Jakarta (ANTARA) - Telah lebih dari 15 bulan sejak dimulainya perang di Gaza, serangan rezim Israel terhadap wilayah tersebut tidak hanya belum berhenti, tetapi justru semakin meningkat belakangan ini.
Dalam rentang waktu itu, telah terjadi pembantaian puluhan ribu warga sipil tak bersalah oleh rezim penjajah tersebut..
Berdasarkan data yang tersedia, dalam kurun waktu tersebut, Israel dengan dukungan Amerika Serikat dan sekutunya, serta melalui peralatan dan persenjataan yang mereka terima dari mereka, telah membunuh lebih dari 50 ribu orang, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak tak berdaya.
Dalam beberapa bulan terakhir, rezim Zionis secara terang-terangan menunjukkan bahwa mereka tidak hanya mengejar target-target militer atau bersenjata, tetapi juga menganggap warga sipil sebagai target yang sah.
Mereka berupaya menciptakan semacam “keseimbangan ketakutan” terhadap rakyat yang tak bersenjata, untuk menciptakan efek jera palsu dan memaksakan kehendaknya dalam perang yang tidak seimbang ini.
Karena itu, mereka tidak ragu menyerang infrastruktur sipil, padahal dalam hukum internasional tindakan ini adalah garis merah dan bertentangan langsung dengan hukum perang. Serangan terhadap masjid, sekolah, dan rumah sakit seperti Rumah Sakit Indonesia, Kamal Adwan, dan Al-Nasr termasuk dalam kategori ini.
Bahkan di bulan suci Ramadan, ketika rakyat Gaza tidak memiliki fasilitas dasar untuk beribadah dan berpuasa, setelah beberapa minggu gencatan senjata sementara, rezim Zionis kembali meluncurkan gelombang baru serangan.
Dalam satu hari saja, sekitar 300 orang menjadi syahid. Serangan-serangan ini terus berlanjut setiap harinya hingga sekarang.
Sementara itu, upaya rezim Zionis untuk mencegah masuknya bantuan kemanusiaan dan makanan ke Gaza menunjukkan adanya kebijakan sistematis terhadap rakyat Palestina, yang tujuannya adalah melakukan pembersihan etnis.
Hal ini kemudian semakin nyata dengan rencana pengusiran paksa warga Palestina ke wilayah atau negara lain, yang menunjukkan konspirasi jahat secara terang-terangan.
Kini tak ada lagi keraguan bahwa salah satu tujuan utama rezim Zionis dan sekutunya adalah melenyapkan seluruh jejak kehidupan, identitas sejarah, dan peradaban Palestina.
Secara keseluruhan, tindakan rezim Zionis di Gaza jelas merupakan bentuk genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Namun, banyak negara khususnya negara-negara Barat, dan berbagai organisasi internasional tetap bungkam dan tidak mengambil langkah apapun untuk meminta pertanggungjawaban Israel.
Kejadian-kejadian ini membuktikan bahwa kita tidak bisa berharap kepada mekanisme internasional untuk menghentikan kejahatan-kejahatan rezim Zionis.
Dalam kondisi seperti ini, satu-satunya harapan adalah kepada kesadaran masyarakat global. Hanya melalui tekanan opini publik dunia dan perlawanan terhadap politisi pendukung Zionisme serta mekanisme internasional yang pasif, pembantaian keji ini dapat dihentikan.
Salah satu potensi yang bisa dimanfaatkan oleh rakyat di berbagai negara untuk melawan rezim Zionis dan para pendukungnya adalah Hari Quds Internasional, yang merupakan gagasan Imam Khomeini (rahimahullah), pendiri Revolusi Islam Iran.
Berdasarkan inisiatif ini, hari Jumat terakhir bulan Ramadan ditetapkan sebagai Hari Quds, di mana bangsa-bangsa di berbagai penjuru dunia menunjukkan dukungan nyata bagi rakyat Palestina dan mengecam kejahatan rezim Zionis.
Hari Quds pada hakikatnya merupakan simbol solidaritas umat Islam dan para pencinta keadilan di seluruh dunia kepada rakyat tertindas Palestina.
Ini adalah pengingat akan penjajahan dan penindasan rezim apartheid Israel serta menjadi kesempatan untuk menekankan pentingnya melawan kebijakan kolonial dan mendukung perjuangan untuk kemerdekaan Palestina dan Al-Quds yang mulia.
Peringatan Hari Quds di Iran biasanya dilakukan melalui aksi unjuk rasa dan demonstrasi besar-besaran oleh masyarakat yang sedang berpuasa.
Di berbagai belahan dunia lainnya, peringatan ini juga diselenggarakan dengan cara serupa, termasuk kampanye daring, seminar ilmiah, pameran, penerbitan buku dan artikel, serta berbagai upaya lainnya untuk menyoroti kejahatan Israel dan memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina yang tertindas.
Tanpa diragukan, peringatan Hari Quds Internasional di negara-negara Muslim memiliki makna yang sangat mendalam, mengingat Al-Quds adalah kiblat pertama umat Islam dan termasuk di antara tempat suci utama.
Sebagaimana bangsa dan pemerintah Iran dan Indonesia selama lebih dari 70 tahun telah berdiri teguh di sisi rakyat Palestina dan melawan penjajah Zionis, maka tuntutan serupa harus ditujukan kepada negara-negara Islam lainnya agar mengambil langkah nyata dan efektif untuk melawan rezim Zionis dan memanfaatkan semua potensi politik, ekonomi, dan media guna merespons kejahatan keji rezim tersebut.
Tanpa ragu, peringatan Hari Quds Internasional harus menjadi poros persatuan dunia Islam, simbol solidaritas dan kesatuan umat dalam isu Palestina, serta prioritas utama dunia Islam hingga penjajahan atas tanah Palestina benar-benar berakhir.
Saat ini tidak ada keraguan bahwa penjajahan dan keberadaan rezim penjajah adalah akar sebenarnya dari krisis di Timur Tengah. Rezim Zionis, dengan persenjataan konvensional dan nonkonvensionalnya yang besar, adalah faktor utama ketidakamanan dan ketidakstabilan kawasan.
Tampaknya, solusi terbaik untuk masalah Palestina adalah inisiatif yang diajukan oleh Republik Islam Iran dan telah didaftarkan di PBB.
Berdasarkan inisiatif demokratis ini, penyelenggaraan referendum dengan bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa di antara seluruh penduduk asli Palestina —baik Muslim, Kristen, maupun Yahudi— dapat menjadi jalan keluar dari salah satu krisis dan tragedi paling menyakitkan dalam satu abad terakhir di kawasan dan dunia.
Baca juga: Menlu RI usulkan tiga langkah respons situasi di Palestina kepada OKI
Baca juga: Menakar logika Trump atas solusi dua negara Palestina-Israel
Baca juga: Senator AS: Gaza dibangun untuk warga Palestina, bukan turis miliarder
Baca juga: Fragmentasi wilayah Palestina versus solusi dua negara amanah PBB
*) Hossein Mizan adalah Diplomat Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta
Copyright © ANTARA 2025