TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Mahkamah Agung mengevaluasi para hakim imbas dari penetapan empat hakim sebagai tersangka dalam penanganan perkara jual beli vonis lepas korupsi minyak goreng oleh korporasi besar. Tiga korporasi itu yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
"Dugaan suap ini menunjukkan borok dalam institusi peradilan. Ada indikasi kuat kolusi mafia peradilan dan oligarki sawit," ujar Kepala Divisi Bidang Korupsi dan Politik ICW Egi Primayoga dalam rilis pada Rabu, 16 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Empat hakim itu meliputi mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, tiga majelis hakim yang menangani perkara yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom. Saat ini jaksa sudah mentapkan delapan orang sebagai tersangka di kasus ini.
Empat tersangka lainnya adalah Head of Social Security Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, dua pengacara korporasi Marcella Santoso dan Ariyanto, serta panitera muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
Perihal kasus ini, Egi menegaskan perlu ada pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola Mahakamah Agung. Menurut Egi, adanya kasus jual-beli vonis di peradilan menunjukkan kondisi peradilan sedang kritis.
Berdasarkan pemantauan ICW, sejak 2011 hingga 2024, terdapat 29 hakim yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Para hakim ini diduga menerima suap untuk “mengatur” hasil putusan. Nilai suap mencapai Rp 107,9 miliar. “ICW mendesak MA untuk memandang mafia peradilan sebagai masalah laten yang harus segera diberantas,” ujar dia.
Sebelumnya jaksa menyebut kasus ini ditemukan dari pengembangan penyidikan kasus suap hakim di PN Surabaya terkait putusan bebas Gregorius Ronald Tannur. Menurut Egi, MA seharusnya memetakan potensi korupsi di lembaga pengadilan dengan menggandeng Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan masyarakat sipil.
Ia mengatakan rentetan kasus suap hakim harus menjadi evaluasi dalam memperketat syarat penerimaam hakim. Hal itu penting guna menutup ruang potensi korupsi. Menurutnya, adanya jual beli vonis kasus korupsi minyak menunjukkan cengkeraman oligarki dalam proses penegakan hukum. Sebab industri sawit di Indonesia hanya dikuasai oleh segelintir orang.
Temuan ICW, setiap tahun menunjukkan individu berlatar belakang swasta berada pada posisi teratas pelaku korupsi. “Hasil pemantauan tren vonis ICW tahun 2023, 252 pengusaha atau swasta menjalani persidangan kasus korupsi,” ujar dia. Berbeda dengan individu yang menjadi terdakwa, menurut Egi cukup sulit mendakwa korporasi di Indonesia.