Gaza (ANTARA) - Pernyataan terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai konflik di Jalur Gaza menuai kritik tajam dari warga Palestina dan para analis regional, yang mengatakan bahwa pernyataan itu mencerminkan sikap provokatif dan kurangnya komitmen tulus terhadap perdamaian.
Dalam sebuah diskusi meja bundar dengan sejumlah pejabat Qatar di Doha pekan ini, Trump menyarankan agar AS sebaiknya "mengambil" Gaza dan membentuk kembali masa depannya.
"Saya pikir saya akan bangga jika AS memilikinya, mengambilnya, menjadikannya sebagai zona kebebasan," katanya di hadapan para wartawan. "Biarkan hal-hal baik terjadi, tempatkan orang-orang di rumah yang aman, dan Hamas akan ditangani."
Komentar tersebut langsung menuai kecaman di seluruh Gaza, di mana penduduk menganggapnya tidak sensitif dan mencerminkan kebijakan luar negeri yang lebih didorong oleh kalkulasi politik ketimbang isu kemanusiaan.
Khalil Qassem, seorang pengungsi dari Beit Lahia yang kini berlindung di Gaza City, mengungkapkan skeptisisme mendalam.
"Ucapan Trump berubah-ubah. Dia tampaknya lebih peduli soal perolehan poin politik daripada menangani bencana kemanusiaan yang terjadi di sini," kata Qassem. "Lebih dari 100 orang tewas di Gaza utara hari ini (Jumat) saja, dan belum ada tindakan berarti dari Washington untuk menghentikannya."
Para analis politik regional menyampaikan kekhawatiran serupa. Amjad Abu al-Ezz, seorang profesor ilmu politik di Universitas Arab Amerika (Arab American University) di Tepi Barat, mengatakan bahwa retorika Trump tidak memiliki visi diplomatik yang koheren.
Emad Abu Omar, warga Gaza City, berpendapat bahwa sikap Trump mencerminkan pola yang mengakar dalam kebijakan luar negeri AS.
"Posisinya selalu berpihak pada Israel," kata Abu Omar. "Sekali lagi, kita mendengar Gaza dibingkai sebagai hadiah politik, bukan sebagai tempat di mana warga sipil meregang nyawa setiap hari."
Di Khan Younis, Gaza selatan, Safia Abu Jamea mengatakan dia tidak terkejut mendengar wacana presiden AS tersebut.
"Keberpihakan Trump terhadap Israel tidak pernah goyah," katanya. "Tidak ada indikasi bahwa Washington akan menekan Israel untuk melakukan gencatan senjata atau mendukung bantuan kemanusiaan yang substansial."
Sentimen serupa juga terasa di Deir al-Balah, di mana Ibrahim Islaieh, seorang pengungsi Palestina lainnya, mempertanyakan kredibilitas AS.
"AS memasok bom-bom yang dijatuhkan ke arah kami," kata Islaieh. "Bagaimana mungkin kami percaya bahwa mereka juga akan menjadi mediator perdamaian?"
Para analis politik regional menyampaikan kekhawatiran serupa. Amjad Abu al-Ezz, seorang profesor ilmu politik di Universitas Arab Amerika (Arab American University) di Tepi Barat, mengatakan bahwa retorika Trump tidak memiliki visi diplomatik yang koheren.
Di Riyadh pada Selasa (13/5), Trump menyampaikan pernyataan yang lebih hati-hati. "Kami terus berupaya mengakhiri perang itu secepat mungkin. Apa yang sedang terjadi sangatlah mengerikan," katanya. Namun pada Kamis (15/5) di Doha, dia justru membahas soal kendali AS atas Gaza
"Dia menyebutkan perdamaian hanya dalam konteks pembebasan sandera," kata Abu al-Ezz. "Tidak ada penyebutan soal gencatan senjata, deeskalasi, atau bahkan koridor kemanusiaan dasar."
AS, tuturnya, telah lama kesulitan dipandang sebagai mediator yang jujur dalam konflik Israel-Palestina, seraya menambahkan bahwa rakyat Palestina sebaiknya tidak mengharapkan adanya tekanan berarti dari AS terhadap Israel.
Kunjungan Trump ke Timur Tengah pekan ini, dengan persinggahan di Riyadh, Doha, dan Abu Dhabi, sempat membangkitkan ekspektasi akan keterlibatan kembali AS dalam konflik mematikan di Gaza, yang telah berlangsung lebih dari 19 bulan dan menewaskan lebih dari 53.000 warga Palestina. Namun, bagi banyak pengamat, harapan itu telah pupus.
"Kami sedang melihat Gaza. Dan kami akan menanganinya. Banyak orang kelaparan," tambah Trump pada Jumat (16/5) di Abu Dhabi.
Bagi banyak warga Gaza, pernyataan Trump bukanlah janji, melainkan provokasi, dan juga pengingat bahwa penderitaan mereka tetap menjadi hal sekunder dalam kalkulasi geopolitik. Lawatan regionalnya yang sangat disorot dan menarik banyak perhatian publik tak berbuat banyak dalam hal langkah konkret untuk menangani krisis kemanusiaan yang sedang terjadi.
Penerjemah: Xinhua
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025