TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mendatangi gedung Kejaksaan Agung pada Selasa, 22 April 2025. Salah satu tujuan kedatangannya adalah untuk membahas penetapan Direktur Jak TV Tian Bahtiar sebagai tersangka perintangan penyidikan dalam sejumlah perkara yang tengah diusut Kejaksaan.
Ninik mempersilakan Kejaksaan untuk mengusut keterlibatan Tian Bahtiar, jika memang terbukti kasus ini merupakan tindak pidana umum. “Kalau memang ada bukti yang cukup bahwa kasus ini terkait tindak pidana, maka ini adalah kewenangan penuh kejaksaan agung,” ujar Ninik Rahayu di gedung Kejagung, Selasa, 22 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengaku tidak akan cawe-cawe, jika memang jaksa ada bukti tindak pidana terkait berita atau konten yang diterbitkan Bahtiar.
Kejaksaan telah menetapkan Tian Bahtiar sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan perkara dugaan korupsi PT Timah, Impor gula dan vonis lepas ekspor crude palm oil (CPO) bersama dua orang lainnya. Yakni: pengacara dari korporasi yang menangani kasus vonis lepas ekspor CPO, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih.
Jaksa menyebut Marcella dan Junaedi bersama-sama melakukan pemufakatan jahat dengan memesan berita dan konten negatif tentang Kejaksaan. Tian mendapat bayaran Rp 478 juta. Namun jaksa menegaskan bahwa Tian bertindak bukan atas nama Jak TV, melainkan pribadi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan penetapan tersangka Tian Bahtiar (TB) karena kesalahan pribadi. Harli mengatakan Tian melakukan tindak pidana secara pribadi dengan menyalahgunakan jabatan sebagai Direktur Pemberitaan Jak TV.
“Dia mendapatkan uang atas nama pribadi, bukan sebagai Direktur Jak TV karena tidak ada kontrak tertulis dengan perusahaan,” kata Harli di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.
Marchella disebut menyiapkan anggaran Rp 2,4 miliar untuk kebutuhan social movement, lembaga survei, seminar nasional, membangun narasi publik dan key opinion leader untuk memframing opini negatif tentang jaksa. Kejaksaan menyebut, upaya yang dilakukan ketiganya merupakan tindakan merintangi dan menganggu jalannya penyidikan.
Dalam pemeriksaan, jaksa menemukan bukti Marcella meminta Junaeidi membuat narasi negatif tentang Kejaksaan Agung dalam penyidikan kasus-kasus korupsi itu. Keduanya lalu meminta Tian menyebarkan narasi tersebut.
Atas kejahatannya ketiganya dikenakan Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.