Kata-kata Bijak Ki Hadjar Dewantara selain Tut Wuri Handayani

3 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Setiap tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional. Tanggal ini ditetapkan untuk mengenang kelahiran Ki Hadjar Dewantara, sosok pelopor pendidikan yang lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara memperjuangkan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang merdeka dan bermartabat.

Tak hanya melalui perjuangan nyata di masa kolonial, Ki Hadjar Dewantara juga meninggalkan warisan pemikiran yang begitu kaya, terutama dalam bentuk kata-kata bijak yang merefleksikan pandangannya tentang pendidikan, kebebasan, dan kemanusiaan. Pesan-pesan ini terus relevan dan menginspirasi dunia pendidikan hingga kini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu kutipan terkenalnya berbunyi, “Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.” Pandangan ini menekankan pentingnya peran pendidik sebagai fasilitator, bukan penentu masa depan anak. Hal ini juga selaras dengan filosofi Among System, yaitu sistem pendidikan yang mendukung kodrat alamiah anak agar tumbuh secara lahir dan batin sesuai jati dirinya.

Ki Hadjar juga menegaskan bahwa pendidikan sejati tidak hanya mencerdaskan otak, tetapi juga membentuk budi pekerti. “Dengan budi pekerti, tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka... Dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya,” ujarnya.

Pendidikan, menurut beliau, tidak bisa lepas dari nilai-nilai kebudayaan dan kehidupan bermasyarakat. Ia berkata, “Pendidikan dan pengajaran di dalam Republik Indonesia harus berdasarkan kebudayaan dan kemasyarakatan bangsa Indonesia.” Dalam pandangannya, pendidikan ideal tidak hanya membebaskan secara intelektual, tetapi juga secara spiritual dan sosial.

Beberapa kutipan lainnya yang menggambarkan prinsip dan nilai pendidikan ala Ki Hadjar Dewantara antara lain:

Dengan ilmu kita menuju kemuliaan.”


Di mana ada kemerdekaan di situ harus ada disiplin yang kuat.”


Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.”


Tidak ada anak yang bodoh. Yang ada hanya guru yang tidak tahu cara mengajar.”

Kalau suatu ketika ada orang meminta pendapatmu,apakah Ki Hadjar itu seorang nasionalis, radikalis, sosialis, demokrat, humanis, ataukah tradisionalis, maka katakanlah bahwaaku hanyalah orang Indonesia biasa saja yang bekerja untuk bangsa Indonesia dengan cara Indonesia."


Tak hanya bicara soal pendidikan, ia juga menyinggung tentang kepemimpinan dan etika hidup. “Seorang pemimpin sejati adalah pemimpin yang mampu memimpin dengan hati dan berpijak pada moralitas yang benar,” tulisnya.

Semboyan legendaris “Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” menjadi simbol semangat pendidikan nasional di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberikan dorongan.

Melalui warisan pemikiran dan semangat yang ia tinggalkan, Ki Hadjar Dewantara mengajarkan bahwa pendidikan adalah jalan menuju kemerdekaan sejati. Kata-kata bijaknya tetap abadi, menjadi pelita bagi generasi pendidik dan peserta didik masa kini maupun masa depan.

Ki Hadjar Dewantara Bapak Pendidikan Nasional

Melansir Buku Ki Hajar Dewantara “Pemikiran dan Perjuangannya” oleh Museum Kebangkitan Nasional, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Ki Hajar Dewantara merupakan keturunan keluarga bangsawan Pakualaman. Dia adalah putra dari Gusti Pangeran Haryo (GPH) Sorjaningrat dan cucu dari Kanjeng Gusti Pangeran Aryo Adipati (KGPAA) Pakualam III. 

Sebagai keturunan ningrat, Ki Hajar Dewantara berkesempatan mengenyam pendidikan di sekolah rendah untuk anak-anak Eropa, yaitu Europeesche Lagere School (ELS). Selanjutnya, dia masuk Sekolah Dokter Jawa atau School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen (STOVIA), tetapi tidak tamat karena kondisi kesehatannya yang menurun. 

Kepeduliannya terhadap pendidikan direalisasikan dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa pada 1992 setelah kembali dari Belanda. Perjuangannya terhadap nasionalisme juga dibuktikan melalui penghapusan Undang-Undang Sekolah Liar (Wilde Scholen Ordonantie, 1932) yang membatasi gerak pendidikan Indonesia. 

Berkat kegigihannya tersebut, Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 1950. Dia juga meraih gelar doktor honoris causa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1959 dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional sejak 1959. 

Gerin Rio Pranata berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |