LPEM FE UI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2025 Tak Capai 5 Persen

12 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025 pada 5 Mei 2025. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,94 persen pada periode tersebut.

Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky menyampaikan prediksi tersebut berada di bawah ambang 5 persen. “Menyongsong rilis data PDB Q1-2025 oleh BPS, prediksi saya untuk PDB Indonesia kuartal I-2025 adalah 4,94 persen, dengan kisaran antara 4,93 hingga 4,95 persen,” ujarnya pada Tempo, Sabtu, 3 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LPEM FEB UI merilis kajian berjudul Indonesia Economic Outlook Q2 2025, yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2025 hanya akan mencapai 4,9 hingga 5 persen, di bawah target pemerintah sebesar 5,2 persen.

Laporan tersebut menyoroti pelemahan mesin pertumbuhan struktural Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Indikatornya antara lain penurunan daya beli masyarakat, menyusutnya kelas menengah, dan lemahnya produktivitas sektoral secara berkelanjutan.

Pada masa lalu, ekonomi domestik masih mendapat dorongan dari faktor musiman seperti Ramadan, Idul Fitri, dan libur akhir tahun. Namun, menurutnya kini faktor-faktor tersebut tak lagi memberikan dampak signifikan. Meski ekonomi masih tumbuh 5 persen pada triwulan IV 2024, dampaknya semakin mengecil.

LPEM UI mencatat selama libur akhir tahun lalu, masyarakat lebih memilih berlibur ke destinasi dekat. Tren ini mencerminkan pelemahan daya beli akibat berkurangnya alokasi pengeluaran untuk kebutuhan tersier.

Kondisi domestik yang menantang juga diperburuk tekanan eksternal. Rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberlakukan tarif impor terhadap 90 negara dan kawasan memicu eskalasi perang dagang serta meningkatkan risiko tindakan balasan. Situasi ini menciptakan gejolak besar di ekonomi global, menimbulkan ketidakpastian dan kepanikan di sektor riil dan pasar keuangan.

Riefky menjelaskan bahwa meskipun rencana tarif resiprokal saat ini masih ditangguhkan, potensi perang dagang berskala global tetap terbuka. Risiko ini dapat berdampak pada investasi, perdagangan internasional, inflasi impor, depresiasi mata uang, tekanan fiskal, dan perlambatan ekonomi nasional. “Indonesia tidak berada pada posisi yang menguntungkan untuk meraup manfaat dari kemungkinan perang dagang yang terjadi. Di sisi lain, kondisi domestik juga belum menunjukkan pemulihan produktivitas yang signifikan,” kata Riefky.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |