Jakarta (ANTARA) - Fenomena Hari Tanpa Bayangan di Indonesia kembali menjadi perbincangan banyak orang setiap tahunnya. Peristiwa alam unik ini terjadi ketika posisi Matahari berada tepat di atas kepala suatu wilayah, sehingga bayangan benda tegak di permukaan bumi tampak menghilang seolah tak ada.
Meskipun terlihat seperti kejadian langka, sebenarnya Hari Tanpa Bayangan merupakan fenomena astronomi yang rutin terjadi di daerah tropis. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan fenomena Hari Tanpa Bayangan ? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini, berdasarkan informasi yang telah dihimpun dari berbagai sumber.
Mengenal fenomena Hari Tanpa Bayangan
Hari Tanpa Bayangan, atau yang dalam istilah astronomi disebut kulminasi utama, merupakan fenomena ketika posisi Matahari berada tepat di titik tertinggi di langit. Saat posisi Matahari sejajar dengan lintang suatu wilayah, cahaya yang dipancarkan jatuh tegak lurus ke permukaan Bumi. Akibatnya, bayangan benda tegak tampak menghilang karena menumpuk tepat di bawah objek tersebut.
Fenomena ini terjadi ketika Matahari berada tepat di atas kepala pengamat atau di titik zenit. Itulah sebabnya, momen kulminasi utama sering disebut sebagai hari tanpa bayangan.
Melansir penjelasan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), peristiwa ini muncul karena bidang ekuator atau sumbu rotasi Bumi tidak sejajar dengan bidang ekliptika, yaitu bidang revolusi Bumi mengelilingi Matahari. Ketidaksejajaran tersebut membuat posisi Matahari tampak bergeser dari utara ke selatan dan sebaliknya sepanjang tahun, antara 23,5° LU hingga 23,5° LS.
Indonesia, yang berada di sekitar garis khatulistiwa, menjadi salah satu wilayah yang dapat mengalami fenomena ini dua kali dalam setahun. Pada saat kulminasi utama, intensitas cahaya Matahari di siang hari mencapai titik tertinggi, sehingga suhu udara cenderung lebih panas dibandingkan hari biasanya.
Cara mengamati Hari Tanpa Bayangan
BMKG menjelaskan bahwa fenomena ini dapat diamati langsung tanpa perlu alat bantu khusus. Cukup dengan menyiapkan benda tegak seperti tongkat, botol, atau tiang di area terbuka. Pengamatan sebaiknya dilakukan beberapa menit sebelum dan sesudah waktu kulminasi yang berlaku di masing-masing daerah.
Fenomena ini berlangsung sangat singkat sekitar satu hingga dua menit ketika bayangan benda benar-benar menghilang di bawahnya. Berdasarkan laporan resmi BMKG bertajuk “Waktu Kulminasi Utama 2025”, fenomena hari tanpa bayangan di wilayah Jakarta diperkirakan terjadi pada awal Oktober 2025, dengan waktu berbeda di tiap kota administratif.
Selain itu, fenomena Hari Tanpa Bayangan juga tidak hanya terjadi di ibu kota provinsi, tetapi turut dialami oleh berbagai wilayah lain di Indonesia, baik yang berada dalam zona Waktu Indonesia Barat (WIB), Waktu Indonesia Tengah (WITA), maupun Waktu Indonesia Timur (WIT). Setiap daerah memiliki waktu kulminasi utama yang berbeda, menyesuaikan dengan posisi lintang dan bujur masing-masing.
Wilayah yang terletak lebih dekat dengan garis khatulistiwa biasanya akan mengalami fenomena ini lebih awal dibandingkan daerah yang posisinya lebih jauh ke utara atau selatan. BMKG mencatat bahwa perbedaan waktu terjadinya kulminasi utama di antara kota-kota tersebut hanya berselisih beberapa menit hingga jam, tergantung lokasi geografis-nya.
Masyarakat di seluruh Indonesia pun berkesempatan untuk menyaksikan langsung peristiwa langka ini di siang hari tanpa perlu alat bantu khusus cukup dengan mengamati bayangan benda tegak seperti tiang, botol, atau tongkat di area terbuka. Saat kulminasi utama berlangsung, bayangan benda tersebut akan tampak hilang sesaat karena tepat bertumpuk dengan benda itu sendiri.
Baca juga: Menparekraf: Perayaan kulminasi matahari bisa picu pariwisata Pasaman
Baca juga: BMKG: Jatim memasuki hari tanpa bayangan
Baca juga: BRIN: Matahari di atas Pulau Jawa selama sepekan
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.