Ingat Kasus Mbah Tupon, Pemerintah Minta Warga Hati-Hati Urus Tanah

18 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengingatkan masyarakat untuk menjaga sertifikat tanah mereka dan tidak sembarangan meminjamkannya kepada orang lain demi mencegah penyalahgunaan. “Kalau ada yang mau pinjam sertifikatnya, bahkan keponakan atau keluarga sekalipun, jangan boleh,” kata Nusron usai membagikan sertifikat hasil konsolidasi tanah untuk tanah tutupan Jepang di Parangtritis, Bantul, Yogyakarta, Sabtu, 10 Mei 2025, dikutip dari keterangan resmi.

Nusron juga meminta masyarakat berhati-hati saat diminta menandatangani dokumen apa pun. Ia menekankan pentingnya membaca isi surat dengan cermat agar terhindar dari penipuan. Jika tidak bisa baca tulis, Nusron menyarankan warga meminta bantuan aparat desa. “Semoga Bapak/Ibu sudah tenang hidupnya karena sudah mempunyai sertifikat tanah,” ujar politikus Partai Golkar itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam kunjungannya ke Parangtritis, Nusron menyerahkan 811 sertifikat hasil konsolidasi tanah untuk tanah tutupan Jepang. Istilah ini merujuk pada tanah milik warga yang dirampas oleh pemerintah pendudukan Jepang pada 1943–1945 untuk kepentingan pertahanan.

Pesan senada juga disampaikan Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Ossy Dermawan saat memberikan kuliah umum di Sekolah Tinggi Pertanahan Negara (STPN) Yogyakarta, Jumat, 9 Mei 2025. Ia menyinggung kasus Mbah Tupon, warga Bantul, sebagai pelajaran agar masyarakat tidak sembarangan mempercayakan pengurusan tanah. "Dari kasus Mbah Tupon di Bantul itu, saya harap masyarakat tidak lagi terlalu mempercayakan pengurusan administrasi tanah ke keluarga, saudara, teman, karena berisiko sekali,” kata Ossy.

Mbah Tupon, petani berusia 68 tahun dari Dusun Ngentak, Bangunjiwo, diduga menjadi korban mafia tanah. Saat hendak memecah bidang tanahnya, sertifikat miliknya telah berganti nama dan dijaminkan ke bank oleh orang lain. Ia hampir kehilangan tanah seluas 1.655 meter persegi karena bank berencana melelangnya. Setelah kasus ini viral, BPN Yogyakarta dan pihak bank turun tangan dengan memblokir sertifikat dan menghentikan proses lelang.

Menurut Ossy, tidak semua kasus pertanahan melibatkan jaringan mafia tanah atau pejabat. Banyak kasus berupa penipuan atau penggelapan antarindividu. Ia menyarankan masyarakat mengurus sendiri administrasi pertanahan ke kantor resmi, serta memilih pejabat pembuat akta tanah (PPAT) atau notaris yang tepercaya dan punya rekam jejak yang baik.

Pribadi Wicaksono berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |