Industri Matcha China Tingkatkan Pendapatan dan Bangkitkan Budaya

19 hours ago 5

Guiyang (ANTARA) - Saat cahaya pagi di awal musim panas menembus perbukitan berkabut di wilayah Jiangkou di Provinsi Guizhou, China barat daya, para petani teh memulai hari mereka di antara barisan tanaman teh, dengan cekatan memetik pucuk tanaman teh yang masih berwarna hijau muda.

Melalui lebih dari 20 proses, termasuk pengukusan, pengeringan, sterilisasi, dan penggilingan, daun teh segar ini diolah menjadi matcha premium yang diperuntukkan bagi para konsumen di seluruh dunia.

Terletak di kaki Gunung Fanjing, yang merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO, Jiangkou memiliki lebih dari 10.000 hektare perkebunan teh, dengan hampir seperlima di antaranya didedikasikan untuk produksi matcha.

Saat ini, Jiangkou telah menjadi salah satu pusat produksi matcha global. Pada 2024 saja, daerah itu menjual lebih dari 1.200 ton matcha. Angka ini menjadi yang tertinggi di China, dengan nilai produksi lebih dari 300 juta yuan (1 yuan = Rp2.264) atau sekitar 41,7 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp16.313). Produk matcha dari Jiangkou juga sudah merambah pasar internasional, termasuk Jepang, Amerika Serikat (AS), dan Prancis.

Dulunya merupakan daerah pegunungan yang dilanda kemiskinan, Jiangkou menetapkan teh sebagai industri pilar utamanya pada 2007, dengan memanfaatkan kondisi pertumbuhan teh yang menguntungkan, yaitu dataran tinggi, garis lintang rendah, seringnya kabut dan awan, serta terbatasnya sinar matahari.

Pada 2017, sebuah terobosan penting tercipta melalui kerja sama dengan Guizhou Gui Tea Group Co., Ltd., sebuah perusahaan teh terkemuka di provinsi tersebut. Kolaborasi ini melahirkan kawasan industri matcha berstandar tinggi di Jiangkou, yang mengadopsi teknologi canggih untuk proses produksi.

Foto udara menggunakan drone menunjukkan kebun teh di Kabupaten Jiangkou, Tongren, Provinsi Guizhou, China (16/4/2025). ANTARA/Xinhua/Ou Dongqu/aa.


Rantai industri yang komprehensif segera terbentuk, dengan petani lokal yang berfokus pada penanaman teh, perusahaan-perusahaan mitra yang menangani pemrosesan awal, dan Gui Tea Group yang mengelola produksi olahan.

Model kerja sama yang efisien ini berhasil meningkatkan pendapatan hampir 100.000 petani teh di wilayah tersebut.

Sebuah buku putih yang dirilis pada 2023 oleh lembaga penelitian di bawah naungan Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi China menunjukkan bahwa China telah menjadi produsen dan konsumen matcha terbesar di dunia.

Pada 2024, penjualan toko Guiyang saja melampaui 4 juta yuan, naik 122,2 persen dalam basis tahunan (year on year/yoy).

Luo Qixian, seorang warga desa setempat, bekerja di sebuah kebun teh dan menghasilkan pendapatan sekitar 10.000 yuan per tahun. "Dulu, saya hanya bisa mencari nafkah dengan bercocok tanam. Kini saya memiliki pekerjaan tetap sepanjang tahun, dan penghasilan saya jauh lebih stabil," katanya.

Menyadari meningkatnya permintaan global akan matcha, Gui Tea Group secara aktif mencari pakar internasional untuk mendapatkan panduan dalam hal pengelolaan dan pemrosesan kebun teh, dan telah mengirim teknisi serta petani lokal ke Jepang untuk mengikuti pelatihan dan pertukaran.

"Sejak 2018, matcha kami dengan warna hijau yang cerah dan aroma yang kaya telah mendapatkan pengakuan baik di dalam maupun di luar negeri," kata Chen Xiaoming, wakil manajer umum Gui Tea Group. Pada 2019, perusahaan ini mendapatkan pesanan ekspor pertamanya ke Amerika Utara.

Minuman matcha berasal dari China kuno, dan kemudian diperkenalkan ke Jepang. Sejak awal tahun hingga saat ini, Jiangkou telah mengekspor empat ton matcha ke Jepang, dengan enam ton lainnya dijadwalkan untuk pengiriman. "Kedatangan matcha China telah memungkinkan budaya teh dari kedua negara untuk berkembang melalui pertukaran dan saling belajar," kata Chen.

Budaya Matcha

Pada Sabtu (17/5) sore, sebuah toko pengalaman kuliner bertema matcha di Guiyang, ibu kota Guizhou, ramai dikunjungi pelanggan. Di toko tersebut, rak-rak menampilkan beragam makanan penutup dan minuman berbahan matcha.

"Cokelat matcha dan es krim matcha adalah favorit saya. Keduanya sangat cocok dengan selera saya," kata Zheng Jin, seorang turis dari Beijing, yang menjadikan kunjungan ke toko ini sebagai prioritas.

Foto udara yang menunjukkan kawasan industri Guizhou Gui Tea Group Co., Ltd. di Kabupaten Jiangkou, Provinsi Guizhou, China (14/5/2025). ANTARA/Xinhua/Yang Wenbin/aa.

Seiring dengan semakin populernya berbagai produk matcha, budaya yang mendalam di balik matcha terus menarik minat konsumen kalangan muda.

Di sebuah objek wisata di Kota Tongren di Guizhou, sebuah pusat pengalaman budaya matcha memamerkan produk-produk unik seperti mi matcha dan lip balm matcha, sembari mengundang para pengunjung untuk belajar tentang sejarah matcha dan mencoba Diancha, teknik pembuatan teh tradisional.

"Selama periode liburan, lebih dari 80 persen pengunjung kami adalah anak muda, banyak yang berasal dari luar daerah," ujar Lu Qian, seorang ahli teh di pusat tersebut, sambil mencampurkan bubuk matcha dengan air panas dan menggunakan kocokan bambu untuk menghasilkan minuman yang kaya rasa dan berbusa.

"Kami tidak hanya menjual produk, yang lebih penting, kami membuat lebih banyak orang sadar akan matcha dan budaya matcha," katanya.

Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |