Korban Keracunan MBG Lebih Besar dari Klaim Prabowo

7 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - PRESIDEN Prabowo Subianto mengklaim angka kasus keracunan program makan bergizi gratis (MBG) di bawah 200 orang. Persentase keracunan tersebut dianggapnya lebih kecil dibandingkan angka penerima manfaat yang mencapai hampir 3 juta orang. Kata Prabowo, kasus keracunan hanya 0,005 persen dari total penerima manfaat.

Prabowo mengulas pelaksanaan makan siang gratis itu dalam sidang kabinet paripurna di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin, 5 Mei 2025. "Dari 3 koma sekian juta, kalau tidak salah di bawah 200 orang (yang keracunan)," kata Prabowo dalam pidatonya.

Angka Keracunan Jauh Lebih Besar

Badan Gizi Nasional (BGN) memulai makan bergizi gratis (MBG) pada 6 Januari 2025 secara bertahap melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 71 triliun dalam APBN 2025 untuk mendanai proyek tersebut dengan target 19,47 juta penerima manfaat. Proyek MBG menyasar peserta didik mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini hingga sekolah menengah atas atau sederajat, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana menjelaskan, hingga 5 Mei 2025, ada 1.286 SPPG yang aktif beroperasi dengan penerima manfaat MBG sebanyak 3.506.941 orang. 

Namun muncul sejumlah kasus peserta didik dan guru keracunan setelah mengkonsumsi menu MBG. Kasus pertama terjadi di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, pada 16 Januari 2025. Sebanyak 59 siswa dari SDN 03 dan SMAN 02 Nunukan Selatan mengalami mual dan diare usai menyantap ayam kecap. Setelah itu, kasus-kasus keracunan terus terjadi di banyak daerah.

Tim Cek Fakta Tempo menghitung data kasus keracunan MBG tersebut dengan mengumpulkan dan menganalisis pemberitaan media nasional dan lokal yang kredibel, sejak 6 Januari hingga 15 Mei 2025. Dari pemberitaan tersebut, Tim Cek Fakta memilah menjadi nama provinsi, kabupaten atau kota, nama sekolah, dan jumlah mereka yang mengalami keracunan. Selain itu, Tim Cek Fakta juga mengumpulkan data mengenai gejala yang dialami, penyebab keracunan, dan tindakan yang dilakukan terhadap para korban.  

Hasilnya, jumlah keracunan lebih besar melampaui data yang disebut Prabowo. Jika dihitung sejak 6 Januari hingga 1 Mei 2025, atau sebelum pidato Prabowo tersebut, terdapat 1.205 orang yang keracunan setelah mengkonsumsi MBG. Persentasenya sebesar 0,03 persen dari penerima MBG 3.506.941 orang.

Sedangkan jika dihitung secara menyeluruh sejak 6 Januari hingga 15 Mei 2025, total terdapat 1.602 orang keracunan atau 0,045 persen dari jumlah penerima manfaat.

Jumlah keracunan tersebut terjadi di 16 kabupaten atau kota yang tersebar di 10 provinsi mulai dari Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Barat, hingga Nusa Tenggara Timur.

Sebagian besar yang keracunan mengalami gejala seperti diare, nyeri perut, muntah, pusing, dan demam. Mereka mendapat perawatan dari rumah sakit, puskesmas, dan menjalani pemulihan secara mandiri.  

Tak seluruh penyebab keracunan diketahui karena tidak ada hasil pemeriksaan laboratorium. Beberapa hasil pemeriksaan laboratorium yang sudah keluar menunjukkan adanya bakteri pada bahan makanan. Di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Repok Tunjang, NTB, yang lima siswanya keracunan, terdapat bakteri e-coli pada menu telurnya. Demikian juga muntah dan diare yang menimpa 223 siswa di Kota Bogor, juga karena bahan baku makanan telur dan sayuran terkontaminasi jenis bakteri salmonella dan e-coli.

Data yang dikumpulkan Tim Cek Fakta tidak jauh berbeda dari temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurut BPOM hingga pertengahan Mei 2025, tercatat ada 17 kejadian luar biasa (KLB) keracunan yang tersebar di 10 provinsi di Indonesia

Analisis Pakar

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Media Wahyudi Askar, menjelaskan kasus keracunan pada pelaksanaan MBG tidak bisa dinilai sebagai angka statistik. Setiap orang yang mengalami keracunan karena mengkonsumsi MBG harus dianggap sebagai kejadian luar biasa. “Nilai kerugian ini besar sekali karena ada risiko yang dapat menyebabkan kematian,” kata Media pada Senin, 19 Mei 2025.

Menurut Media, keberhasilan MBG juga tidak bisa diukur dari seberapa banyak jumlah penerima sebagaimana klaim Presiden Prabowo. Ukuran keberhasilan proyek ini adalah mengatasi tengkes atau gizi buruk di beberapa wilayah Indonesia.

Kasus keracunan makanan yang terjadi di sejumlah daerah menunjukkan ada ketidakberesan sistemik dari pelaksanaan proyek makan siang gratis. “Jangan tertipu dengan data pemerintah bahwa sudah mencapai target jutaan penerima manfaat,” kata Media.

Media mengatakan proyek makan bergizi bermasalah sejak perencanaan kebijakan. Contohnya, pemilihan mitra Badan Gizi yang tak transparan sehingga berdampak pada kualitas makanan yang disajikan kepada para siswa.

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Lailatul Muniroh, menyebutkan keracunan makanan dalam proyek semasif makan bergizi gratis semestinya tak terjadi. Pemerintah tak boleh membiarkan adanya satu kasus keracunan. “Jangan dilihat dari persentase saja karena masalahnya tak sepele,” kata Lailatul.

Sementara itu, dosen Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Qonita Rachmah, mengatakan keracunan makanan bisa memicu dampak jangka pendek dan panjang. Dalam jangka pendek, siswa akan mengalami sakit saluran pencernaan seperti diare dan muntah. Gangguan gastrointestinal bisa menurunkan daya kognitif siswa. “Alih-alih MBG untuk mencerdaskan, tapi malah sebaliknya,”  kata dia.

Dalam jangka panjang, gangguan saluran pencernaan dapat menurunkan kemampuan tubuh menyerap vitamin dan nutrisi penting. Ada pula efek psikologisnya yakni anak menjadi pilih-pilih makanan. “Anak berpotensi kekurangan nutrisi,” ujar Qonita.

Tim Cek Fakta sudah meminta tanggapan Ketua Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana melalui pesan dan telepon WhatsApp hingga Jumat, 23 Mei 2025. Namun ia belum merespons.

Ika Nintgyas berkontribusi dalam artikel ini.

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |