TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj mengungkapkan sejumlah persoalan teknis serius dalam penyelenggaraan ibadah haji 2025. Mulai dari laporan jemaah yang terpisah rombongan karena sistem multisyarikah hingga problem visa yang tidak terprediksi. Semua temuan itu, kata Mustolih, kini tengah diverifikasi sebelum dilaporkan ke pihak terkait.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Laporan-laporan yang kami terima tentu tidak langsung disampaikan, tapi diverifikasi dulu identitas jemaah, embarkasi, hotel, sektor. Agar penanganan dan pemantauan oleh PPIH bisa lebih mudah,” ujar Mustolih saat dihubungi, Kamis, 15 Mei 2025.
Komnas Haji telah berkoordinasi dengan Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekah, mengingat kompleksitas teknis penyelenggaraan haji yang melibatkan banyak pihak. Ia menyebut pembentukan posko aduan merupakan upaya Komnas Haji untuk menghadirkan kanal partisipasi masyarakat sipil dalam tata kelola ibadah haji.
“Haji ini hajat hidup orang banyak, melibatkan ratusan ribu jemaah dan anggaran besar, termasuk dari APBN. Tapi sejauh ini belum melibatkan partisipasi masyarakat sipil. Maka, kami hadir sebagai saluran alternatif bagi jemaah dan keluarganya,” kata Mustolih.
Salah satu masalah krusial yang disorot Komnas Haji tahun ini adalah penerapan sistem multisyarikah. Jika sebelumnya hanya ada satu mitra penyelenggara layanan haji, kini ada delapan syarikah yang ditunjuk pemerintah.
“Apakah delapan syarikah ini membuat penyelenggaraan lebih baik atau justru sebaliknya, itu yang harus dievaluasi. Yang jelas, ada dinamika tak terprediksi bahkan mungkin tidak terbaca oleh Kementerian Agama,” ujar Mustolih.
Ia menjelaskan, akibat perbedaan syarikah dalam satu kelompok terbang, sejumlah jemaah bahkan anggota keluarga bisa terpisah penginapan dan transportasinya di Tanah Suci.
“Bayangkan satu keluarga yang sejak manasik sudah disiapkan jadi satu regu, tiba-tiba terpecah. Ini mengganggu, apalagi kalau jemaahnya lansia. Ada kekhawatiran mereka tidak bisa bertemu di sana karena beda syarikah,” ujar Mustolih.
Komnas Haji mencatat persoalan visa tahun ini jauh berbeda dengan tiga tahun terakhir, terutama pasca-pandemi. Tahun 2024, misalnya, dari total 241 ribu kuota, hanya 45 yang tak terserap. Hampir tak ada masalah visa. Tapi kini, menurut Mustolih, sejumlah jemaah bahkan tidak bisa berangkat karena visa tak keluar.
“Terjadi mismatch antara data pemerintah dengan pelaksanaan oleh syarikah. Satu kelompok penerbangan bisa diurus oleh beberapa syarikah. Ini harus jadi perhatian karena sangat teknis tapi berpengaruh besar terhadap kenyamanan jemaah,” ucapnya.
Komnas Haji berharap masalah ini bisa dimitigasi segera sebelum gelombang kedua keberangkatan. Puncak haji sendiri diperkirakan berlangsung antara 4 hingga 9 Juni 2025.
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini