Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mencetuskan wacana vasektomi bagi pria yang menerima bansos. Ini respons berbagai pihak.
4 Mei 2025 | 10.29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali mengeluarkan rencana kebijakan yang mendapat sorotan publik. Kali ini mantan Bupati Purwakarta tersebut bakal menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bansos. Sontak, usulan tersebut menuai kritik dari berbagai pihak.
Direktur Rujak Center for Urban Studies
Menurut Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja, wacana syarat vasektomi atau KB pria sebagai syarat penerimaan bansos merupakan diskriminatif untuk kelompok masyarakat miskin.
Elisa menilai vasektomi merupakan jenis KB yang baik. Namun menjadi diskriminatif ketika warga miskin dipaksa patuh pada wacana tersebut. “Yang berbahaya itu saat KB entah itu untuk perempuan atau laki-laki disyaratkan pada penerima bansos. Itu sudah diskriminatif,” ujarnya dikutip dari Tempo pada Kamis, 1 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Elisa mengatakan, agar wacana vasektomi tidak bersifat diskriminatif, harus dipisahkan dari syarat untuk menerima bansos. Ia menyebut cara ampuh mengendalikan kemiskinan adalah dengan menyediakan akses pendidikan, terutama diprioritaskan untuk perempuan.
Terkait alasan Dedi untuk menekan jumlah kelahiran, menurut Elisa, hal ini tidak berdasar karena data di lapangan menyebutkan bahwa nilai kelahiran semakin menurun dalam beberapa tahun terakhir. “Karena angka kelahiran juga sudah turun signifikan dalam 50 tahun terakhir dari 5,61 jadi 2,18 sekian,” ujarnya..
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar menegaskan pemerintah daerah dilarang membuat aturan sendiri terkait syarat pembagian bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat. “Aturan enggak ada. Tidak boleh bikin aturan sendiri,” katanya usai ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Sabtu, 3 Mei 2025.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM)
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Atnike Nova Sigiro menyerukan bahwa segala sesuatu yang individu perbuat atas tubuhnya merupakan bagian dari hak asasi manusia. “Itu privasi ya. Penghukuman badan yang seperti itu sebetulnya bagian yang ditentang di dalam diskursus hak asasi,” ujar Atnike usai acara di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 2 Mei 2025.
Atnike menjelaskan bahwa penukaran vasektomi dengan bantuan sosial sudah melanggar HAM. “Apalagi itu dipertukarkan dengan bantuan sosial. Itu otoritas tubuh ya,” tuturnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat menyatakan vasektomi haram karena dianggap sebagai tindakan pemandulan yang permanen. “Tidak boleh bertentangan dengan syariat, pada intinya vasektomi itu haram dan itu sesuai Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat pada 2012,” ujar Ketua MUI Jawa Barat KH Rahmat Syafei saat pada Kamis, 1 Mei 2025.
Vasektomi menjadi mungkin ketika ada kondisi-kondisi tertentu, seperti untuk menghindari risiko kesehatan yang serius dan tidak menyebabkan kemandulan permanen. “Boleh dilakukan kalau tujuannya tidak menyalahi syariat seperti kesehatan, tidak menyebabkan kemandulan permanen, ada jaminan fungsi reproduksi seperti semula apabila diinginkan, tidak menimbulkan bahaya atau mudharat pada yang bersangkutan,” ujarnya.
Rahmat sendiri berpendapat bahwa vasektomi sebagai syarat penerimaan bansos sah-sah saja asalkan sudah memenuhi alasan untuk diperbolehkan. “Kalau untuk insentif tidak apa-apa, tapi yang penting tadi vasektominya (ada) kedudukan persyaratan untuk dibolehkan, itu yang harus disesuaikan,” tutur Rahmat.