dan 22.934.000 ekor hasil pembenihan.
Dari produksi tersebut diharapkan akan bisa menjadi dasar untuk pemenuhan gizi bagi anak-anak sekolah mulai TK hingga SMA atau yang sederajat di Papua.
Pangan lokal bergizi
Melihat potensi bahan pangan lokal tersebut diharapkan akan dapat dihasilkan menu-menu bervariasi dengan kandungan gizi yang cukup sehingga bisa mendukung program MBG.
Dalam 100 gram sagu kering, terdapat 94 gram karbohidrat, 0,2 gram protein, 0,5 gram serat, 10 mg kalsium, dan 1,2 mg zat besi. Kalori yang dihasilkan 100 gram sagu adalah sebanyak 355 kalori.
Kandungan kalori pati sagu setiap 100 gram ternyata tidak kalah dibandingkan dengan kandungan kalori bahan pangan lainnya.
Perbandingan kandungan kalori berbagai sumber pati adalah (dalam 100 g) jagung 361 kalori, beras giling 360 kalori, ubi kayu 195 kalori, ubi jalar 143 kalori dan sagu 353 kalori.
“Maka tinggal bagaimana menerjemahkan 100 gram tersebut ke dalam menu makanan anak-anak,” kata Kepala Program Studi Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Politeknik Kesehatan (Poltekes) Jayapura Maxianus K. Raya.
Meski begitu, saat ini ada tantangan karena makanan anak-anak mulai berubah di mana nasi menjadi makanan utama, sehingga menjadi tugas bersama agar generasi muda di Bumi Cenderawasih tetap menyukai makanan lokal.
Penyedia makanan untuk program MBG diharapkan dapat menyajikan menu-menu lokal dan disukai oleh anak-anak. Dengan demikian, program MBG di sembilan kabupaten/kota di Bumi Cenderawasih dapat berlangsung dengan baik.
Penyajian makanan harus dikreasikan. Hal ini penting agar anak-anak menyukai makanan lokal untuk program MBG.
Keladi misalnya, yang biasanya hanya direbus, dapat dikreasikan dengan ditumbuk lalu dicetak menggunakan cetakan lucu, disajikan dengan ikan suwir, dan sayur lodeh atau pakis. Atau juga dapat disajikan dengan kacang rebus, biji nangka, dan beberapa makanan lainnya.
Ada juga sinole atau yang dikenal dadar gulung sagu, dapat disajikan dengan ikan bakar dan sayur lalapan.
Sedangkan buah-buahan lokal seperti alpukat, nanas, jeruk, mangga, buah naga, dan lainnya yang bisa didapatkan pada sejumlah daerah di Papua. Buah itu juga bisa menjadi varian untuk program MBG.
Begitu banyaknya variasi makanan dan buah-buahan diyakini akan disukai anak-anak hingga dewasa.
“Jadi saya berharap, syarat utama dalam mewujudkan program MBG di Tanah Papua adalah penggunaan pangan lokal atau potensi alam daerah setempat,” kata tokoh pemberdayaan masyarakat Papua, Usilina Epa
Menurut Usilina yang juga penjaga kuliner Papua itu, dengan hasil pangan lokal yang beragam dapat menjadi ide bagi penyedia makanan untuk terus berkreasi. Pangan lokal Papua diolah secara kreatif sehingga bisa lebih menarik dan disukai anak-anak maupun orang dewasa.
Dia berharap ada kerja sama yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan instansi terkait, serta pelaku usaha kuliner Papua maupun UMKM setempat untuk menyukseskan program MBG
Dengan koordinasi yang intens segenap pihak, maka anak-anak akan mendapatkan makanan sehat, segar dan bergizi. Kekayaan pangan lokal di Tanah Papua diharapkan bisa diolah sebagai sumber gizi berimbang dalam menunjang suksesnya pelaksanaan program MBG.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2025